Persoalan Kompleks Korupsi Kepala Daerah

Sadam Afian Richwanudin
Peneliti Hukum dan Sumber Daya Alam
Konten dari Pengguna
21 Februari 2022 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sadam Afian Richwanudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Logo KPK di Gedung Merah Putih ditutup kain hitam (koleksi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Logo KPK di Gedung Merah Putih ditutup kain hitam (koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belum genap satu bulan di permulaan 2022, KPK sudah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tiga kepala daerah yang ironisnya tersebar di tiga pulau berbeda. Ketiganya adalah Walikota Bekasi, Bupati Penajam Paser Utara, dan Bupati Langkat. Seakan hukuman yang selama ini diberikan oleh penegak hukum tak pernah memberikan efek jera, kepala daerah terus terjerat dalam pola korupsi yang hampir selalu sama. Suap dalam pengadaan barang dan jasa, serta suap dalam penunjukan jabatan.
ADVERTISEMENT
Pola modus yang terus berulang ini menggambarkan lemahnya institusi penegak hukum dan pengawas dalam menjalankan aturan yang mencegah tindakan yang merugikan negara dan masyarakat. Korupsi dengan modus yang sama juga makin menegaskan bahwa korupsi memang tak pernah lepas kaitannya dengan kekuasaan. Pelimpahan kekuasaan yang besar ke daerah yang digadang-gadang menjadi pintu bagi kesejahteraan masyarakat yang lebih luas, ternyata justru menjadi gerbang bagi segelintir orang untuk mengeruk keuntungan pribadi sebesar-besarnya.
Report World Economic Forum pada 2017-2018 menjelaskan bahwa korupsi masih menjadi faktor penghambat tertinggi bagi investor untuk berbisnis di Indonesia. Laporan ini sesungguhnya bisa menjadi acuan yang tegas bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan yang tidak kontra-produktif dengan tujuan peningkatan investasi. Namun dalam beberapa tahun belakangan, alih-alih membaik justru beberapa kebijakan Pemerintah memperlemah semangat pemberantasan korupsi. Dari diubahnya UU KPK dengan mekanisme dan substansi yang penuh persoalan, hingga upaya untuk mengeluarkan beberapa pegawai KPK berkompeten dengan cara-cara yang terstruktur (yang sayangnya berhasil).
ADVERTISEMENT
Pemerintah kini justru memberikan insentif beraneka ragam bagi investor dalam rupa pemotongan pajak hingga kemudahan administrasi. Dalam beberapa kajian, insentif ini selain tidak efektif, kenyataannya justru menjadi celah hilangnya potensi pendapatan negara. Pembentuk regulasi seakan abai bahwa korupsi adalah persoalan serius dalam rantai besar industri di Indonesia. Padahal kegagalan suatu sistem yang dibangun di Pemerintahan dan pembangunan bermula dari buruknya pembentukan kebijakan dan aturan yang baik.
Melihat korupsi kepala daerah juga tak lepas dari hulu dari proses panjang elektoral di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kontestasi pemilihan di Indonesia masih berbiaya mahal. Hingga saat ini belum terdapat kapasitas dan kemampuan penyelenggara untuk membangun sistem pemilihan berbiaya murah dengan tetap menjaga substansi demokrasi dengan baik. Politik uang, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi masih terjadi hampir di seluruh proses Pilkada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Program calon, visi-misi, dan rekam jejak pada kenyataannya belum menjadi sarana promosi yang efektif. Calon kepala daerah lebih sering menggunakan cara-cara kotor dengan memberikan uang kepada masyarakat. Realita ini tentu saja bukan hanya isapan jempol dan asumsi belaka, jika melihat beberapa gugatan kepala daerah di MK, hampir setiap penggugat pasti mencantumkan pelanggaran Pemilu berupa politik uang ke Mahkamah. Masih banyaknya celah korupsi dalam sistem Pilkada juga didukung dengan kemampuan minim dari calon kepala daerah untuk menawarkan program, serta kesadaran publik yang masih memilih untuk mendapatkan uang politik daripada janji program.
Dalam satu sistem dan problem politik berbiaya mahal, persoalannya juga selalu kompleks dengan cabang yang banyak dan tidak sederhana. Butuh kemampuan untuk mengurai persoalan-persoalan yang banyak tersebut. Kerjasama kolektif antar-lembaga yang berwenang menjadi salah satu hal yang wajib untuk dilakukan. Lembaga-lembaga yang terkait seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian, KPU, Bawaslu, dan DPR perlu duduk bersama untuk membentuk satu regulasi yang lebih tetap dan berkelanjutan untuk suatu proses pemilihan yang bersih dan demokratis. Tak cukup pemerintah, penting juga bagi masyarakat untuk lebih sadar politik. Maraknya korupsi oleh kepala daerah seharusnya cukup untuk menjadi pembelajaran penting dalam memilih kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Maka, saat ini penting untuk merefleksikan kembali upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus memperkuat kembali mekanisme dan sistem pengawasan lelang jabatan serta pengadaan barang dan jasa melihat banyaknya celah dalam proses ini. Komitmen e-procurement, e-budgeting, dan e-catalogue yang lebih transparan dan akuntabel juga harus diperkuat dengan regulasi yang mendukung. Selain itu, Pemerintah juga harus membentuk inspektorat/pengawas daerah yang bermutu dan kuat. Pendekatan institusionalis dengan mengungkap perkara dan menangkap orang ternyata belum menjadi cara yang jitu dan efektif dalam pemberantasan korupsi. Dibutuhkan komitmen pembentuk kebijakan dan regulasi untuk membangun sistem yang senada dengan semangat pemberantasan korupsi