Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Cara Bersahabat dengan Buku
28 Mei 2022 19:37 WIB
Tulisan dari Salma Aisyah Puteri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa blank sesaat setelah membaca buku? Kamu tidak mendapatkan apapun atau bahkan tidak ingat sama sekali terhadap yang barusan kamu baca. Mengapa bisa seperti itu ya? Padahal katanya sering membaca buku dapat membuat kita lebih pintar, tapi kok kita tetap begini-begini saja? Kalau kamu pernah merasa begitu, berarti ada yang salah dengan caramu bergaul dengan buku. Lalu bagaimana sih seharusnya kita bergaul dengan buku dan bahkan bisa bersahabat dengan buku?
ADVERTISEMENT
1. Impresi Terhadap Buku
Hal pertama yang mesti kita lakukan adalah membuat impresi terhadap buku apa yang kita baca. Jadi, sebelum memutuskan untuk membaca suatu buku, tanyakanlah pada diri sendiri mengapa kamu harus membaca buku tersebut? Jadi sekarang bukan hanya tentang ‘apa’ tetapi ‘mengapa’. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penting dan esensial, sebab ketika kamu sudah memiliki alasan dan impresi terhadap buku yang mau dibaca, kamu akan lebih mudah ter-engaged dengan buku tersebut bahkan bisa sampai deep-reading. Contoh impresi terhadap buku bisa berupa: Buku ini mencerahkan, buku ini menghibur, buku ini sangat inspiring dan akan merubah hidup saya sebab berisi kisah-kisah yang motivasional karena ditulis langsung oleh seorang motivator, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
2. Actionable Takeaways dan Berpikir Aktif
Setelah menemukan alasan dan impresi terhadap buku yang akan dibaca, kemungkinan kamu akan merasa senang dan enjoy saat membaca bukunya. Jadi, saat membaca buku, usahakanlah otakmu ikut bekerja juga. Membaca buku bukan hanya aktivitas mata yang menyapu setiap huruf yang tertulis di kertas atau layar gadget. Itulah yang membuat kamu tetap tidak get the point atas apa yang sudah kamu baca. Bisa jadi selama ini kamu hanya berpikir secara pasif. Ajaklah otakmu untuk berpikir secara aktif. Bagaimana caranya? Highlight-lah poin-poin penting yang kamu temukan dalam setiap bab atau paragraf. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Kamu harus bertanya apakah yang kamu highlight itu benar-benar penting? Apa action yang bisa kamu lakukan untuk menjalankan atau mengimplementasikan poin yang sudah kamu tandai itu? Atau kamu juga bisa menuliskan catatan kecil berupa pertanyaan atau informasi tambahan pada poin yang kamu highlight. Kamu pun dapat memberi tanggapan atau respons terhadap highlight yang kamu temukan di bab atau paragraf itu.
ADVERTISEMENT
3. Quotes
Temukanlah kutipan-kutipan menarik yang membuat pola pikirmu berubah dan menggugah dirimu. Mungkin kamu juga bisa membagikan quotes yang kamu temukan dalam buku tersebut kepada temanmu di sosial media. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah mengingatnya dan teman-temanmu pun akan terbantu dengan itu.
4. Tanya Dirimu
Ajukanlah beberapa pertanyaan pada dirimu sehabis membaca buku. Ini akan membantu kamu untuk lebih mengingat dan memahami apa yang telah kamu baca. Petanyaannya bisa berupa apapun. Namun akan lebih baik kalau pertanyaannya mengandung unsur 5W + 1 H (What, Why, Where, Who, When, dan, How). Tulis dan lakukanlah semua tahapan ini ke dalam notion atau di buku. Bisa dibilang, ini adalah tahap merangkum apa yang telah kamu baca.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, keempat langkah ini tidak hanya bisa diterapkan saat membaca buku. Saat kamu mendengar podcast atau menonton YouTube pun kamu harus melakukan hal yang sama. Intinya adalah latihlah dirimu untuk berpikir secara aktif. Ada sebuah quote dari Jay Shetty, “If you’re practising what you’ve read, you’re already living that book.” Dengan begitu, kamu sudah satu langkah lebih dekat dengan 'tercerahkan'. Memangnya, apa sih arti dari tercerahkan itu?
Menjadi Tercerahkan
Umumnya, tercerahkan dipahami sebagai moment ‘aha’ atau ‘bingo’ atau ‘waw’ setelah membaca dan mendengar pemikiran seseorang. Menurut Immanuel Kant, pencerahan adalah keberanian berpikir sendiri dan merevisi apa yang sudah menjadi nilai umum dalam masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan kalau orang-orang yang tercerahkan adalah sebenarnya mereka yang memiliki independensi intelektual atau kemandirian dalam berpikir.
ADVERTISEMENT
Jadi artinya, ketika kamu merasa tercerahkan setelah membaca atau mendengar pikiran orang lain, entah itu dari buku, podcast, webinar, dan atau apapun itu, sebenarnya yang ada kamu malah sedang terkerangkeng karena mereka telah berhasil memengaruhi dan mengambil kemandirian intelektualmu. Kamu telah mengekor kepada pemikirannya. Seseorang belum dikatakan tercerahkan ketika dia hanya baru membaca sebuah buku, sekalipun dia telah mengaplikasikan apa yang dia dapat dari buku tersebut di kehidupan sehari-harinya.
Terus kapan kamu disebut sudah tercerahkan? Pada saat kita sampai kepada tahap mampu untuk mengevaluasi. Menjadi tercerahkan adalah menjadi mandiri secara inetelektual. Maksudnya, kamu tidak lagi memakai otak si penulis buku karena kamu sudah mampu berpikir secara mandiri tanpa ada pengaruh dari pihak lain. Kamu membaca buku hanya untuk menambah khasanah pengetahuan saja. Jadi kamu tidak sepenuhnya tergantung pada otak si penulis.
ADVERTISEMENT
Taxonomi Bloom
Salah satu cara untuk melatih kemandirian intelektual adalah dengan belajar untuk memfalsifikasi dan mengevaluasi apa yang kamu baca. Mengapa harus begitu? Karena kalau melihat taksonomi bloom (1956) setidaknya ada enam level atau kasta kognisi dalam ranah kognitif.
Pertama, menghafal dan mengetahui . Ternyata kemampuan menghafal dan mengetahui menempati level paling dasar dari tangga kemampuan berpikir kita lho! Menghafal adalah mengumpulkan sekumpulan informasi yang di dalam otak kita. Selanjutnya, pemahaman. Maksud dari pemahaman adalah kamu paham objek kajian itu ditempatkan di mana. Level tiga adalah penerapan, dimana kamu mengetahui di mana seharusnya pengetahuan itu diterapkan atau bagaimana caranya mengaplikasikan pengetahuan yang sudah kita pahami.
Anak tangga level selanjutnya adalah kemampuan analisis, dimana kamu sudah mampu mengurai dan mengidentifikasi pengetahuan yang sudah didapatkan. Level kelima adalah kemampuan untuk mensintesis. Maksudnya adalah kamu sudah mampu menyatukan hasil dari pengetahuan yang sudah diurai. Terakhir, adalah evaluasi. Pada tahap ini, kamu sudah bisa dibilang tercerahkan. Pada tahap ini, kamu sudah mampu mengotak-atik apa yang ada di dalam pengetahuan tersebut. Ini tahap yang paling sulit saya rasa. Karena pada level evaluasi, seseorang sudah mampu mengkoreksi dan menilai baik-buruk atau benar-salah dari pengetahuan yang didapat dari apa yang kita baca, dengar, atau lihat.
ADVERTISEMENT
Jadi mulai sekarang yuk biasakan berpikir secara aktif supaya kita bisa mempunyai kemandirian atau independensi intelektual dan bersahabat dengan baik dengan buku.