Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hari Nelayan: Tantangan dan Harapan di Pesisir Kehidupan
25 Maret 2024 9:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sabicha Ulinnuha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara yang di dominasi oleh wilayah perairan dan potensi laut yang mampu diberdayakan. Wilayah yang didominasi oleh perairan kemudian diberdayakan oleh masyarakat dengan bermatapencaharian sebagai nelayan. Nelayan sebagai bagian penting kehidupan negara membantu produksi dan memenuhi kebutuhan protein masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sejak diresmikannya Hari Nelayan pada 6 April 1960, nelayan Indonesia sering kali mendapatkan permasalahan yang sama dan kompleks. Pemberdayaan nelayan yang jauh dari kata layak berdampak pada kehidupan nelayan yang tidak sejahtera. Berdasarkan data dari kemendagri, dilansir dari DataIndonesia.id, jumlah nelayan pada tahun 2022 menurun sebanyak 5,22% dengan jumlah 1,27 juta orang. Dari sebanyak jumlah nelayan tersebut hanya 308.858 orang berprofesi sebagai nelayan yang terlindungi. Angka tersebut menunjukkan banyaknya jumlah nelayan yang tidak terlindungi padahal profess ini memiliki andil yang besar bagi negara. Penurunan jumlah nelayan dipengaruhi setidaknya oleh beberapa hal seperti perubahan iklim dan cuaca, penurunan angka kesejahteraan profesi nelayan, dan perubahan indsutri yang massif di wilayah pesisir pantai.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim dan cuaca mengurangi waktu berlayar nelayan dan berpengaruh pada pendapatan dan kehidupan sosial nelayan. Perubahan yang esktrem berakibat pada keselamatan kerja. Hal tersebut tidak dapat diprediksikan melihat perubahan cuaca yang tiba-tiba dan perbedaan cuaca dipesisir laut dan ditengah laut.
Selain itu sulitnya perekonomian nelayan berpengaruh pada keberlanjutan kehidupan nelayan yang membutuhkan modal dalam melaut. Contoh saja pada kebijakan kenaikan BBM. Hal tersebut tentu berpengaruh pada proses nelayan dalam melakukan pencaharian. Naiknya harga BBM menjadikan produk BBM langka sehingga masyarakat pesisir pantai sulit untuk mendapatkan akses bahan bakar dan terpaksa untuk membatasi kegiatan melaut mereka.
Isu lain yang disoroti merupakan kesetaraan dan keadilan pada nelayan laki-laki dan perempuan. Pada Catatan Jurnal Perempuan mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, kebijakan ini nyatanya merugikan masyarakat tentunya masyarakat kecil khususnya nelayan perempuan. Kondisi tersebut melihat bahwa definisi nelayan yang diartikan sebagai penangkap ikan padahal nelayan perempuan yang lebih banyak bertugas dalam pembersih ikan untuk dikonsumsi. Pekerjaan mereka yang dianggap tidak jelas berpengaruh pada hak-hak mereka yang tidak diberikan.
ADVERTISEMENT
Faktor diatas menjadi penyebab nelayan memutuskan untuk berpindah profesi karena masa depan yang tidak ada kejelasan. Menurut Endang Retnowati, dalam jurnal Perspektif 2011, ia menyebutkan bahwa faktor lain seperti keterbatasan modal, skill, adanya tekanan dari pemilik modal, begitu juga sistem perdagangan atau pelelangan ikan yang tidak transparan dan tidak adanya regulasi yang tepat dari pemerintah merupakan permasalahan struktural yang harus dibedah dari akar untuk mengatasi permasalahan ini. Endang juga menyebutkan permasalahan struktural melemahkan kehidupan nelayan diberbagai bidang termasuk bidang hukum. Tidak adanya Undang-Undang hukum ya
ng menjamin profesi nelayan terbatas pada Undang-Undang Perikanan Pasal 1 angka 10 dan 11.
Jika pemerintah dapat memberikan kesejahteraan dan jaminan hidup bagi nelayan, tentunya kehidupan nelayan tidak kesulitan pada berbagai bidang kehidupan. Melihat luasnya wilayah perairan dan tingginya Sumber Daya Manusia, seharusnya menjadi potensi besar bagi bangsa Indonesia untuk menggunakan dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT