Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
11 Ramadhan 1446 HSelasa, 11 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
"Ndasmu" dan "Kau yang Gelap", Bentuk Kemunduran Etika Komunikasi dan Demokrasi?
9 Maret 2025 12:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Saddam Syahdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pidato yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto kembali menuai kontroversi di masyarakat. Hal tersebut ia sampaikan pada HUT Partai Gerindra ke-17 yang dilaksanakan pada Senin, 17/02. Pada pidato nya ia membalas kritik yang diberikan oleh masyarakat tentang beberapa program yang dijalankan oleh pemerintahannya, diantara nya adalah Program Makan Siang Gratis (MBG) dan pemerintahan Prabowo yang dinilai terlalu "gemuk".
ADVERTISEMENT
Melansir dari BBC Rabu, 19/02, Presiden Prabowo telah mengklaim Program MBG telah tersalurkan kepada lebih dari 770 ribu anak sampai dengan pertengahan Februari dan diharapkan mencapai target 6 juta anak pada akhir Juli. "Tidak ada presiden yang punya tongkat Nabi Musa, negara kita sangat besar. Sudah kita mulai sekian ratus orang, masih ada yang komentar belum banyak." "Kalau enggak ada wartawan saya bilang ndasmu," ujarnya berbisik dan disambut tawa.
Lanjut berpidato, Presiden Prabowo kembali menyindir orang-orang yang mengkritik kabinetnya yang dinilai terlalu gemuk. "Ada orang-orang pinter: kabinet ini kabinet gemuk, terlalu besar," ucap Prabowo menirukan suara kritikan itu dengan nada meledek. "Ndasmu !," ucap Prabowo dengan nada berbisik direspon gemuruh para pejabat yang memenuhi ruangan acara. Hal itu mengundang banyak respon masyarakat yang menilai sebuah perkataan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang Presiden yang dinilai terlalu kekanak-kanakan dan seharusnya seorang Presiden menjadi contoh berkata santun dan elegan.
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Teuku Harza Mauludi. Berkomentar "Memang wajar saja [respon warganet], karena sikap ketidakdewasaan politik ketika dia [Prabowo] menggunakan kata-kata seperti ndasmu," ujar Harza kepada BBC News Indonesia. Teungku Harza menilai sikap tersebut mencerminkan seperti pemerintahan Presiden Prabowo tidak menerima kritik dan menganggap orang yang mengkritik adalah musuh. Padahal orang-orang yang mengkritik tidaklah selalu mempunyai niat menyerang. "Dia punya semacam pandangan bahwa demokrasi [kritik terbuka] seolah-olah musuh. Padahal kan enggak seperti itu." Ujar Teungku.
Sama hal nya dengan Pakar Komunikasi Politik LSPR, Lely Arrianie yang mengatakan sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan, Presiden Prabowo harusnya mengetahui bahwa pemerintahannya tidak akan lepas dari perhatian publik. Maka dari itu hal yang wajar akan banyak kritikan yang dilontarkan. "Toh memang kabinet gemuk ini kontraproduktif di tengah kebijakan efisien. Harusnya dia menjadi role model menunjukkan itu, bikin kabinet yang ramping." "Jadi kenapa harus marah dengan mengeluarkan kata tidak pantas seperti itu?" tanyanya.
ADVERTISEMENT
Selain Pidato Presiden Prabowo, Pidato Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut B. Pandjaitan juga menjadi perbincangan. Ia berpidato dalam acara Kumparan The Economic Insights 2025 di Westin Hotel Jakarta, Rabu (19/2). Saat itu ia menanggapi beberapa kejadian yang sedang viral terutama tagar #IndonesiaGelap dan dilakukan demonstrasi antar semua elemen masyarakat. Tagar tersebut semula menjadi slogan masyarakat yang menyoroti kebijakan pemerintahan sekarang yang dinilai bermasalah.
Melansir CNN , Kemarahan rakyat dipantik sejumlah kebijakan pemerintah seperti efisiensi anggaran hingga Rp306,69 triliun yang berdampak pada pelayanan publik, makan bergizi gratis (MBG), serta revisi UU Mineral dan Batu Bara (Minerba). Luhut mengatakan anak muda sebenarnya punya peluang bekerja di Indonesia. Ia mencontohkan 300 anak muda yang saat ini mengerjakan Government Technology alias Govtech.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ia menilai orang yang menilai Indonesia gelap tidak tepat. "Jadi kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengklaim sana-sini," katanya.
Pidato tersebut mengundang perhatian publik, karena masyarakat menilai pemerintahan Presiden Prabowo tidak terbuka terhadap kritik yang diberikan oleh masyarakat atas kebijakan yang telah dibuat. Dan dari kejadian dua pidato tersebut, sangat disayangkan pejabat publik bahkan Kepala Negara sekalipun tidak bisa menjadi contoh bagaimana merespon kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Mereka nampak hanya 'ceplas-ceplos' dan tidak memperhatikan etika dalam berkomunikasi dalam berbicara didalam forum resmi.
Dalam pandangan Demokrasi, kedua pidato tersebut juga dinilai tidak terbuka dan seolah membatasi kebebasan berpendapat, yang dimana kebebasan berpendapat telah dijamin oleh Undang-Undang. Di Negara yang menganut sistem Demokrasi, tentu adalah hal yang sangat wajar rakyat mempertanyakan dan mengkritik kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Selain karena rakyat juga bertugas untuk mengawasi kinerja pemerintah, kebijakan yang dikeluarkan juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini diharapkan tidak terjadi lagi karena bisa mempengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintahan dan juga mempengaruhi elektabilitas Presiden Prabowo.