Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Urgensi Pencatatan Nikah Terkait Indonesia sebagai Negara Hukum
29 Mei 2022 11:28 WIB
Tulisan dari Safira Anissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernikahan merupakan suatu akad nikah yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga yang harmonis. Tujuan pernikahan yaitu menjauhkan diri baik laki-laki ataupun perempuan dari perzinahan. Lalu bagaimana pandangan Undang-undang tentang pernikahan?
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu penjelasan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Pernikahan yang berbunyi Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut pertauran perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penjelasan tersebut, apakah wajib untuk mencatatkan pernikahannya di Indonesia?
Pencatatan pernikahan merupakan hal yang wajib terhadap suatu pernikahan. Pencatatan pernikahan pada dasarnya sebagai hak yang dasar dalam mulai untuk berkeluarga. Sebab pencatatan pernikahan merupakan suatu upaya melindungi istri serta anak dalam mendapatkan hak dan hukum yang jelas dan adil. Maka dengan ini pencatatan pernikahan suatu keharusan untuk kemaslahatan pernikahan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia pencatatan pernikahan dijelaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (2), pernyataan di dalam pasal tersebut secara lugas menjelaskan bahwa setiap pernikahan wajib dicatat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Bilamana pernikahan tidak dicatatkan sesuai perundang-undangan yang berlaku akan mengakibatkan dampak buruk bagi pernikahan tersebut.
Bagaimana dengan masyarakat muslim di Indonesia, apakah ada ketentuan hukum dalam melakukan pencatatan pernikahan?
Bagi masyarakat muslim Indonesia terdapat Kompilasi Hukum Islam yang mewajibkan pernikahan harus dicatat, agar terjaminnya ketertiban dan keadilan bagi masyarakat yang melakukan pernikahan. Khususnya bagi para istri atau perempuan umunya agar terdapat keadilan bagi dirinya dan pernikahannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi: agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat, dilanjutkan pada ayat (2): Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh pegawai Pencatatan Pernikahan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1946 jo UU Nomor 32 Tahun 1954.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam, maksud dari “harus dicatat” adalah hanya untuk menjamin ketertiban dan keadilan bagi pernikahan umat muslim Indonesia. Dengan ketentuan dalam pasal tersebut umat muslim Indonesia harus menyadari pentingnya pencatatan pernikahan. Hal ini dikarenakan agar terjaminnya kesetaraan keadilan bagi calon istri maupun suami.
Apabila tidak dilakukan pencatatan pernikahan, apakah ada dampak yang diberikan?
Pernikahan yang tidak dicatatkan tentu memiliki konsekuensi hukum yang bisa merugikan pasangan, bahkan anak yang dihasilkan. Pernikahan yang tidak dicatatkan sangat merugikan terutama bagi pihak perempuan, karena perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah menurut undang-undang. Apabila ada kekerasan atau kdrt di dalam rumah tangga, perempuan tidak bisa mendapatkan keadilan di dalam pengadilan.
ADVERTISEMENT
Selain itu tidak adanya pencatatan pernikahan sangat melemahkan hukum bagi suatu pernikahan tersebut. Sebab dengan tidak adanya pencatatan sulit untuk dapat diselesaikannya masalah seperti hak waris, hak suami istri, dan hak-hak atas anak di pengadilan. Terutama hak-hak atas anak, jika terjadi perceraian terhadap orang tuanya dan sudah memiliki anak, maka anak itu susah untuk mendapat perlindungan.
Bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia mengenai pencatatan pernikahan tersebut?
Sebagian masyarakat Indonesia menyatakan bahwa pencatatan pernikahan merupakan termasuk dari bagian syarat sahnya perkawinan. Mereka yang berpendapat tersebut adalah sarjana dan ahli hukum yang selalu patuh dalam melaksanakan pernikahan berdasarkan hukum perdata. Selain para sarjana dan ahli hukum terdapat juga masyarakat yang ingin merasa aman dan adil dalam pernikahannya. Sebab keadilan dalam pernikahan sangat berpengaruh terhadap keluarga, terutama istri.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain terdapat juga masyarakat yang tidak menyetujui pencatatan pernikahan, mereka berpandangan bahwa pencatatan pernikahan bukan salah satu dari syarat sahnya pernikahan, melainkan hanya suatu persoalan administrasi saja. Padahal melalui pencatatan pernikahan yang diikuti dengan terbitnya buku nikah, akan dapat membuktikan bahwa seseorang benar-benar telah menikah dan mendapatkan hak-hak dan keadilan dalam suatu masalah di dalam pernikahannya.
Pendapat lain mengenai lemahnya pencatatan pernikahan yaitu karena persyaratannya yang terlalu rumit. Bagi masyarakat yang ingin menikah lebih dari satu kali tetapi tidak mendapatkan izin dari istri pertama, apabila ia harus mendaftarkan pernikahannya ke petugas pencatatan pernikahan itu menjadi persoalan yang rumit. Sebab persyaratan terbaru yang dikeluarkan UU tentang berpoligami, harus adanya persetujuan dari istri/istri-istri. Apabia tidak mendapat persetujuan dari istri pertama dan agar tidak terjadinya zina, maka dilakukannya nikah dibawah tangan atau tanpa adanya pencatatan pernikahan.
ADVERTISEMENT