Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kasih Sayang yang Tak Terlupakan
10 Juni 2024 11:20 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sabrina Amorza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sosok wanita tua yang penuh dengan kasih sayang dan kebijaksanaan, sosok itu adalah Eyang Ti. Kehadirannya di hidupku bagaikan mutiara yang tak ternilai harganya. Kulitnya yang keriput menyimpan cerita panjang tentang kehidupan, senyumnya yang hangat memancarkan kasih sayang yang tak terhingga.
ADVERTISEMENT
Setiap aku merasa lelah, memori dalam pikiranku berputar seperti kaset. Aku menutup mataku, mengingat masa-masa SMA saat aku merasa lelah, Eyang Ti selalu menjadi tempat untuk mengobati rasa lelahku.
Dulu, setiap aku sampai di rumah setelah pulang sekolah, aku mengetuk pintu rumah dan Eyang Ti selalu menyambutku sambil mengatakan “Mba, udah pulang”. Wajah lelah yang aku tunjukkan selama perjalanan pulang, tergantikan dengan ukiran senyumku yang tipis hanya dengan sapaan sederhana dan hangat yang dilontarkan olehnya.
Bagiku, Eyang Ti bukan hanya berperan sebagai seorang nenek, tetapi juga ibu kedua. Saat itu, ibuku pergi bekerja dari pagi hingga malam hari, sehingga aku lebih sering menghabiskan hari-hariku dengan Eyang Ti.
Ia selalu memastikanku untuk makan setelah pulang sekolah. Masakkan Eyang Ti adalah kesukaanku. Walaupun hanya sayur bayam dan telur dadar yang mudah dibuat oleh siapa saja, tetapi makanan yang ia buat berbeda dari yang lain. Bagiku, semua makanan yang dibuat olehnya hanya ada satu di dunia dan pantas untuk diberi bintang lima.
ADVERTISEMENT
Walaupun ia sering memberi tahu resep masakannya, tentu akan berbeda jika aku yang membuatnya. Aku teringat saat ia mengajariku memasak, ia berkata “Kalau Eyang udah nggak ada, kamu bisa bikin ini. Gampang kok, bumbu kemasan tinggal kamu masukkin.”, ingatanku tidak terlalu kuat dan rasa menyesal karena tidak mengingat resep masakannya, masih aku rasakan hingga saat ini.
Sering kali, Eyang Ti selalu menanyakan keadaanku dengan penuh perhatian, "Bagaimana sekolahnya? Pasti lelah ya?", lalu ia memijatku dengan lembut di kala tubuhku terasa lelah sepulang sekolah. Sambil tetap memijat kakiku, Eyang Ti selalu menceritakan kisah-kisah dan pengalaman semasa hidupnya. Ia juga menjelaskan kepadaku asal-usul dan identitas keluarga besarku.
Di matanya, aku adalah cucu yang ceriwis dan ceria. Eyang Ti selalu menjadi pendengar setia cerita-ceritaku, meskipun tak ada habisnya. ia selalu menanggapi dengan penuh tawa dan candaan, membuatku merasa nyaman dan dicintai.
ADVERTISEMENT
Saat kecil, Eyang Ti selalu menjadi pendongeng favoritku. Dongeng "Si Tudung Merah" adalah cerita yang paling aku sukai. Suaranya yang lembut dan penuh kasih sayang, bagaikan melodi yang menenangkan, mengantarku ke alam mimpi yang indah.
Aku selalu terbangun dengan suara merdu Eyang Ti yang melantunkan ayat suci Al-Quran. Suaranya yang tenang dan penuh penghayatan, membawa kedamaian dan ketenangan di hatiku. Aku selalu ingin mendengarkannya, apalagi jika Eyang Ti membaca Surah Ar-Rahman, surah yang aku suka.
Eyang Ti juga menjadi sumber untukku belajar agama. Ia sering mengingatku untuk melakukan sholat lima waktu. Nasihat yang ia berikan selalu terselip mengenai agama dan moral.
Kini, Eyang Ti telah tiada. Kepergiannya meninggalkan lubang besar di hatiku. Aku tak bisa lagi merasakan kasih sayang dan kehangatannya secara langsung. Namun, kenangan indah bersamanya akan selalu aku simpan dalam lubuk hatiku terdalam.
ADVERTISEMENT
Tidak terasa air mataku turun tanpa permisi. Aku membuka mata, hanya membayangkan kenangan indah sudah cukup bagiku untuk mengurangi rasa lelahku. Aku bersyukur, aku masih menyimpan kenangan indah tersebut dalam kepalaku.
Meskipun air mata ini mengalir, hanya sebagai tanda aku mengingat bahwa Engkau telah tiada, namun semua didikanmu masih tetap hidup bersama ku setiap hari dan sepanjang waktu. Eyang Ti telah tenang dan bahagia di alam sana, terbebas dari rasa sakit dan kesulitan dunia.
Aku rindu setiap nasihat yang Engkau berikan untukku, kini telah berkurang satu penyemangat dalam hidupku. Aku akan selalu ingat dan tak pernah melupakan setiap kasih sayang yang dulu telah kau berikan.