Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat, Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah
29 Agustus 2020 9:19 WIB
Tulisan dari saiful umam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Masyarakat menyadari pemanfaatan sumber daya ikan yang diimbangi dengan pengawasan dan pengendalian akan menciptakan keseimbangan dan keselerasan yaitu kelestarian sumber daya ikan dan keberlanjutan usaha”
ADVERTISEMENT
Bulan Desember 2019 lalu, beredar luas video yang diunggah di media sosial berisi beberapa kapal ikan asing masuk dan menangkap ikan di Laut Natuna Utara, atas informasi awal dari video yang berdurasi singkat disertai titik koordinat tersebut maka Ditjen Pengawasan sumber daya kelautan dan perikana (PSDKP)-KKP bergerak cepat dengan kapal pengawas untuk mengakhiri petualangan kapal ikan asing di perairan Indonesia tersebut.
Kepedulian masyarakat tersebut, menggambarkan bahwa saat ini masyakarat telah menyadari pentingnya sumber daya ikan harus dijaga, dilestarikan, harus terus ada dan banyak serta tidak punah dan habis untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.
Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (SISWASMAS), salah satu program yang dirintis oleh KKP dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk membantu pengawasan laut yang dilakukan Pemerintah dengan segala keterbatasannya terbukti sangat efektif.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan dan partisipasi masyarakat tersebut bersifat sukarela (voluntary) yang berasal dari kelompok masyarakat, nelayan, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat maupun pelaku usaha perikanan itu sendiri.
Tingginya antusiasme masyarakat dalam membantu pengawasan sumberdaya tersebut kini tumbuh dan berkembang pesat, kurang lebih 2.500 Kelompok Masyakarat Pengawas (POKMASWAS) dibentuk atas prakarsa, swadaya dan inisiatif dari masyarakat sendiri. Keberadaan, fungsi dan perannya sangat efektif membantu, sehingga tidak jarang petugas menghentikan dan menangkap pelaku pelanggaran bersumber dari informasi yang disampaikan dari Pokmaswas tersebut.
Dilatarbelakangi atas kesadaran serta kepedulian nelayan yang merasa dirugikan karena maraknya penangkapan ikan dengan cara mengebom dan merusak di Desa Antiga, Kabupaten Karang Asem, Bali, beberapa nelayan akhirnya membentuk Pokmaswas Tirta Segara.
ADVERTISEMENT
Kini keberadaan Pokmaswas tersebut, dampaknya dirasakan oleh masyarakat sekitarnya, selain penghasilan nelayan yang meningkat karena berkurangnya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, wilayah tersebut juga menjadi destinasi wisata bahari yang menawarkan keindahan laut yang menjadi penopang ekonomi desa.
Pokmaswas Tirta Segara yang didirikan pada tahun 2014 tersebut, memiliki keunikan tersendiri yaitu pos pengawasan apung di laut yang dibangun atas swadaya para anggota, keberadaanya multifungsi selain untuk pengawasan dan monitoring disewakan untuk wisata pemancingan laut yang hasilnya digunakan sebagai dana operasional Pokmaswas untuk membiayai kegiatan monitoring dan pengawasan laut di wilayahnya.
Maka atas kinerja dan prestasi tersebut, Pokmaswas ini diganjar dengan penghargaan sebagai juara harapan terbaik tingkat Nasional oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Masyakarat menyakini, bahwa manusia memiliki ikatan yang kuat dengan alam dan lingkungannya, dengan menjaga sumber daya ikan maka akan menjaga keberlanjutan mata pencarian masyarakat. Kesadaran menjaga sumber daya ikan telah membudaya di penjuru nusantara, baik dalam bentuk budaya, hukum adat, kearifan lokal yang memiliki ikatan besar dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan religius mereka.
Kehadiran masyarakat dalam membantu pengawasan juga lahir dari kearifan lokal dan hukum adat yang beragam di masing-masing wilayah, misalnya di Provinsi Aceh memiliki Panglima Laot yang salah satunya mengatur tentang penangkapan ikan dan larangan-larangan untuk merusak lingkungan, bagi pelanggar tidak hanya sanksi sosial, namun sanksi hukum adat telah menanti.
Seperti halnya di Provinsi Jambi, memiliki kearifan lokal yang sudah lama terbentuk yaitu lubuk larangan, dimana masyarakat tidak boleh menangkap ikan sesuai dengan waktu panen yang ditentukan dan alat penangkapan ikan tertentu yang diperbolehkan untuk memanen dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan dan kelestarian ikan endemik diwilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua memiliki kearifan lokal yang dikenal dengan Sasi laut dan beberapa kearifan lokal lainnya yang telah dihormati dan diakui legitimasinya melalui Peraturan Daerah setempat. Sasi laut merupakan kesepakatan warga dan adat secara turun temurun untuk mengelola dan memanfaatan sumber daya ikan.
Sasi laut tersebut dalam bentuk pelarangan penangkapan ikan diwaktu-waktu tertentu, larangan menangkap spesies-spesies ikan maupun biota tertentu, metode dan alat penangkapan ikan yang digunakan, larangan melalukan penangkapan ikan dengan merusak, maupun menangkap ikan di kawasan perairan tertentu yang disepakati oleh masyakarat lokal dan masyarakat adat.
Kearifan lokal tersebut, telah mempraktekkan pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) yang menekankan perlunya keseimbangan antara pemanfaatan dengan pengendalian untuk kelestarian sumber daya ikan dan peran serta keberadanya diakui dalam undang-undang maupun dalam peraturan daerah setempat.
ADVERTISEMENT
Keberadaan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) dan kearifan lokal perlu didukung, diberdayakan, diperkuat peran dan fungsi kelembagaannya serta dilibatkan dalam kebijakan pengelolaan perikanan nasional yang dilakukan oleh pemerintah agar sumber daya perikanan tetap lestari dan berkelanjutan.
Nusantara lestari Jaya