Konten dari Pengguna

Warisan yang Terancam Punah: Perajin Sarung Golok Tradisional di Desa Mekarbakti

Saeful Rochman
Mahasiswa Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran
14 Juli 2024 15:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Saeful Rochman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi Pribadi. Foto Eem Sulaiman perajin sarung golok, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi Pribadi. Foto Eem Sulaiman perajin sarung golok, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di sudut terpencil Desa Mekarbakti, Sumedang, tepatnya di Dusun Lebak Bitung, RW 08, RT 33, Kecamatan Pamulihan, tersimpan warisan budaya yang hampir punah: seni ukir sarung golok tradisional. Sarung golok ini memiliki ciri khas ukiran seni pada pegangan dan sarungnya.
ADVERTISEMENT
Dulu, sarung golok ini sangat diminati kalangan orang tua di desa-desa. Namun, seiring perkembangan teknologi modern, produk ini menjadi langka. Meski demikian, di balik kelangkaannya, sarung golok ini makin dicari karena nilai budaya dan seni yang tinggi.
Perajin sarung golok di Desa Mekarbakti telah ada sejak tahun 1985, dipelopori oleh Bapak Eem Sulaiman dengan nama Ukiran Warangka Golok dan Gaet Dagiang Komara. Sekarang, di usia 60 tahun, beliau adalah salah satu pembuat sarung golok terkemuka di desa tersebut. Bersama anaknya, Eem menjalankan usaha ini dengan dedikasi selama puluhan tahun. Dalam satu hari, mereka bisa menghasilkan 20 golok utuh untuk dijual ke pengepul.
Hasil golok buatan Eem tidak hanya berfungsi sebagai alat sehari-hari, tetapi juga menjadi simbol budaya lokal. Setiap pisau dan golok memiliki ciri khas seni dan kekayaan tradisi lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Selain sarung golok, mereka juga menawarkan produk lain seperti sarung arit, kujang, dan keris.
ADVERTISEMENT
Proses pembuatan sarung golok melibatkan beberapa tahapan penting.
"Pertama, kayu besar dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kemudian, kayu dibentuk menjadi pegangan dan sarung golok yang pas. Setelah itu, golok dipasangkan dengan pegangan sarungnya. Langkah berikutnya adalah mengukir pegangan dan sarung golok secara manual untuk memberikan detail estetis. Terakhir, dilakukan proses finishing atau pewarnaan agar pegangan dan sarung golok tampak mengkilap dan menarik," ujar Eem (9/7/2024).
Proses ini memerlukan kesabaran dan keterampilan tinggi karena ukiran seni dari setiap sarung golok harus presisi. Bahan-bahan yang digunakan juga harus berkualitas agar produk tahan lama dan ringan digunakan. Eem menggunakan kayu jambu biji untuk pegangan dan kayu mahoni untuk sarungnya.
"Kedua bahan ini kuat dan tidak mudah pecah," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun memiliki nilai sejarah dan seni yang tinggi, jumlah perajin pisau di Desa Mekarbakti makin berkurang. Banyak generasi muda yang tidak tertarik melanjutkan profesi ini karena dianggap tidak menjanjikan secara finansial dan proses pembuatannya sangat sulit.
"Saya sudah melatih 10 pemuda desa untuk membuat sarung golok, namun belum ada yang mampu membuatnya sesuai standar yang saya inginkan," jelasnya.
Selain itu, masuknya produk pisau dan golok dari pabrik yang lebih murah dan mudah didapat juga mengancam keberadaan pisau tradisional ini. Ironisnya, di tengah ancaman kepunahan, minat terhadap sarung golok buatan Eem Sulaiman justru meningkat.
"Permintaan dari pengepul setiap minggu cukup tinggi, namun sangat disayangkan kami tidak bisa memenuhi permintaan tersebut karena hanya memiliki sedikit sumber daya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Eem selalu bertanya kepada pengepul mengapa produknya begitu diminati.
"Produk sarung golok Pak Eem Sulaiman memiliki nilai budaya dan seni ukir yang tinggi," tutur pengepul.
Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan sangat menghargai keindahan seni yang terkandung dalam setiap sarung golok buatan Eem Sulaiman.
Kelangkaan perajin sarung golok di Desa Mekarbakti bukan hanya cerita tentang profesi yang hampir punah, tetapi juga cerminan perjuangan mempertahankan warisan budaya.
Di balik setiap sarung golok yang dihasilkan, tersimpan kisah panjang tentang keahlian, dedikasi, dan cinta terhadap tradisi. Dukungan dan apresiasi dari masyarakat diharapkan dapat terus menjaga keberlanjutan kerajinan ini untuk generasi mendatang.
Saeful Rochman, mahasiswa Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran