Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Hukum Merayakan Ulang Tahun Dalam Kacamata Islam
1 Juli 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sadam Ibnu Syukur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ulang tahun merupakan hari kelahiran seseorang yang menandai hari dimulainya kehidupan di luar rahim. Dalam beberapa kebudayaan, memperingati hari ulang tahun seseorang biasanya dirayakan dengan mengadakan pesta dengan keluarga dan teman. Hadiah sering diberikan pada orang yang merayakan hari ulang tahun. Pada saat seseorang merayakan hari ulang tahun, sudah menjadi kebiasaan untuk memperlakukan seseorang secara istimewa pada hari ulang tahunnya.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai budaya, ulang tahun juga memiliki makna simbolik yang berbeda-beda, dan perayaan ulang tahun dapat dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk, seperti memberikan hadiah, mengadakan pesta, atau mengadakan perayaan religius. Perayaan ulang tahun biasanya melibatkan beberapa unsur yang sudah menjadi tradisi, meskipun cara perayaannya bisa berbeda-beda antara satu budaya dengan budaya lain.
Momentum ulang tahun merupakan hari yang paling ditunggu oleh setiap orang, tak heran bila hari ulang tahun disebut sebagai momen paling spesial dalam mengarungi fase kehidupan. Sebab pada hari tersebut usia semakin bertambah, serta pertanda akan dihadapkan pada fase kehidupan selanjutnya. Perayaan ulang tahun biasanya diisi dengan berbagai macam acara, namun pada umumnya dirayakan dengan keseruan berkumpul bersama keluarga, kerabat dan teman untuk menyantap jamuan makanan dan minuman.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk kebanyakan umat Islam, juga turut merayakan ulang tahun setiap tahunnya. Meskipun demikian, sering kali timbul pertanyaan terkait hukum merayakan ulang tahun dalam Islam diperbolehkan atau tidak. Pasalnya, perayaan ulang tahun yang identik dengan pesta, potong kue, dan tiup lilin kerap kali dianggap menyerupai tradisi umat Nasrani.
Di Indonesia perayaan ulang tahun seringkali dilakukan oleh masyarakat, bahkan bisa dipastikan perayaan tersebut diadakan pada setiap tahunnya. Meski begitu, masih banyak kalangan yang mempertanyakan perihal kebolehan mengadakan perayaan momentum ulang tahun dalam Islam, apakah diperbolehkan?
Dilansir dari buku Batalkah Jika Melihat Sarung Imam yang Bolong? karya Ust. M. Syukron Maksum, hukum merayakan ulang tahun dalam Islam dasarnya tidak ditemukan di dalam nash, baik yang secara langsung melarangnya maupun menganjurkannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kaidah fiqih terdapat fatwa hukum al-Ashlu fil asya' al-ibahah, yaitu hukum dasar segala sesuatu adalah boleh, khususnya dalam masalah sosial kemasyarakatan, masalah budaya, masalah muamalat, atau kebiasaan yang berkembang di suatu masyarakat. Artinya, apabila perayaan ulang tahun dilaksanakan dalam rangka untuk muhasabah, introspeksi diri, mensyukuri usia yang bertambah, tentu saja menjadi baik.
Begitu pula keberadaan riwayat yang menceritakan bahwa setiap tanggal kelahiran Rasulullah SAW, beliau merayakannya atau sekedar mengingatnya. Akan tetapi, bukan berarti segala fenomena di masyarakat yang tidak ada contohnya di zaman nabi hukumnya menjadi haram.
Dalam kaidah fiqih terdapat fatwa hukum al-Ashlu fil asya' al-ibahah, yaitu hukum dasar segala sesuatu adalah boleh, khususnya dalam masalah sosial kemasyarakatan, masalah budaya, masalah muamalat, atau kebiasaan yang berkembang di suatu masyarakat.
Artinya, apabila perayaan ulang tahun dilaksanakan dalam rangka untuk muhasabah, introspeksi diri, mensyukuri usia yang bertambah, tentu saja menjadi baik. ”Perayaan ulang tahun sesungguhnya tidak pernah disunnahkan untuk dirayakan karena itu hukumnya tidak pernah sampai kepada sunnah apalagi wajib. Kalaupun didasarkan pada tradisi, maka paling tinggi hukumnya mubah,” tulis Syukron Maksum dalam bukunya.
ADVERTISEMENT
Sebagian ulama meliputi Syekh Ali Jum’ah, Syekh Salman Al-Audah, Syekh Amru Khalid, Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ Al-Mishriyyah), dan Lembaga Fatwa Palestina (Darul Ifta’ Al-Filasthiniyyah) mengatakan, merayakan hari ulang tahun diperbolehkan. Syaratnya, perayaan tersebut tidak mengandung perbuatan yang diharamkan, seperti ikhtilat (bercampur dengan yang bukan mahram). Mereka beralasan, merayakan hari ulang tahun merupakan salah satu cara mengingat nikmat kelahiran (kehidupan), dan satu momen melantunkan doa bagi orang yang berulang tahun. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Q.S Maryam: 33).
Ada ayat di atas, Nabi Isa AS berdoa agar diberikan limpahan kesejahteraan pada hari kelahiran, hari wafat, dan hari kebangkitannya kembali. Dengan demikian, merayakan hari ulang tahun, disertai lantunan doa agar orang yang berulang tahun diberikan umur panjang dan limpahan kesejahteraan, diperbolehkan. Selain itu, mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Abu Qatadah ra:
ADVERTISEMENT
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ.
Artinya: “Dari Abi Qatadah al-Anshari ra, bahwa Rasulullah saw ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau bersabda: Itu adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus sebagai Rasul atau diturunkan wahyu kepadaku.”
Pada hadits tersebut, Rasulullah menjelaskan alasan beliau berpuasa di hari Senin, bahwa hari itu merupakan hari dilahirkan dan diutusnya Nabi SAW. Artinya, hadits itu memberi isyarat bahwa hari kelahiran seseorang merupakan hari yang penuh nikmat, sehingga wajib disyukuri. Hadis itu juga memberi isyarat kebolehan merayakan hari-hari penuh nikmat, seperti hari kelahiran.
ADVERTISEMENT
Jadi, hukum merayakan ulang tahun dalam Islam pada dasarnya boleh-boleh saja jika ditujukan sebagai bentuk mensyukuri nikmat Allah SWT dan membahagiakan kerabat terdekat. Asalkan perayaan tersebut tidak melenceng dari syariat Islam dan tidak mengarah pada perbuatan yang diharamkan seperti maksiat atau mengonsumsi sesuatu yang jelas-jelas haram. Wallahu a'lam.
.