Konten dari Pengguna

Hidup di Antara Klakson dan Kemacetan Kota Hujan

SALMA SYAQRA
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pakuan.
24 Januari 2025 16:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SALMA SYAQRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Lalu Lintas Jalan Raya (Sumber Foto: https://pixaby.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Lalu Lintas Jalan Raya (Sumber Foto: https://pixaby.com/id/)
ADVERTISEMENT
Suara klakson yang bersahut-sahutan, angkot yang menunggu penumpang atau ngetem di pinggir jalan, dan hiruk pikuk penumpang yang bergegas naik turun adalah bagian dari keseharian Kota Bogor. Kota yang dikenal dengan julukan “Kota Hujan” ini memiliki sistem transportasi yang sangat bergantung pada angkot, yang jumlahnya masih mendominasi jalanan kota. Bagi sebagian warga, angkot adalah solusi mobilitas sehari-harinya, tetapi bagi yang lain, angkot kerap dianggap sebagai biang kemacetan.
ADVERTISEMENT
Kemacetan di Bogor bukan hanya terjadi di pusat kota saja, tetapi juga di jalur wisata seperti kawasan Puncak. Jalan-jalan seperti Dewi Sartika, Otista, dan Kapten Muslihat sering kali dipenuhi angkot yang berhenti sembarangan, memperparah kemacetan. Tidak jarang pula, perjalanan yang seharusnya singkat menjadi berjam-jam akibat padatnya arus lalu lintas, terutama di jam-jam sibuk. Kondisi ini membuat pemerintah terus mencari solusi untuk mengatasi persoalan transportasi di kota ini.
Di balik angkot yang kerap disalahkan sebagai penyebab kemacetan, ada cerita tentang para sopir yang berjuang memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Profesi sopir angkot, yang dahulu dapat dianggap cukup menjanjikan, kini semakin tertekan oleh kehadiran ojek online dan kebijakan transportasi baru seperti program Biskita. Meski begitu, mereka tetap bertahan karena tidak ada pilihan lain.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi, angkot tetap menjadi sarana transportasi andalan. Tarifnya yang masih terhitung murah dan fleksibiltasnya yang memungkinkan penumpang untuk turun di mana saja adalah alasan utama mengapa angkot masih relevan hingga sampai saat ini. Namun, masalah seperti perilaku sopir yang tidak tertib dan kondisi angkutan yang sudah tidak layak membuat banyak orang mulai mempertimbangkan transportasi alternatif.
Pemerintah Kota Bogor berupaya menghadirkan solusi melalui program Biskita, yang dirancang untuk menggantikan angkot dengan transportasi massal yang lebih terjadwal dan terintegrasi. Meski memiliki potensi untuk mengurangi kemacetan, pelaksanaan program ini masih menemui berbagai kendala, seperti kurangnya rute yang terjangkau dan rendahnya minat masyarakat untuk beralih.
Dion, salah satu sopir angkot di Bogor, telah menggantungkan hidupnya dari profesi ini selama belasan tahun. Baginya, angkot adalah sumber penghidupan utama yang tidak mudah digantikan. “Kalau dihapus semua, saya nggak setuju. Kalau dihapus semua, saya kerja apa, makan apa?” ungkap Dion penuh kekhawatiran. Banyak sopir angkot lain juga merasakan hal serupa. Mereka takut jika kebijakan baru pemerintah akan menghapus pekerjaan mereka tanpa memberikan solusi pengganti yang layak.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, para penumpang memiliki pandangan yang beragam terhadap angkot. Aryani, seorang ibu rumah tangga, mengaku bahwa angkot sangat membantunya pergi berbelanja ke pasar tanpa perlu repot mencari tempat parkir. Namun, ia sering merasa tidak nyaman ketika sopir memaksakan penumpang untuk berdesak-desakan, terutama saat jam sibuk. Pengalaman seperti ini cukup sering dialami oleh pengguna angkot.
Naswa, seorang mahasiswa, merasa bahwa angkot sebenarnya masih memiliki potensi untuk menjadi solusi transportasi yang lebih baik. “Angkot masih bisa jadi solusi kalau aja lebih disiplin dan jumlahnya diatur lagi,” ujarnya. Menurutnya, dengan pelatihan bagi sopir dan perbaikan fasilitas angkot, sarana transportasi ini dapat kembali menarik minat penumpang.
Namun, kondisi fisik angkot sering menjadi sumber keluhan. Mila, mahasiswa lainnya, menceritakan pengalamannya saat terkena semprotan air hujan "Kalau hujan, sering kena semprotan dari air hujan karena kan pintunya terbuka," ujarnya. Selain itu, banyak angkot yang bermasalah dengan kaca jendela, sehingga membuat penumpang merasa pengap saat cuaca panas.
ADVERTISEMENT
Di tengah berbagai kritik terhadap angkot, program Biskita muncul sebagai alternatif transportasi massal yang lebih modern. Sistem bus ini dirancang untuk lebih terjadwal dan nyaman dibandingkan angkot. Meski demikian, program ini masih belum mampu menarik minat masyarakat secara luas. Salah satu penyebabnya adalah rute yang masih terbatas dan kurangnya edukasi tentang cara menggunakan layanan ini.
Sementara itu, keberadaan ojek online juga turut memengaruhi bagaimana nasib angkot. Banyak penumpang, terutama generasi muda, yang lebih memilih ojek online dibandingkan dengan angkot karena dianggap lebih cepat dan fleksibel. Persaingan ini membuat sopir angkot harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan penumpang.
Pemerintah juga mulai mencoba untuk mengurangi jumlah angkot yang beroperasi di Kota Bogor. Data dari Dinas Perhubungan menunjukkan bahwa jumlah angkot telah berkurang dari 3.400 unit menjadi 2.836 unit per tahun 2024. Meski sudah dikurangi, banyak warga yang merasa jumlah tersebut masih terlalu banyak untuk kondisi jalanan kota.
ADVERTISEMENT
Usulan jalur khusus angkot sempat menjadi wacana untuk mengatasi kemacetan, dengan jalur ini, diharapkannya angkot tidak lagi mengganggu arus kendaraan lain. Namun, banyak pihak meragukan efektivitasnya, terutama karena masih rendahnya kedisiplinan sopir angkot dalam mengikuti aturan lalu lintas.
Menurut Yudi Gunawan, petugas Dinas Perhubungan, regulasi yang ada sebenarnya sudah cukup untuk mengatur operasional angkot. Meski demikian, pelaksanaan di lapangan sering kali menemui kendala akibat pengawasan yang kurang konsisten. Hal ini membuat aturan yang telah dibuat sulit diterapkan secara maksimal, terutama dalam memastikan kedisiplinan sopir angkot.
Para sopir angkot berharap pemerintah tidak hanya fokus pada solusi jangka Panjang seperti Biskita, tetapi juga memikirkan Nasib mereka. Dion dan Ridwan, misalnya, mengusulkan agar sopir angkot dilibatkan dalam program bus tersebut, baik sebagai sopir maupun pekerja lainnya. “Nggak papa kalau dihapus juga, kita dapet tunjangan dari pemerintah, ya pengganti. Kalau misalnya dia ngasih tunjangan atau apa buat ngehidupin keluarga, saya sih nggak papa gitu,” kata Dion.
ADVERTISEMENT
Harapan serupa juga disampaikan oleh para penumpang. Mereka berharap pemerintah dapat menciptakan sistem transportasi yang tidak hanya teratur tetapi juga nyaman. Keyakinan mereka, jika kualitas angkot diperbaiki, masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi.
Namun, reformasi transportasi bukanlah hal yang mudah. Pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal, mulai dari kebutuhan masyarakat hingga dampaknya terhadap para sopir. Semua pihak perlu dilibatkan untuk menciptakan solusi yang tidak hanya mengurangi kemacetan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup warga Kota Bogor.
Keberadaan angkot di Kota Bogor mencerminkan dilema transportasi perkotaan yang kompleks. Di satu sisi, saran ini menjadi solusi penting bagi masyarakat yang membutuhkan mobilitas murah dan fleksibel. Namun, di sisi lain, operasionalnya yang kurang tertib sering kali dianggap sebagai penyebab kemacetan yang mengganggu keseharian warga.
ADVERTISEMENT
Melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, sopir angkot, hingga penumpang, menjadi Langkah penting untuk menciptakan reformasi transportasi yang efektif. Kota Bogor memiliki peluang besar untuk mewujudkan sistem transportasi yang lebih teratur. Bukan hanya soal mengurai kemacetan, tetapi juga memastikan kebutuhan masyarakat akan transportasi yang nyaman tetap terpenuhi tanpa mengabaikan kehidupan para pelaku di dalamnya.