Konten dari Pengguna

Pajak Crypto di Era Digital Dari Blockchain ke Kas Negara

Safrizal Bima Arsyada
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN Program Studi Sarjana Terapan Manajemen Aset Publik Reguler
26 Desember 2024 16:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Safrizal Bima Arsyada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perhitungan Pajak atas Transaksi Cryptocurrency, generated by AI
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perhitungan Pajak atas Transaksi Cryptocurrency, generated by AI
ADVERTISEMENT

Apa itu Crypto?

generated by AI
zoom-in-whitePerbesar
generated by AI
Popularitas cryptocurrency mulai banyak dibicarakan di Indonesia sejak tahun 2018, namun mulai diregulasi sejak 2019 oleh Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi). Regulasi tersebut mengakui aset crypto sebagai komoditas digital yang sah untuk diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia. Peraturan tersebut juga mensyaratkan secara teknis dan administrasi bagi pedagang kripto atau crypto exchange (Bappebti, 2019).
ADVERTISEMENT
Mayoritas mata uang digital dibuat dengan menggunakan teknologi yang dikenal sebagai "blockchain". Teknologi ini menggunakan kriptografi untuk memungkinkan transfer nilai, atau uang dalam arti sempit, di luar sistem moneter tradisional tanpa melibatkan pihak ketiga, seperti bank sentral atau bank komersial. Akibatnya, sistem pengiriman sering disebut sebagai "cryptocurrency", yang merujuk pada mata uang berbasis kriptografi. Banyak orang percaya bahwa cryptocurrency lebih dari sekadar mata uang digital. Cryptocurrency dapat didefinisikan sebagai representasi digital dari nilai atau hak kontrak yang menggunakan teknologi tertentu untuk memungkinkan transfer, penyimpanan, atau perdagangan secara elektronik (Стойка, 2021).
Sebagaimana diumumkan oleh Bappebti, sektor mata uang digital Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan pada tahun 2024. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah investor kripto yang melebihi 20 juta dan transaksi senilai Rp 211 triliun dari Januari hingga April 2024. Menariknya, mahasiswa merupakan 23,7% pelanggan aset kripto pada tahun 2023 (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2024). Menurut sumber lain, total transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp 475,13 triliun hingga Oktober 2024 (Geby, 2024). Oleh karena itu, nilai transaksi melonjak lebih dari dua kali lipat dalam enam bulan setelah April 2024. Penumbuhan pesat transaksi perdagangan kripto menunjukkan tingginya aliran pendapatan di industri ini.
ADVERTISEMENT

Bagaimana Pajaknya?

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa transaksi cryptocurrency harus dikenakan pajak. Ini didasarkan pada ayat pertama Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Mengingat keuntungan modal dari investasi kripto dapat mencapai puluhan hingga jutaan dolar secara global, ada kemungkinan besar negara akan menghasilkan pajak dari transaksi kripto. Oleh karena itu, pengenaan pajak pada transaksi kripto adalah tindakan yang bijaksana untuk meningkatkan penerimaan dari sektor cryptocurrency di negara (Baer, 2023).
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, Kementerian Keuangan telah melakukan kajian dan penelitian yang menghasilkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Namun, pembahasan kali ini akan difokuskan terlebih dahulu pada aspek PPh.

Tarif Pajak Crypto

Menurut Pasal 19, penjualan aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Pasal-pasal berikutnya memberikan penjelasan lebih lanjut tentang ketentuan ini. Secara singkat, pajak atas keuntungan dari penjualan aset kripto dibagi menjadi dua kategori:
Pajak ini dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh crypto exchange yang bersangkutan, yang juga diwajibkan menyampaikan SPT Masa Unifikasi. Apabila crypto exchange tidak memenuhi kewajibannya, akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam Pasal 7 dan 9 UU KUP.
ADVERTISEMENT
Karakteristik transaksi kripto yang desentralisasi dan anonim menjadi alasan tarif pajaknya bersifat final. Ini sesuai dengan prinsip dalam Undang-Undang Perpajakan Indonesia, yang menyatakan bahwa jika sulit menentukan penghasilan dan biaya yang terkait, maka penghasilan tersebut dikenakan tarif PPh Final.
Poin penting lainnya adalah adanya pengecualian dari pengenaan PPh bagi crypto exchange tertentu. Pengecualian ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri yang berada di negara-negara yang telah memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. Daftar negara-negara tersebut dapat diakses melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada menu Tax Treaty, yang mencakup beberapa negara seperti Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, dan lainnya. https://www.pajak.go.id/id/tax-treaty

Apa Tantangannya?

Di Indonesia, transaksi kripto telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 979,08 miliar hingga November 2024. Ini merupakan peningkatan dari ketentuan pajak kripto yang diberlakukan pada 1 Mei 2022, dengan penerimaan masing-masing sebesar Rp 246,45 miliar pada tahun 2022, Rp 220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp 511,8 miliar pada tahun 2024. Data ini didistribusikan melalui situs web resmi DJP, yang menunjukkan peningkatan penerimaan pajak yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi digital yang semakin pesat (Akmalal Hamdhi, 2024).
ADVERTISEMENT
Potensi penerimaan negara yang besar untuk memberlakukan pajak cryptocurrency juga membawa tantangan yang tidak kecil. Pemerintah Indonesia berusaha mengenakan pajak pada cryptocurrency setara dengan pajak pada instrumen investasi lainnya, seperti saham. Namun, pajak ini sering dianggap memberatkan bagi pelaku aset kripto karena cryptocurrency dianggap sebagai barang digital yang dapat diperdagangkan, bukan mata uang atau sekuritas (Mayasari dan Stiami, 2022).
Selain itu, transaksi aset kripto di Indonesia menghadapi sejumlah masalah, termasuk penghindaran pajak dan pencucian uang. Kebijakan pajak yang baru diterapkan juga berpotensi memengaruhi volume transaksi, sehingga diperlukan strategi mitigasi yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan ini (Wildan Romadhon dan Andriani, 2023).
Sebagai penutup, berdasarkan paparan di atas, peningkatan jumlah investor dan nilai transaksi yang mencapai triliunan rupiah menegaskan bahwa perdagangan aset kripto di Indonesia terus mengalami pertumbuhan pesat. Salah satu tindakan strategis untuk meningkatkan adopsi mata uang kripto adalah mengenakan pajak atasnya. Tapi sektor ini juga menghadapi masalah besar, seperti penghindaran pajak dan pencucian uang. Akibatnya, untuk mengoptimalkan potensi pajak kripto tanpa menghambat pertumbuhannya, diperlukan kebijakan dan strategi penanggulangan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT