Konten dari Pengguna

Bisakah Indonesia Emas 2045 Terwujud di Tengah Krisis Literasi?

Sabrina Putri
Mahasiswi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jakarta 2023
30 Mei 2024 7:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sabrina Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perbedaan interaksi antara orang tua dan anak. ©[Cottonbro Studio, Aleksandr Kichigin, Monkey Business Images, Kindel Media] via Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perbedaan interaksi antara orang tua dan anak. ©[Cottonbro Studio, Aleksandr Kichigin, Monkey Business Images, Kindel Media] via Canva.com
ADVERTISEMENT
Banyak orang tua memilih memberi gadget kepada anak-anak mereka agar tidak rewel. Meski praktis, kebiasaan ini berdampak negatif pada perkembangan literasi anak. Anak-anak lebih memilih konten visual di layar daripada buku, menghambat kemampuan membaca dan menulis mereka.
ADVERTISEMENT
Penggunaan gadget yang berlebihan juga mengurangi interaksi anak dengan orang tua. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk membaca bersama kini dihabiskan dengan bermain game atau menonton video. Interaksi ini penting untuk perkembangan literasi awal anak.
Ilustrasi pembelajaran di kelas. ©[Max Fischer] via Canva.com
Di sekolah negeri, pengajaran literasi sering kali kurang mendapat perhatian. Fokus pendidikan masih pada pengembangan kognitif seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam, sementara literasi hanya menjadi pelengkap. Guru-guru sering kekurangan pelatihan dan sumber daya untuk meningkatkan kompetensi literasi siswa.
Selain itu, rasio guru dan siswa yang tidak seimbang membuat guru sulit memberikan perhatian yang cukup pada setiap siswa. Kekurangan bahan bacaan yang menarik juga menjadi hambatan. Tanpa dukungan memadai, upaya meningkatkan literasi menjadi kurang efektif.
Ilustrasi daerah pelosok. ©[Stephane Bidouze] via Canva.com
Kesenjangan akses literasi antara kota dan desa masih serius. Di daerah terpencil, fasilitas pendidikan sangat terbatas dan sumber daya digital sulit dijangkau. Anak-anak di pelosok harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan materi bacaan berkualitas, membuat mereka tertinggal jauh dibandingkan dengan anak-anak di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Kurangnya dukungan pemerintah memperparah kondisi ini. Program-program literasi seringkali hanya terfokus di perkotaan. Kondisi geografis yang sulit dijangkau juga menjadi tantangan dalam distribusi bahan bacaan, memperlebar kesenjangan literasi.
Tantangan Merealisasikan Indonesia Emas 2045
Melihat kondisi literasi saat ini, merealisasikan Indonesia Emas 2045 terasa sangat menantang. Program-program yang ada belum cukup efektif dalam mengatasi masalah literasi yang kompleks ini. Rendahnya tingkat literasi menjadi hambatan besar untuk mencapai target sumber daya manusia berkualitas pada 2045.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, diperlukan upaya serius dan kolaboratif dari semua pihak. Orang tua harus lebih bijak dalam memberikan gadget kepada anak-anak, mengutamakan aktivitas yang dapat meningkatkan literasi. Guru harus didukung dengan pelatihan dan sumber daya yang memadai. Pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur pendidikan, terutama di daerah terpencil, agar akses literasi merata di seluruh negeri.
ADVERTISEMENT