Konten dari Pengguna

Stereotip Gender: Guru Seni Tari Laki-laki di Indonesia

safitri heragni
Mahasiswa Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Yogyakarta.
6 April 2025 9:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari safitri heragni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Praktek Mata Kuliah pada Peogram Studi Pendidikan Seni Tari FBSB UNY (Sumber : Khansa' Sevira)
zoom-in-whitePerbesar
Praktek Mata Kuliah pada Peogram Studi Pendidikan Seni Tari FBSB UNY (Sumber : Khansa' Sevira)
ADVERTISEMENT
Kesenian Indonesia yang beragam khususnya seni tari dengan berbagai gaya dan ciri khasnya seringkali menimbulkan pandangan lain tentang seorang guru tari. Secara tradisional, peran guru seni tari lebih sering diidentifikasikan dengan perempuan. Namun, anggapan ini menciptakan stereotip yang merugikan dan menghambat potensi guru tari laki-laki di Indonesia. Artikel opini ini akan membahas stereotip tersebut dan menyerukan perubahan perspektif yang lebih inklusif.
ADVERTISEMENT
Gagasan bahwa tarian hanya dilakukan oleh wanita adalah stereotip yang paling umum. Pria yang menari sering dianggap “aneh” atau “tidak maskulin”. Anggapan ini berasal dari konstruksi sosial gender yang terbatas, di mana laki-laki dianggap kuat secara fisik dan kasar, sementara perempuan dianggap artistik dan sensitif. Karena itu, guru senitari laki-laki sering kali menghadapi prasangka dari komunitas dan lembaga pendidikan mereka.
Stereotip ini memiliki efek yang luas. Karena takut akan penolakan sosial, banyak pria berbakat yang ragu-ragu untuk menjadi guru tari. Karena itu, ada kelangkaan guru tari laki-laki, yang membatasi berbagai sudut pandang dan metode yang dapat digunakan dalam pengajaran tari. Guru tari laki-laki sebenarnya dapat menyumbangkan sudut pandang yang berbeda dan berharga yang dapat meningkatkan pengalaman pendidikan siswa dan memperluas pemahaman mereka tentang tarian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Guru tari laki-laki dapat berkontribusi secara signifikan dalam beberapa cara. Mereka dapat memberikan metode alternatif untuk koreografi, mengajarkan cara mengekspresikan diri melalui tarian yang bisa lebih mudah diikuti oleh siswa laki-laki, dan bahkan menjadi panutan bagi generasi penggemar tari laki-laki kedepannya. Selain itu, partisipasi mereka dapat membantu menghilangkan prasangka gender yang menghambat kemajuan tarian secara umum..
Berbagai pihak harus mengubah sikap dan perilaku mereka untuk mengatasi prasangka ini. Untuk guru tari laki-laki, sekolah dan lembaga pelatihan lainnya harus menciptakan lingkungan yang ramah dan mendukung. Selain itu, media memainkan peran penting dalam mempromosikan citra yang baik bagi guru tari laki-laki dan menunjukkan bahwa menari tidak hanya dilakukan oleh perempuan. Yang terpenting, kita semua harus mengenali dan melawan stereotip gender dan menghargai kontribusi semua orang, tanpa memandang jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, perkembangan tari secara keseluruhan terhambat oleh stereotip gender guru tari laki-laki di Indonesia. Kita dapat membuka pintu bagi lebih banyak guru tari laki-laki untuk bergabung dan meningkatkan kancah tari Indonesia dengan mengubah sikap dan menumbuhkan suasana yang lebih ramah. Mari kita kenali berbagai bakat di industri tari dan lepaskan prasangka yang ada.