Isu Lingkungan dalam Kontestasi Elektoral

Sadam Afian Richwanudin
Peneliti Hukum dan Sumber Daya Alam
Konten dari Pengguna
4 November 2022 10:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sadam Afian Richwanudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bersamaan dengan dimulainya tahapan pemilihan Juli lalu, maka Indonesia telah memasuki tahun-tahun politik. Berbeda dengan beberapa Pemilu sebelumnya, pada 2024 mendatang Pemilu serentak akan dilaksanakan bersamaan dengan proses pemilihan kepada daerah. Meski tidak benar-benar dalam satu waktu, namun tentu dapat dibayangkan betapa riuhnya perpolitikan dalam dua tahun mendatang. Berkaca pada Pemilu 2019 saja, dampak baik secara politik maupun sosial dari pertarungan selama proses pemilu dapat dirasakan hingga hari ini.
Tutupan Hutan di Papua Barat (dok. Auriga Nusantara)
Dalam dua tahun ke depan masyarakat diprediksi akan melihat pertarungan calon-calon yang berebut mendapat suara sebanyak mungkin. Idealnya, calon akan saling menjual ide dan gagasan mereka untuk dibawakan dalam pemerintahan periode selanjutnya. Menarik untuk melihat posisi isu lingkungan hidup diantara sekian banyak isu yang akan dibawakan oleh para calon kandidat. Sebagai gambaran, pada 2019 lalu baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto tidak menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas dalam visi-misi mereka. Keduanya lebih banyak berfokus pada peningkatan ekonomi dan investasi, isu yang cukup seksi memang.
ADVERTISEMENT
Melihat dari gelagat dalam beberapa agenda belakangan seperti COP26 maupun G20, sudah seharusnya calon kandidat mulai menaruh concern pada isu lingkungan hidup. Apalagi kebijakan-kebijakan terkait ekonomi akan selalu terkait dengan lingkungan. Misalkan, dalam proses pembangunan berbagai proyek strategis nasional akan dilakukan banyak pembebasan lahan. Pada kasus-kasus seperti ini perlu pendekatan lingkungan demi meminimalisir konflik horizontal dan dampak buruk ke depannya.
Dalam gelaran COP26 tahun lalu, Presiden Jokowi telah menjanjikan bahwa dalam hal keuangan, Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif seperti pembiayaan campuran, sukuk hijau, dan obligasi hijau. Sementara, di sektor energi Jokowi juga berkomitmen untuk terus mengembangkan ekosistem mobil listrik dan membangun pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Jokowi menambahkan bahwa Indonesia juga akan terus memanfaatkan energi baru terbarukan serta pengembangan industri berbasis energi bersih, seperti pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.
ADVERTISEMENT
Bahkan, dalam agenda G20 yang menjadi perhatian Pemerintah dalam setahun ini, Pemerintah Indonesia mengagendakan penanaman bakau atau mangrove oleh pemimpin negara peserta KTT G20. Agenda ini merupakan bagian dari tema yang dipilih Jokowi dalam pelaksanaan KTT soal penanganan krisis iklim. Isu energi berkelanjutan merupakan salah satu dari tiga isu utama dalam KTT G20 disamping penanganan kesehatan yang inklusif dan transformasi berbasis digital. Baik dalam COP26 maupun G20, Indonesia sebenarnya telah menunjukkan gestur yang baik dalam penanganan isu lingkungan.
Calon kandidat pemimpin negara 2024 mendatang barangkali dapat belajar dari Anthony Albanese Perdana Menteri terpilih Australia yang memenangi Pemilu di sana berkat mengangkat isu mitigasi krisis iklim dan pelestarian lingkungan. Isu lingkungan juga menjadi isu yang menjadi topik utama dalam Pemilihan Presiden di Brasil. Lula da Silva yang terpilih menjadi Presiden baru Oktober lalu diharapkan menjadi pemimpin yang dapat menjaga kelangsungan hutan amazon. Jika melihat kondisi geografis Brasil dan Australia yang memiliki perhatian lebih terhadap lingkungan, sudah seharusnya para calon presiden Indonesia juga memiliki perhatian lebih terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Selain terwujud dalam visi-misi, komitmen calon presiden terhadap isu lingkungan dapat dilihat dari komentar terhadap isu-isu lingkungan dalam dua tahun ke depan. Dengan melihat apa track record ke belakang yang mana banyak calon didukung kuat oleh pebisnis yang berkecimpung di sumber daya alam, maka menarik untuk melihat para calon ini dalam memandang isu lingkungan. Seperti diketahui, sudah bukan hal yang asing jika pendukung calon presiden dari kalangan pengusaha umumnya banyak memiliki lini bisnis di industri batu bara maupun kelapa sawit, dua industri yang turut berkontribusi besar dalam angka deforestasi beberapa dekade ke belakang.
Maka, dalam beberapa waktu mendatang, kita akan melihat komitmen para calon pemimpin negara dalam isu lingkungan. Sebagai negara yang hutannya disebut sebagai salah satu paru-paru dunia, pemimpin Indonesia harus memberikan perhatian besar terhadap isu lingkungan. Pertama, hal tersebut demi menyukseskan komitmen-komitmen lingkungan jangka panjang yang telah dibuat oleh Pemerintahan sebelumnya. Kedua, demi mengantisipasi dampak-dampak buruk dari kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah longsor, ataupun kebakaran hutan, yang jika dilihat secara ekonomi justru penanganannya membutuhkan biaya besar, apalagi jika ditambahkan dengan hitungan biaya sosial yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT