Etika Lingkungan: Cara Pandang Manusia terhadap Relasinya dalam Ekosistem

Safril Umar Ashiddiqi
S.Pd. Biologi UM Surabaya
Konten dari Pengguna
11 April 2024 7:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Safril Umar Ashiddiqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi ekosistem sumber foto : shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi ekosistem sumber foto : shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lingkungan menjadi hal yang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan manusia sebagai ruang untuk hidup. Berbagai unsur penunjang utama kehidupan manusia disuplai dari lingkungan seperti air, tanah, udara, bahan makanan organik dan masih banyak lagi. Manusia sendiri cenderung menjadi aspek yang punya potensi besar untuk memberi dampak positif maupun negative terhadap ekosistem.
ADVERTISEMENT
Namun belakangan ini manusia semakin melupakan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Upaya eksploitasi alam besar-besaran telah memberi banyak dampak negatif, misalnya deforestasi yang masif mengakibatkan kenaikan suhu bumi dengan signifikan di mana hal tersebut dapat menimbulkan bencana iklim seperti wilayah tertentu di bumi menjadi tidak layak dihuni manusia akibat terlalu panas, mencairnya es di kutub menyebabkan permukaan air laut naik yang akan menenggelamkan banyak wilayah bumi serta banyak lagi.
ilustrasi deforestasi sumber foto : shutterstock

Etika Lingkungan

Kajian mengenai ekologi telah melahirkan banyak teori untuk ketahanan ekosistem jangka panjang salah satunya mengenai etika lingkungan. Etika lingkungan dapat dimaknai sebagi cara pandang dan perilaku etis manusia terhadap alam sebagai salah satu bagian dari ekosistem yang paling bisa memberi pengaruh baik positif maupun negatif. Pemahaman mengenai prinsip-prinsip etika lingkungan menjadi penting untuk membangun kesadaran umum bahwa manusia dengan alam saling membutuhkan dan manusia tidak berhak mendominasi, harus memanfaatkan alam secara bijak.
ADVERTISEMENT

Antroposentrisme

Teori ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam dan segala kebijakan terhadap lingkungan hidup harus berdasarkan pada kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebagai teori paling dangkal (Shallow environmental ethics) dan bersifat egois karena menganggap alam hanya sebagai objek serta sarana untuk memenuhi kebutuhan hajat manusia sehingga menyebabkan eksploitasi tanpa mempedulikan keseimbangan ekosistem.

Biosentrisme

Biosentrisme memandang semua makhluk hidup sebagai sesuatu yang mempunyai hak untuk lepas dari kepentingan manusia serta menempatkan alam dan makhluk hidup dengan nilai moral yang ada dalam dirinya masing-masing. Menurut teori ini, alam adalah komunitas moral, baik manusia maupun makhluk hidup lain pantas dipertimbangkan nilai kehidupannya secara serius tanpa memperhatikan pertimbangan hajat manusia.

Ekosentrisme

Dalam pemahaman ekosentrisme, makhluk hidup (biotik) dan benda tak hidup (abiotik) saling berkaitan. Ekosentrisme memperluas etika mencakup seluruh aspek ekologis baik yang hidup maupun tidak untuk membangun ekosistem yang sehat. Menurut teori ini, aspek biotik dan abiotik saling menopang untuk menciptakan keseimbangan sehingga dianggap sebagai etika lingkungan dengan pemahaman mendalam (Deep Environmental Etnics).
ADVERTISEMENT