Rindu Membirukan Tribun

Saiful Danu Absan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
21 Juli 2021 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Saiful Danu Absan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Membirukan Tribun, Foto : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Membirukan Tribun, Foto : pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teringat melekat dikepala saya, pada 12 Februari 2010 pertama kali menginjak stadion Mandala Krida Yogyakarta, perasaan yang senang menggebu – gebu, saat itu diajak dengan kakak saya untuk menonton pertandingan bola PSIM Yogyakarta melawan PSS Sleman.
ADVERTISEMENT
Waktu itu saya masih duduk di bangku SD kelas 5. Tidak tau bahwa PSIM dan PSS Sleman itu berivalitas tinggi, sore itu teriakan keras dari masing – masing suporter menjulurkan kata ejekan, menguar sangat jelas aroma kebenciannya.
Indria Hapsari dan Istiomah Wibowo dalam artikelnya berjudul Fanatisme dan Agresivitas Suporter Sepak Bola yang dimuat di Jurnal Psikologi (2015) beranggapan suporter bola di Indonesia ini merupakan salah satu suporter paling fanatik di dunia yang berada di posisi ke tiga setelah Inggris dan Argentina.
Kebencian semu, yang sudah ada sejarahnya dari dulu, kebencian yang membuat hati merasa rindu, rindu teriak di tribun, menikmati padatnya stadion berwarna biru, Laskar Mataram bagaimana kabarmu?
Rivalitas Jogja Kota dan Sleman dalam sepak bola hanyalah nostalgia bagi diri saya. Dalam setiap pertandingan dan teriakan yang penuh dengan ambisi membuat pesona baru untuk saya.
ADVERTISEMENT
Hujan batu yang mendarat lembut ketubuh ini terasa hal biasa, bahkan saking asiknya baku hantam saat laga pun sangat di rindu, begitu lah moment pada waktu itu di saat asik nya dalam stadion Mandala Krida Yogyakarta.
Mulai dekat dengan PSIM saat itu, hingga kini saya masih tetap setia dalam mendukung Laskar Mataram baik waktu pertandingan menang ataupun kalah, maka secara de facto, saya adalah fans PSIM.
Faridhian Anshari dalam artikelnya yang berjudul Meluruskan Elemen Tawuran Virtual Antar Fans Sepak Bola di Indonesia yang di muat di Jurnal Ilmia Ilmu Komunikasi Wacana (2018) mempunyai anggapan fans dalam dunia olahraga merupakan sekumpulan orang atau satu orang yang mencintai sebuah klub olahraga atau salah satu cabang olahraganya.
ADVERTISEMENT
Seperti menjadi bingkai pada linimasa dihidup saya dalam menjadi fans PSIM. Dari mulai menikmati penuhnya stadion saat senja, melihat pemain dari atas lapangan, dan bertemu kawan sesama suporter Brajamusti.
Fajar Junaedi dalam artikelnya berjudul Tentang Nama Fans Sepak Bola Maskulinitas Dalam Penamaan Komunitas Fans Sepak Bola di Indonesia yang dimuat di buku Sport Komunikasi dan Audiens (2014) beranggapan fans suporter PSIM Yogyakarta memilih nama Brajamusti yang mengartikan Brayat Jogja Mataram Utama Sejati, untuk menandakan identitas Suporter PSIM.
Yang paling saya suka awayday Terutama jika awayday melewati jalur rivalitas, ada kerinduan dari dalam hati untuk melakukan aksi.
Saat awayday ke Magelang waktu itu, suporter PSIM memenuhi jalan hingga 10 kilo meter lebih. Dan terjadilah hujan batu waktu melewati jalan di daerah Sleman. Hingga rumah warga pun mejadi runtuh. Mungkin kami menyesal melakukan keributan waktu itu, memang keributan itu tidak baik, namun inilah dinamika, sebuah jiwa lelaki dalam membela kebangganya.
ADVERTISEMENT
Sayang dengan adanya covid 19 ini, hati terasa hampa saat liga dihentikan, ketika sebuah musibah menerpa dalam kehidupan kebahagian pun hilang, mungkin covid 19 di Indonesia ini hanyalah fana, karena tidak ada habisnya.
Saya sebagai suporter PSIM hanyalah rindu dengan stadion yang bernuansa biru, rindu dengan nyanyian bersama diiringi dengan tabuhan perkusi, sehingga membuat rasa senang didalam hati.
Pada akhirnya mendukung Laskar Mataram merupakan gejolak jujur yang sampai waktu ini harus terpendam, dengan liga yang belum juga dibuka lagi mengharuskan PSIM Jogja sementara mati suri.
Kerinduan yang di selimuti dengan rasa haru, diselimuti dengan kain biru hanya bisa menunggu liga membuka pintu, covid 19 cepat lah berlalu karena Laskar Mataram aku rindu.
ADVERTISEMENT