Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Silaturahmi Bukan Sekadar Tradisi, Tapi Perekat Persaudaraan
7 April 2025 9:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sakti Arya Pradita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada Minggu, (30/03/2025), di malam takbiran sebelum Hari Raya Idulfitri 1446 H, saya melakukan bersih-bersih rumah. Setelah itu, saya pergi ke rumah saudara yang terletak di Desa Karangkemiri, Linggasari, Kecamatan Kembaran, pada pukul 19.00. Kemudian, pada pukul 19.30, ada tradisi tahunan takbiran keliling dengan membawa obor yang selalu melewati rumah saudara saya.

Saat saya sedang berbincang dengan saudara yang baru pulang dari Jakarta, terdengar suara keramaian dan suara bedug takbiran dari depan rumah. Kami pun segera bergegas ke depan untuk melihat dan mengabadikan momen tersebut. Saudara saya menjelaskan bahwa setiap tahun selalu ada tradisi tahunan seperti ini. Setelah itu, kami lanjut bercengkrama hingga pukul 00.30, lalu saya berpamitan pulang.
ADVERTISEMENT
Setelah sampai di rumah, saya bersiap-siap untuk hari-H. Keesokan paginya, saya dan sekeluarga menuju masjid untuk melaksanakan salat Id di masjid dekat rumah. Kebetulan, masjid tersebut berhadapan langsung dengan lapangan bola, dan di sisi kanannya terdapat pemandangan langsung ke Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah.
Ini salah satu bentuk kebiasaan cowok: tidak langsung menempatkan diri duduk, biasanya ada yang berdiri sembari mendengarkan ceramah dan menikmati pemandangan Gunung Slamet. Kadang sambil merokok dan ngobrol sama orang di sebelahnya. Setelah ceramah, kami mulai mencari shaf salat. Saya menempati posisi kosong dan melaksanakan salat Id. Setelah itu, saya mendengarkan khotbah selama sekitar 15 menit.
Saat khotbah berlangsung, saya hampir tertidur karena suasananya sejuk dan nyaman. Rasanya tenang banget, sampai akhirnya saya memejamkan mata. Setelah khotbah selesai, saya pun berdiri dan pulang ke rumah. Di rumah, saya ganti baju untuk halal bihalal di lingkungan RT dulu. Setelah itu, saya ke rumah mbah yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari rumah saya. Di sana, kami sekeluarga melakukan sungkeman kepada mbah. Kami menunggu keluarga budhe, karena kami semua akan berangkat ke Kalimanah untuk bersilaturahmi ke saudara mbah. Di sana, kami selalu menantikan peyek yang sangat enak. Setelah dari Kalimanah, saya pulang untuk istirahat.
Sehabis Magrib, saya langsung ke rumah budhe untuk bermain game bersama dua kakak sepupu. Kami memang selalu menyempatkan mabar saat lebaran. Bercanda, ngobrol, dan mabar jadi satu paket. Karena lebaran adalah momen yang pas buat kumpul keluarga, jadi kita makin erat lewat game. Biasanya kami main dari sehabis Magrib sampai Subuh. Di tengah-tengah permainan, kami sambil makan dan ngobrol. Menu andalan biasanya ada bakso, opor, rendang, emping, dan tentunya kopi. Kami bersaudara pecinta kopi. Gerai langganan kami adalah "Kopi Kenangan Mantan", kadang juga "Good Day" kalau outletnya tutup.
ADVERTISEMENT
Setelah sudah memasuki jam 03.00, saya pulang untuk tidur di rumah karena jarak rumah kami hanya 200 meter saja. Keesokan harinya, di hari Selasa (01/04/2025), rumah Mbah kami kedatangan tamu dari adik-adiknya Mbah. Ada yang dari Jambi, Magelang, Sokaraja, dan Jogja. Mereka pulang saat sore hari, dan saya bersama dua saudara saya janjian untuk nongkrong di salah satu kafe di Purwokerto, yaitu Kopi Dia yang terletak di Karangsalam, Kecamatan Kedungbanteng. Kami bertiga berangkat sehabis Isya, menggunakan mobil saudara saya.
Sesampainya di sana, saya dan dua saudara mulai ngobrol santai, saling berbagi life update. Kakak sepupu saya bercerita tentang pekerjaannya di Jakarta, suka dukanya merantau dan kerja di ibu kota. Lalu, satu lagi kakak sepupu saya yang sedang bersiap masuk kuliah, curhat kalau dia takut tidak keterima di universitas yang diidamkan. Saya juga ikut berbagi cerita tentang kehidupan kuliah dan hal-hal lain yang sedang saya jalani. Obrolan kami berlangsung sampai sekitar jam 22.00. Setelah itu, kami pulang menuju rumah Budhe untuk lanjut bermain game dan nonton pertandingan klub favorit saya. Momen seperti ini memang jarang terjadi, jadi kami manfaatkan betul buat seru-seruan bareng.
ADVERTISEMENT
Saya berharap, di tahun-tahun ke depan, keluarga saya bisa semakin erat tali persaudaraannya, makin ramai dan hangat. Semoga tahun depan kami semua masih diberi kesehatan, rezeki yang cukup, dan kesempatan untuk bisa mudik dan kumpul keluarga lagi. Setiap momen yang saya lalui bersama keluarga di hari Lebaran selalu terasa begitu hangat dan penuh makna. Kebersamaan sederhana dari takbiran bersama, salat Ied, makan bareng, sampai begadang main game semuanya menjadi potongan kenangan yang tak ternilai harganya. Di balik tawa dan obrolan ringan itu, ada rasa syukur yang mendalam karena masih diberi kesempatan untuk berkumpul, saling memaafkan, dan merasakan cinta dalam lingkaran keluarga.
Saya tahu, waktu terus berjalan, dan tidak ada yang menjamin kita akan selalu bisa bersama seperti ini. Tapi saya berharap, di tahun-tahun mendatang, kami tetap bisa menjaga kehangatan ini. Semoga silaturahmi kami tidak pernah renggang, semoga rumah-rumah kami selalu penuh dengan tawa dan cerita, dan semoga setiap Lebaran selalu menjadi titik temu yang mempererat, bukan sekadar tradisi, tapi sebuah ikatan hati.
ADVERTISEMENT
Saya berdoa agar kami semua senantiasa diberi kesehatan, umur panjang, dan rezeki yang cukup—agar kami bisa terus pulang, berkumpul, dan menghidupkan kembali momen-momen kecil yang begitu berarti. Karena pada akhirnya, keluarga adalah rumah paling sejati, tempat kita kembali, dan tempat kita merasa utuh.