Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Piramida : Mendorong Rotasi dan Promosi yang Sehat dalam Organisasi
15 Januari 2025 8:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Suhendi bin Suparlan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda berpikir tentang bagaimana struktur piramida dalam organisasi kita bisa menghambat regenerasi kepemimpinan? Saya sempat teringat pada sebuah perbincangan mengenai bagaimana manajemen yang stagnan bisa menghambat pertumbuhan kita. Sistem manajemen dalam banyak organisasi sering dihadapkan pada dilema regenerasi yang cukup membingungkan. Salah satunya adalah ketika bawahan enggan untuk mengambil peluang naik ke jenjang yang lebih tinggi. Mengapa bisa demikian?
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab utama adalah adanya zona nyaman di kalangan atasan. Cobalah Anda bayangkan, ketika mereka yang berada di posisi atas sudah merasa nyaman dengan jabatan yang mereka miliki, mereka cenderung enggan melangkah lebih jauh atau menerima tanggung jawab lebih besar. Padahal, jika dilihat dari sudut pandang regenerasi, hal ini dapat mempengaruhi lapisan bawah secara langsung.
Bagi mereka yang berada di bawah, melihat atasan tidak menunjukkan ambisi untuk melangkah lebih jauh bisa menimbulkan keraguan. "Jika atasan tidak naik, apakah saya harus melangkah ke atas? Nanti dianggap melangkahi," begitulah kira-kira yang ada dalam pikiran banyak orang. Ditambah lagi, jika struktur organisasi stagnan dan tidak ada peluang regenerasi, semakin sulit bagi bawahan untuk merasa bahwa ada ruang bagi mereka untuk tumbuh.
ADVERTISEMENT
Budaya segan ini terjadi bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang memengaruhinya. Salah satunya adalah ketergantungan pada atasan. Banyak bawahan merasa posisi mereka tergantung pada keberadaan atasan yang sudah nyaman di jabatannya. Alhasil, mereka memilih untuk menunggu daripada mengambil langkah untuk maju. Ada juga kekhawatiran terhadap dinamika hubungan yang bisa berubah jika mereka menonjolkan diri, atau mungkin, sistem yang tidak mendukung regenerasi dengan jelas, membuat mereka merasa tak memiliki kesempatan untuk naik.
Kondisi ini berpotensi menghambat organisasi untuk berkembang. Tanpa adanya regenerasi, inovasi bisa terhambat, motivasi karyawan pun bisa menurun, bahkan ketergantungan pada individu tertentu menjadi terlalu besar. Bayangkan saja, jika orang yang berada di posisi strategis meninggalkan organisasi, apa yang terjadi dengan stabilitas kita?
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kita perlu melihat cara-cara untuk memecahkan masalah ini. Salah satunya adalah dengan mendorong rotasi posisi. Setiap posisi harus memiliki batas waktu tertentu, memberikan ruang bagi regenerasi dan mendorong kita untuk terus berkembang. Selain itu, membangun budaya meritokrasi sangat penting. Promosi harus didasarkan pada kinerja dan kompetensi, bukan kedekatan pribadi, agar bawahan merasa bahwa mereka juga memiliki kesempatan untuk maju dengan adil.
Dukungan yang berkelanjutan juga tak kalah penting. Pelatihan, mentoring, dan bimbingan bisa membuat bawahan merasa lebih siap untuk mengambil tanggung jawab lebih besar tanpa rasa ragu. Dan tentu saja, membangun budaya yang menghargai ide-ide baru serta perubahan sebagai bagian dari kemajuan organisasi juga sangat perlu.
Pada akhirnya, yang kita inginkan adalah keberhasilan organisasi yang tidak bergantung pada satu atau dua individu saja, tetapi pada kemampuan sistem untuk menghasilkan pemimpin baru yang siap membawa kita ke masa depan yang lebih baik. Kita semua memiliki peran dalam menciptakan perubahan ini.
ADVERTISEMENT