Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
DIAM-DIAM, PUAN MAHARANI TERNYATA PUNYA SEDERET LANGKAH STRATEGIS YANG TAK BISA DIABAIKAN
3 Maret 2018 11:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Saiful Hasan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Puan Maharani, diakui atau tidak, mempunyai kemampuan dan modal bernegara yang mumpuni. Meski tak terlampau heboh, terutama di dunia virtual, melalui gertakan dan kebijakan “gebrak meja”, tapi ia sudah mempunyai akar yang kuat secara politik. Maka, ketika Puan Maharani diamanahi sebuah jabatan prestisius sebagai Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), ia tahu apa yang harus dilakukan, dan tak perlu melakukan sesuatu melebihi batas kewenangan yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Puan Maharani pun tak mau ikut menjadi bagian dari kegaduhan yang menyasar dirinya dan menegasikan dengan sesuatu yang tak berdasar, berlebihan. Lihatlah berita-berita buruk yang menembak Puan Maharani begitu kasar. Ketika melakukan perbuatan baik dan menghasilkan kebijakan serta program yang produktif pun, Puan Maharani sepertinya memang “ditakdirkan” untuk dinyinyiri.
Tapi itu tak jadi soal, sebab memang dipergunakan untuk menyerangnya. Tak perlu mempertanyakan objektivitas kepada mereka, sebab yang penting tembak saja dengan isu dan berita ngawur, selesai.
Berpengaruh? Mungkin saja iya, bagi yang pikirannya sealiran. Tapi bagi Puan Maharani, hal itu justru menjadi pelecut semangat, lalu dijawab dengan kerja-kerja produktif, substantif, dan mumpuni melalui etos kerja yang tinggi, semangat gotong royong, serta integritas yang kuat. Buktinya? Banyak pengakuan atas pencapaian kerjanya, banyak pembuktian yang diberikan melalui kebijakan-kebijakannya.
ADVERTISEMENT
Kebermanfaatan bantuan dana sosial yang berada di bawah tanggung jawabnya secara teknis, turunnya angka kemiskinan, meningkatnya kesejahteraan dan pembangunan manusia (IPM), turunnya angka ketimpangan, serta berbagai capaian koordinatif dengan Kementerian Teknis dan Lembaga yang berada di bawah garis koordinasinya.
Beberapa waktu yang lalu, ada sebuah tulisan yang menegasikan Puan Maharani sebagai “anak gawang”; sebuah posisi yang menurut penulisnya “penting” untuk memastikan berjalannya pertandingan, dan cukup alasan untuk membuat Sang Bunda senang. Terang sekali tulisan tersebut dimaksudkan untuk menjatuhkan, dan mengangkat sosok menteri lain yang dianggapnya hebat, sang super sub.
Akhir-akhir ini, kita lebih mengenal sosok yang terakhir ini dengan sebutan Menteri Segala Urusan: mengurus apa saja yang bisa diurus, termasuk yang sama sekali bukan kewenangannya. Terakhir, kita melihatnya serupa sales untuk proyek triliunan, sebuah kota masa depan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kita bisa melihat sosok mana yang saat ini lebih terlihat bekerja dengan hasil nyata. Puan Maharani telah membuktikannya. Sementara di sisi yang lainnya, sang super sub yang sering kali melakukan manuver melampaui batas kewenangannya, kini menjadi perbincangan dimana-mana, bukan karena kerjanya, melainkan karena segala urusan yang diurusnya serta beberapa kontroversi yang kerap dilakukannya. Tak hadir untuk mendiskusikan permasalahan secara lebih ilmiah dan masuk akal, lebih memilih bersuara lantang dan marah-marah di depan wartawan.
Dalam konteks politik, Puan Maharani tampil sebagai sosok yang dewasa. Menerapkan gaya berpolitik santun dan menyejukkan. Tak perlu ekspresif dalam menanggapi sebuah isu dan kegaduhan yang tidak produktif. Tak perlu juga menggunakan hegemoni, meski partainya sedang berkuasa. Hal ini tampak ketika Puan Maharani menengahi kasus Arif Poyouno, atau ketika terjadi polemik dalam penerapan Full Day School (FDS) antara yang pro dengan yang kontra.
ADVERTISEMENT
Sebab kemampuannya yang mumpuni, Puan Maharani menyadari posisi. Ia tak bergerak melewati lingkaran tugas dan kewajibannya, fokus pada apa yang menjadi kerjanya. Meski secara kekuatan politik ia sangat memungkinkan untuk melakukannya, tapi ia lebih memilih bekerja sebagaimana biasa, seperti seharusnya; koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Kementerian-kementerian atau Lembaga yang menjadi tanggung jawabnya.