Konten dari Pengguna

Donald Trump Ancam BRICS dengan Tarif 100%: Ancaman Baru bagi Ekonomi Global

Sabrina Alayya Taufiqirani
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret
31 Desember 2024 8:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sabrina Alayya Taufiqirani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, baru saja mengeluarkan pernyataan kontroversial yang mengancam akan memberlakukan tarif sebesar 100% terhadap negara-negara anggota BRICS jika mereka tetap melanjutkan rencana tidak menggunakan dolar AS dalam perdagangan internasional. BRICS adalah aliansi ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Tujuan dari aliansi ini adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar anggotanya serta menciptakan alternatif terhadap dominasi ekonomi negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Mereka memiliki rencana strategis untuk menciptakan sistem perdagangan yang tidak bergantung pada dolar AS.
ADVERTISEMENT
Donald Trump menganggap langkah BRICS sebagai ancaman langsung terhadap kekuatan ekonomi AS. Dengan mengurangi penggunaan dolar AS, BRICS berpotensi melemahkan dominasi dolar AS dan pengaruh ekonomi AS di pasar global. Akibatnya, Trump mengumumkan ancaman tarif sebesar 100% sebagai tanggapan atas tindakan ini, yang dianggap dapat menekan negara-negara anggota BRICS untuk tetap menggunakan dolar AS dalam perekonomian global.
Donald Trump dalam unggahannya di Instagram (Foto: Instagram @realdonaldtrump)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dalam unggahannya di Instagram (Foto: Instagram @realdonaldtrump)
Rusia, sebagai salah satu anggota utama BRICS, memberikan respons terhadap ancaman tersebut. Juru bicara pemerintah Rusia menggambarkan ancaman ini sebagai bentuk “agresi ekonomi” dan mengancam akan melakukan langkah balasan, termasuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap sistem keuangan yang didominasi oleh AS. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa kebijakan semacam ini dapat melanggar aturan perdagangan internasional dan menciptakan ketegangan yang lebih besar di pasar global. Beberapa negara non-BRICS, terutama yang memiliki hubungan perdagangan erat dengan AS dan BRICS, juga menyuarakan kekhawatiran mereka. Mereka takut bahwa ketegangan ini dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi global dan menekan ekonomi negara-negara berkembang.
ADVERTISEMENT
Apabila kebijakan tarif 100% ini diberlakukan, diprediksi akan membawa dampak besar bagi perekonomian global, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Negara-negara BRICS memegang peranan penting dalam rantai pasok global. China, sebagai pusat manufaktur dunia, akan menghadapi lonjakan biaya produksi yang dapat memengaruhi distribusi barang secara internasional. Produk-produk seperti elektronik, tekstil, hingga barang konsumsi lainnya diperkirakan mengalami kenaikan harga signifikan, yang akan berdampak langsung pada daya beli konsumen global. Di sisi lain, Rusia, sebagai salah satu pemasok energi utama dunia, kemungkinan besar akan menghadapi hambatan perdagangan yang signifikan. Hal ini dapat memicu kenaikan harga minyak dan gas, yang pada akhirnya meningkatkan biaya energi global secara keseluruhan.
Selain itu, efek domino dari dampak ini dapat dirasakan di berbagai sektor lainnya. Negara-negara berkembang yang bergantung pada impor bahan mentah dan barang jadi dari negara-negara BRICS akan merasakan dampaknya dalam bentuk kenaikan biaya produksi dan inflasi. Harga barang konsumsi, seperti makanan, elektronik, dan pakaian, diprediksi melonjak tajam, menekan daya beli masyarakat. Kebijakan tarif ini berisiko memicu ketidakstabilan di pasar global, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global serta memperburuk ketimpangan ekonomi antara negara maju dan berkembang.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara berkembang yang memiliki hubungan dagang dengan Cina dan India, dua anggota utama BRICS, Indonesia juga berpotensi terdampak oleh ancaman tarif ini. Ketergantungan Indonesia pada impor bahan baku dari Cina, seperti komponen elektronik dan tekstil, dapat menyebabkan lonjakan harga barang konsumsi dalam negeri, terutama barang elektronik, pakaian, dan kebutuhan lainnya. Selain itu, ketegangan global ini dapat menghambat ekspor Indonesia ke negara-negara BRICS, termasuk produk kelapa sawit dan karet, yang merupakan komoditas unggulan.
Meskipun ancaman ini menimbulkan risiko bagi ekonomi Indonesia, situasi ini juga dapat memberikan peluang strategis bagi penguatan posisi Indonesia dalam perdagangan internasional. Misalnya, Indonesia dapat memperkuat kerja sama regional melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) Langkah ini dapat dilakukan dengan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional, mempromosikan penggunaan mata uang lokal, serta mendorong inovasi di sektor industri lokal.
ADVERTISEMENT
Ancaman tarif 100% yang dilontarkan Donald Trump terhadap negara-negara BRICS menandai babak baru dalam dinamika ekonomi global yang penuh tantangan. Ketegangan ini tidak hanya berisiko memengaruhi hubungan dagang antara AS dan BRICS tetapi juga membawa dampak signifikan terhadap rantai pasok global, harga komoditas, dan stabilitas ekonomi dunia. Bagi Indonesia, meskipun ancaman ini memunculkan risiko, situasi tersebut juga membuka peluang untuk memperkuat peran strategis dalam perdagangan internasional. Melalui langkah-langkah adaptif, seperti diversifikasi pasar, pengurangan ketergantungan pada dolar AS, dan peningkatan daya saing industri lokal, Indonesia dapat memanfaatkan krisis ini sebagai momentum untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.