Mengapa Banyak Orang yang Menyukai Horor? Psikologi Menjelaskan!

Safira Rahmadina
Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Desember 2022 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Safira Rahmadina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dari penulis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dari penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teman-teman, apakah kalian pernah bertanya-tanya mengapa horor begitu menarik minat banyak orang meskipun itu membuat mereka ketakutan? Padahal kan biasanya manusia tidak ingin menemui keadaan yang menyeramkan dalam kehidupan mereka. Untuk menjawab rasa penasaran tadi, kita bisa membahasnya dari sisi psikologis, lho, yang tentu saja berusaha menjelaskan dari sisi mental manusia.
ADVERTISEMENT
Respons stimulasi yang diwarisi turun-temurun
Kita mengawali hal ini dengan pembahasan dari sudut pandang psikologi evolusioner, ya. Mathias Clasen berpendapat bahwa respons kita akan ketakutan dan merasakan bahaya bisa ditelusuri dari keadaan lingkungan yang dihadapi oleh nenek moyang kita. Sehingga pada akhirnya respons pertahanan dari hasil adaptasi pada lingkungan yang penuh bahaya tersebut terwarisi hingga ke manusia-manusia modern saat ini.
Nah, manusia-manusia modern saat ini, dari Clasen, memang jarang menghadapi keadaan mengerikan yang biasa dialami oleh leluhur kita ya guys. Akan tetapi, kita dapat mengaktifkan respons adanya bahaya yang ditandai dengan perasaan takut dan waspada.
Contohnya saja begini guys, menurut penilitian Öhman dan kawan-kawan, manusia pasti lebih cepat mendeteksi seekor ular di antara sekumpulan bunga dibandingkan mendeteksi sebuah bunga di antara sekumpulan ular. Benar gak tuh? Fokus perhatian manusia akan bahaya dan respons itulah yang merupakan buah adaptasi lingkungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Teori excitation transfer
Dalam teori yang dikemukakan Zillmann ini, dia berpendapat bahwa reaksi stimulasi yang dihasilkan dari ketakutan serta keadaan sulit yang bisa mereka atasi dapat menaikkan tingkat kesenangan atau kepuasan hingga ke perasaan euforia. Jika hal tersebut tak terjadi, maka akan jatuh pada keadaan disforia, ketidakpuasan.
Pengalaman katarsis
Katarsis dalam pengertian psikoanalisa Freud adalah pengalaman mengeluarkan emosi yang selama ini ditahan. Coolidge menilai bahwa menonton film horor bisa dibilang adalah pengalaman katarsis. Penonton secara sukarela menerima emosi yang dihasilkan tetapi mereka merasa bisa mengontrol situasi karena mereka sendiri berada di tempat yang aman saat menonton horor tersebut.
Lalu, apa hubungan yang baru saja dijelaskan dengan sebagian manusia yang menyukai horor? Dari penelitian Hoffner dan Levine terdapat 5 (lima) bahasan preferensi seseorang dalam menikmati ketakutan yang disediakan dalam konten horor, inilah dia:
ADVERTISEMENT
1. Empati
Hoffner dan Levine berpendapat, tingkat empati yang rendah biasanya dikaitkan dengan seseorang yang menikmati penderitaan yang dialami karakter protagonis dalam konten horor. Namun, bukan berarti orang dengan tingkat empati yang tinggi tidak menyukai horor, yah. Mereka bisa saja menikmati jalan cerita mendebarkan yang disediakan atau konklusi cerita yang mengarah ke happy ending.
2. Pencarian akan sensasi
Yah, yang namanya manusia pasti ada saja rasa penasaran dalam mencari sensasi yang belum pernah mereka rasakan. Manusia bahkan rela lho meresikokan dirinya untuk melihat hal yang menyeramkan demi mendapatkan pengalaman seperti itu, begitulah Zuckerman menjelaskan. Lebih lanjut, seseorang dengan tingkat pencarian sensasi yang tinggi menikmati stimulasi emosi negatif yang membuat mereka berada pada tingkat kepuasan yang besar.
ADVERTISEMENT
3. Agresivitas
Agresivitas adalah perilaku seseorang yang cenderung untuk melakukan kekerasan dan menyakiti. Jadi, tidak heran yah dalam penelitian Hoffner dan Levine ini mereka mengaitkan tingkat agresivitas seseorang dalam menikmati konten horor. Tentu saja seseorang dengan tingkat agresivitas yang tinggi cenderung menyukai kekerasan yang disediakan dalam konten horor.
4. Perbedaan gender seks
Kita pasti sudah tahu siapa kira-kira gender yang lebih menikmati horor? Yaps. tentu saja itu adalah laki-laki. Dalam berbagai penelitian yang dijelaskan, laki-laki dikaitkan dengan keahlian menguasai rasa takut serta keberanian, sedangkan wanita dikaitkan dengan ketakutan dan kesulitan untuk melihat hal yang menyeramkan.
Penjelasan dalam hal ini dapat dilihat dari teori sosialiasasi gender yang dikemukakan oleh Zaslow dan Hayes. Kalian pasti tahu kan, kalau laki-laki diharapkan untuk tidak takut dan tidak membuat ekspresi ketakutan, sedangkan wanita diperbolehkan untuk mengekspresikan ketakutannya. Sehingga dalam hal ini membuat pria mampu menikmati konten menyeramkan dari horor dibandingkan dengan para wanita.
ADVERTISEMENT
5. Perbedaan usia
Tentu saja dapat diketahui bahwa orang dewasa lebih mampu mengatasi rasa ketakutan dibandingkan anak kecil yang belum memiliki banyak pengalaman, yah. Lalu bagaimana nih dengan remaja? Remaja justru merupakan kelompok umur yang sangat tertarik pada horor. Hal ini dikarenakan remaja sudah memiliki cara tersendiri untuk mengatasi rasa ketakutan tersebut sehingga mereka merasa puas jika dapat bertahan dari kengerian yang ditawarkan.
Terlepas dari ragam hasil penelitian yang berusaha dirangkum, horor merupakan wadah imajinatif di mana hal-hal mengerikan yang tidak masuk akal pun dapat terjadi, serta mengeluarkan respons ketakutan kita yang terbaik dari sana. Sebagai penutup, Clasen mengatakan, “Jika lingkungan leluhur kita tidak berbahaya, jika kita semua sama sekali tidak memiliki perasaan takut, kita tidak akan memiliki cerita horor hari ini".
ADVERTISEMENT
Referensi:
Clasen, M. (2012). Monsters evolve: A biocultural approach to horror stories. Review of General Psychology, 16(2), 222–229. doi:10.1037/a0027918
Fischoff, S., Dimopoulos, A., Nguyen, F., & Gordon, R. (2003). Favorite Movie Monsters and Their Psychological Appeal. Imagination, Cognition and Personality, 22(4), 401–426. doi:10.2190/cj94-83fr-7hqw-2jk4
Hoffner, C. A., & Levine, K. J. (2005). Enjoyment of Mediated Fright and Violence: A Meta-Analysis. Media Psychology, 7(2), 207–237. doi:10.1207/s1532785xmep0702_5