Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Wisata Edukasi Jamur Borobudur: Dari Kegagalan hingga Omset Ratusan Juta
23 Januari 2025 18:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Safira Evelyn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Magelang – Setiap orang memiliki kesulitan masing-masing dalam menjalani hidupnya. Namun, tidak semua orang mampu menghadapi kesulitan tersebut dengan menjadikannya sebagai peluang. Isna Yuliani adalah salah satu contoh inspiratif yang berhasil mengubah sebuah keterbatasan menjadi sebuah peluang. Dengan kondisi buta warna yang dialaminya, Isna sempat mengalami kesulitan saat melamar pekerjaan yang diimpikannya. Banyak perusahaan menolak pelamar dengan kondisi buta warna.
ADVERTISEMENT
Pada Sabtu (14/12/2024), saya berkesempatan mewawancarai Isna Yuliani, yang kini menjadi pemilik budidaya jamur bernama “Jamur Borobudur.” Saat itu, saya bertanya bagaimana beliau membangun usaha jamur tersebut. Dalam wawancara, Isna Yuliani dengan antusias menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. “Saya mengalami kesulitan mencari pekerjaan karena buta warna,” jelasnya.
Keingintahuan Isna terhadap dunia pertanian membawanya memulai usaha budidaya jamur. “Awalnya hanya coba-coba, tapi ternyata peluangnya besar,” ujarnya. Dari percobaan itu, ia mulai serius mendalami bisnis jamur ketika melihat potensi besar dari ketertarikannya.
Isna menyadari bahwa ia tinggal dekat dengan Candi Borobudur, destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Hal ini mendorongnya untuk menggabungkan aspek wisata dan usaha pertaniannya. “Di daerah sini mata pencahariannya rata-rata di bidang pariwisata. Waktu itu, saya bertani jamur dan mengolah jamur. Kemudian, saya berpikir, bagaimana caranya agar pertanian jamur ini bisa terhubung dengan sektor wisata. Akhirnya, saya memutuskan untuk membuat wisata edukasi. Kami menjelaskan proses budidaya jamur kepada para pengunjung, dan ternyata respons wisatawan sangat baik. Banyak yang tertarik mengarahkan pengunjung ke tempat kami,” ujarnya.
Dalam wisata edukasi yang dikelolanya, pengunjung dapat memperoleh pengalaman baru. Mereka tidak hanya melihat proses budidaya jamur dari awal hingga panen, tetapi juga belajar mengolah jamur menjadi makanan lezat. Anak-anak hingga orang dewasa antusias menyaksikan bagaimana media tanam dari serbuk kayu, kapur, dan air diproses menjadi tempat tumbuh jamur. “Jamur Borobudur memulai usaha di bidang budidaya jamur pada tahun 2013. Kami memulai dengan membuat media tanam jamur, lalu menjual jamur mentah ke pasar. Pada 2016, kami mulai mengembangkan usaha ke produk olahan jamur, seperti keripik jamur, dan pada 2018, kami menambahkan wisata edukasi,” jelasnya tentang perjalanan bisnisnya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2013-2024, Isna mengakui bahwa tidak ada bisnis yang berjalan mulus. Ia juga pernah mengalami kegagalan. “Saya masih ingat, waktu pertama kali mencoba membuat keripik jamur, hasilnya gosong dan tidak laku,” ujarnya sambil tersenyum, menganggapnya sebagai pengalaman berharga. Dalam menghadapi kegagalan, Isna menjadikannya motivasi untuk terus maju. Ia menyadari bahwa berhenti saat itu berarti menyia-nyiakan usaha yang telah dimulai dari nol. Isna terus belajar melalui berbagai sumber, seperti YouTube, Google, hingga pengalaman dari orang-orang yang dikenalnya.
Proses budidaya jamur yang dijalani melibatkan tahapan pengukusan hingga penanaman bibit. Pengukusan dilakukan selama 10 jam untuk memastikan media tanam bebas dari kontaminasi jamur liar. Setelah itu, media ditanami bibit jamur dan membutuhkan waktu sekitar satu bulan hingga siap panen. Tanda jamur siap panen adalah perubahan warna menjadi putih. Panen dilakukan dengan cara memetik batang jamur tanpa merusak akarnya.
ADVERTISEMENT
“Kerja sama dengan petani lokal sangat penting dalam budidaya jamur,” ujar Isna. Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh kelembapan, sirkulasi udara yang baik, dan suhu yang tepat. Jamur membutuhkan suhu di bawah 30 derajat Celsius dan terhindar dari sinar matahari langsung.
Kini, produk olahan jamur hasil usahanya, seperti keripik jamur, sambal jamur, rendang jamur, bakso jamur, hingga minuman seduh dari jamur lingzhi, banyak diminati. Selain itu, Isna juga menjual media tanam (baglog) untuk budidaya jamur. Dari usahanya, Isna berhasil meraup omzet sekitar Rp100 juta hingga Rp140 juta per bulan, dengan keuntungan bersih sebesar 30%.
Perjalanan Isna Yuliani memberikan pelajaran berharga bahwa keterbatasan tidak selalu menjadi hambatan. Dengan ketekunan dan kreativitas, keterbatasan dapat diubah menjadi peluang besar. Selama ada usaha dan kemauan untuk belajar, kesuksesan bukanlah hal yang mustahil.
ADVERTISEMENT