Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ramadan di Selandia Baru, Negara Atheist but Moslem Friendly
10 Juni 2018 7:57 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Sahabat Beasiswa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ramadan di negeri yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam memberikan ‘sensasi’ tersendiri. Selandia Baru sendiri terletak lebih timur dibandingkan Indonesia, sehingga terjadi perbedaan waktu yang lebih cepat 5 jam (ketika winter). Namun, dalam perhitungan waktu Hijriah (berdasarkan bulan) pelaksanaan puasa di NZ (sebutan untuk Selandia Baru) tertinggal sehari dibandingkan dengan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebelum Ramadan tiba, nuansa-nuansa Ramadan hanya terasa di beberapa masjid tertentu. Lain halnya ketika kita berada di Indonesia, ‘atmosfer’ untuk menyambut datangnya Ramadan sangatlah terasa (hal inilah yang kurang lebih saya rindukan ketika melaksanakan ibadah puasa di sana). Sehingga saya sempat tidak ingat bahwa keesokan harinya saya akan memulai berpuasa. Namun, saya tertolong karena di University of Auckland (tempat saya kuliah) terdapat banyak mahasiswa Indonesia yang juga beragama Islam sehingga bisa saling mengingatkan.
Ketika Ramadan tiba, teman-teman kiwi (sebutan untuk penduduk bule NZ) seringkali mengajak untuk makan siang bersama. Lantas saya jawab bahwa saya sedang berpuasa. Beberapa dari mereka ada yang terkejut dan bertanya alasan saya berpuasa. Tidak sedikit dari mereka merupakan atheist sehingga apabila saya menjawab bahwa ini merupakan kewajiban umat muslim dan telah tercantum di Al-Quran dan Hadist, diskusi yang terjadi akan berlangsung cukup alot (walaupun pada akhirnya mereka memaklumi bahwa saya sedang berpuasa). Oleh karenanya, saya hanya menjawab bahwa ini merupakan kewajiban saya dan manfaat dari berpuasa itu sendiri. Di sini, sebagian besar orang-orang memang berpikiran terbuka dan apabila mereka penasaran, tentunya mereka akan langsung bertanya. Menurut saya, hal seperti ini merupakan salah satu hal yang positif karena kita dapat berdiskusi tanpa khawatir akan terjadinya perselisihan karena adanya perbedaan pendapat.
ADVERTISEMENT
Untuk waktu berpuasa sendiri, di NZ, berhubung sedang musim dingin, saya sama sekali tidak begitu merasa sedang berpuasa. Hal tersebut karena waktu terbit sampai terbenam matahari berlangsung lebih pendek (sekitar 10-11 jam). Kemudian, pada saat waktu berbuka telah tiba dan tidak ada jadwal kelas, saya dan teman-teman yang berpuasa akan pergi ke salah satu masjid dekat kampus untuk berbuka bersama. Di masjid, makanan untuk berbuka telah disiapkan, lengkap dengan takjil dan minumnya. Bagi kami kaum ‘mahasiswa’ tentu hal seperti ini jangan sampai terlewat. Pihak masjid pun menyediakan makanan ini dengan berdasarkan sumbangan-sumbangan yang telah diperuntukkan untuk kegiatan selama bulan Ramadan. Acara berbuka dan makan bersama ini pun tidak tertutup untuk kaum muslim saja. Bahkan teman saya yang beragama Hindu juga diperbolehkan untuk bergabung bersama dan merasakan pengalaman berbuka bersama ini. Selain makanan untuk berbuka, masjid ini pun menyediakan makanan untuk sahur bersama. Sehingga ketika waktu sahur tiba, tidak sedikit mahasiswa yang berkumpul di masjid ini.
ADVERTISEMENT
Untuk makanan yang disediakan di masjid, biasanya berupa nasi kebuli lengkap dengan iga domba atau pun daging ayam. Sehingga untuk mencari varian baru, biasanya saya akan berkunjung ke rumah teman untuk berbuka bersama ataupun mengundang teman-teman lainnya untuk berbuka bersama di tempat saya. Intinya selama bulan Ramadan ini waktu bersama menjadi lebih sering dilakukan.
Berhubung aktivitas sosial maupun akademis selama bulan Ramadan ini tidak terganggu, maka tanpa terasa bulan Ramadan pun hampir berakhir. Ketika waktu menyambut Idul Fitri telah tiba, biasanya kami menunggu pengumuman dari HUMIA (organisasi masyarakat islam Indonesia di Selandia Baru) terkait waktu dan lokasi pelaksanaan salat. Sebenarnya masjid tempat saya sering berbuka dan sahur bersama pun menyelenggarakan salat bersama. Namun, bagi saya dan rekan-rekan mahasiswa Indonesia lainnya, alangkah baiknya salat Id dilaksanakan dengan sesama bangsa Indonesia (karena biasanya akan ada opor ayam dan makanan enak lainnya).
ADVERTISEMENT
Kurang lebih seperti itulah teman-teman pengalaman saya berpuasa dan salat Id di negeri yang dikenal dengan ‘middle earth’ ini. Alhamdulillah pada tahun ini saya dapat berpuasa bersama keluarga di Indonesia. Happy Ramadan!!
Penulis
Syaiful Virdan Hilal
Master of Engineering, Auckland University