Tata Nilai Budaya: Modal Utama Wujudkan Masyarakat Madani

Hidayat Syahputra
Angkatan muda Nahdlatul Ulama, Penggiat Sosial Budaya dan Demokrasi. Pendiri Jaringan Akar Nusantara (JANur)
Konten dari Pengguna
26 Juli 2023 20:36 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hidayat Syahputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
tetua adat masyarakat melayu perhiasan menyampaikan mantra pada prosesi tradisi hanyut langcang masyarakat melayu, desa perhaisan (foto dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
tetua adat masyarakat melayu perhiasan menyampaikan mantra pada prosesi tradisi hanyut langcang masyarakat melayu, desa perhaisan (foto dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tata nilai atau norma budaya merupakan modal utama dalam upaya mewujudkan masyarakat madani, suatu tatanan masyarakat impian yang dicita-citakan oleh suatu peradaban manusia. Hal tersebut menjadi dasar dikarenakan aspek terciptanya budaya itu sendiri. Budaya merupakan cara pola kehidupan yang meliputi pengetahuan, sikap, pola perilaku, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat dan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh masyarakat tertentu sebagai bukti keberlangsungan suatu peradaban manusia untuk mengatasi berbagai persoalan, rintangan dan kesukaran hidup guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang bersifat tertib dan damai.
ADVERTISEMENT
Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (Budi dan akal) artinya yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris budaya disebut dengan culture, yang mana berasal dari bahasa latin colere yang berarti mengolah atau mengerjakan.
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah (Gunawan, 2000). Budaya ialah suatu pola, cara hidup yang berkembang dan dimiliki secara bersama-sama oleh suatu kelompok dan diwariskan antar generasi. Proses terbentuknya budaya terdiri dari banyak unsur rumit, termasuk di antaranya sistem agama dan politik, adat istiadat, perkakas, pakaian, bahasa, bangunan dan karya seni.
ADVERTISEMENT
Dapat kita katakan sebenarnya budaya lahir dan tumbuh dari interaksi sosial yang dilakukan masyarakat, bersamaan dengan itu terbentuk pula Tata Nilai Budaya.
Tata nilai sebenarnya tanpa kita sadari sudah melekat dalam kehidupan kita sehari-hari masyarakat. Nilai-nilai itu sering kita sebut dengan norma. Norma merupakan nilai-nilai yang telah teruji relevan hingga saat ini dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu menjadi kesepakatan bersama yang tidak tertulis namun kuat dan mengakar.
Nilai-nilai itu juga merupakan objek pemajuan budaya yang berfungsi memberikan keseimbangan dalam hidup, baik itu hubungan sebagai manusia dengan manusia lainnya, juga hubungan manusia dengan Tuhannya, serta hubungan manusia dengan alam semesta.
Namun seiring dengan laju zaman dan pengaruh globalisasi, nilai-nilai yang melekat pada budaya tersebut, terkikis dan terancam mengalami kepunahan. Makan penting bagi kita semua melakukan proteksi terhadap nilai-nilai budaya tersebut dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberdayakan masyarakat berserta tata nilai budaya yang dimiliki oleh masing-masing entitas masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adapun tata nilai yang hidup dan tumbuh serta perlu dirawat dan diyakini yakni: Pertama, Tata nilai Ketuhanan. Tata nilai Ketuhanan merupakan tata nilai dasar yang wajib dipeluk dan dihayati oleh setiap manusia baik secara individu maupun kelompok. Implementasi tata nilai budaya berketuhanan meliputi hubungan manusia dengan manusia lainnya serta manusia dengan alam.
Kedua, Tata Nilai Kepemimpinan, dalam ruang lingkup budaya, sejatinya telah diajarkan nilai-nilai luhur. Tata nilai yang tertanam ialah nilai kepemimpinan yang mengayomi, menentramkan dan melayani. Pemimpin adalah manusia unggul yang memiliki keutamaan, namun bukan diutamakan. Dalam khazanah masyarakat Melayu, merujuk pada kitab Taj Al Salatin karya Bakhari Al Jauhari, tahun 1630, memaparkan syarat ataupun sifat yang harus dimiliki pimpinan yakni sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Kitab Taj Al Salatin tersebut memberikan sumbangan besar terhadap budaya kepemimpinan Melayu, dengan memaparkan tentang syarat menjadi pemimpin baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Kitab Taj Al Salatin juga, menyajikan tata nila-nilai budaya kepemimpinan, politik dan peradaban melayu. Kitab tersebut diyakini berperan penting dalam pembentukan budaya politik Melayu.
Selain itu salam kepemimpinan Melayu tertanam nilai pola hubungan dengan rakyat. Namun dalam beberapa hal ini bisa dikatakan sebagai mekanisme kontrak antara dua pihak yang saling berkepentingan. Walaupun memang sangat simbolik, teks sejarah Melayu dalam beberapa bagian menekankan adanya kewajiban raja dan rakyat untuk saling tidak merusak posisi masing-masing sehingga mampu berjalan sesuai dengan porsinya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Literatur tersebut memperkenalkan konsep musyawarah, urung rembuk, yang juga diadopsi dari nilai ajaran Islam, sebagai aturan sistem perilaku politik pemimpin dan penguasa Melayu. Dalam khazanah budaya Jawa pemimpin yang hebat, digambarkan dengan ungkapan narendra gung binathara, baudhebdha nyakrawati berbudi bawa leksana ambek adil paramarta (raja besar yang didewakan, teguh, cakap, murah hati, dapat dipercaya, adil dan bijaksana).
Jika seorang pemimpin mampu membawa dirinya menjadi seperti itu, berarti ia mampu mewujudkan sebuah kepemimpinan yang hebat, disegani, tersohor kewibawaannya. Tata nilai kepemimpinan yang seperti itu dicitakan mampu mewujudkan sebuah negeri yang subur, makmur, tenang damai, tertata, tertib tentram dan sejahtera, yang dalam budaya Jawa disebut Negeri ingkang Eka Adi dasa Purwa panjang Punjung gemah Ripah loh jinawi ayom ayem tata titi tentram kerta Raharja (priyanggono dan Nur Rosyid, 2015:33), yang berarti sebuah negeri yang termasyur, terhormat, subur makmur, aman karena terlindungi dan nyaman karena terbebas dari ancaman dan tekanan. Konsep masyarakat yang kita sebut dengan Madani.
ADVERTISEMENT
Tata nilai kepemimpinan dalam budaya Jawa meliputi:
Ketiga, Tata nilai kealaman (Hablum minal alam), tata nilai hubungan manusia dengan alam, diajarkan oleh seluruh leluhur Nusantara, tentu juga leluhur Langkat guna menjaga keseimbangan dan saling merawat. Semisal tentu kita diajarkan bagaimana menjaga kebersihan sungai, menjaga kebersihan kampung. Menjaga dalam artian merawat kelestariannya sehingga alam dapat menjaga keseimbangannya dan berbalas menjaga kita (manusia).
ADVERTISEMENT
Pada intinya menjaga alam adalah wujud syukur kepada Tuhan atas anugerah-Nya dan menjaga hubungan atas sesama makhluk ciptaan Tuhan sang pencipta. Leluhur kita, mengajarkan cara berterimakasih kepada alam, semisal diantaranya dengan melaksanakan kenduri bumi pada saat sebelum tanam (turun sawah) dan pada saat setelah masa panen (naik sawah), jamuan laut atau kenduri laut, ritual tolak bala.
Itulah ajaran leluhur kita dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Sang Pencipta melalui perantara mahkluknya yakni alam (bumi). Namun selalu saja, ada yang mengatakan syirik dan semacamnya, sebenarnya orang seperti itulah yang merusak budaya dan tidak paham akan tata nilai budaya hubungan antar sesama makhluk ciptaan sang pencipta, mahluk Tuhannya, Tuhan yang mereka sembah.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka itulah peran penting budaya tidak bisa dipandang sebelah mata dan hanya dijadikan pelengkap atau sekedar asesoris belaka. Kebudayaan bukan hanya sekedar tentang tari menari, menyanyi, pakaian, itu semua adalah karya seni bagian terkecil dari budaya. Namun lebih dari itu budaya menyajikan tatanan nilai, pantang larang, tunjuk ajar, tuntunan dalam kehidupan menuju keselamatan.
Budaya yang membentuk tata nilai budaya, di Langkat tentu juga membutuhkan perhatian sebagai upaya memberikan perlindungan dan pengembangannya, karena hal itu merupakan modal sosial yang memiliki arti penting dalam usaha melaksanakan pembangunan daerah.
Maka upaya dalam mewujudkan daerah, menjadi sebuah daerah yang hebat, disegani, tersohor kewibawaannya, subur makmur, tenang damai, tertata, tertib, tentram, dan sejahtera, yang dalam bahasa Jawa disebut: negeri ingkang eka Adi dada purwa panjang oujing gemah Ripah loh jinawi ayom ayem tata titi tentram kerta Raharja atau yang juga disebut dengan masyarakat MADANI.
ADVERTISEMENT
Untuk itu budaya bukanlah sekedar tontonan yang menyajikan tawa ataupun penghiburan belaka, namun lebih dari itu bermuatan tuntunan yang mengajarkan jalan keselamatan, menuju kemakmuran, kesejahteraan. Namun hal itu akan dipandang sebelah mata oleh pemimpin yang tidak berilmu, tidak mumpuni, yang tidak mampu menyatu dengan alam. Pemimpin seperti itu memandang budaya hanya sebatas hiburan, asesoris semata, maka masyarakat Madani yang dicitakan hanyalah sebuah mimpian tanpa kenyataan.