Konten dari Pengguna

Mengapresiasikan Cerpen 'Pelajaran Mengarang' Karya Seno Gumira Ajidarma

Salma Fairuz Hasanah
Sedang berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23 Oktober 2022 9:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salma Fairuz Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengapresiasi Cerpen "Pelajaran Mengarang" Karya Seno Gumira Ajidarma. Sumber Gambar: Milik Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Mengapresiasi Cerpen "Pelajaran Mengarang" Karya Seno Gumira Ajidarma. Sumber Gambar: Milik Pribadi.
ADVERTISEMENT
Cerpen ini merupakan salah satu dari beberapa Karya Seno Gumira Ajidarma yang berhasil dimuat dalam Harian Kompas pada tahun 1992 yang kemudian berhasil dikembangkan menjadi Novel Marti & Sandra yang memiliki 152 halaman. Cerpen berjudul “Pelajaran Mengarang” Karya Seno Gumira ini adalah sebuah cerita tokoh yang bernama Sandra, anak SD yang berusia 10 tahun, yang diminta oleh gurunya untuk menulis sebuah karangan.
ADVERTISEMENT
Cerita berawal, ketika Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang dia tulis di papan tulis, yang nantinya akan dibuat menjadi sebuah karangan oleh muridnya. Judul pertama nya adalah “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Lalu, judul yang kedua adalah “Liburan ke Rumah Nenek”. Dan judul ketiga adalah “Ibu”. Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas, lalu Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
Sepuluh menit sudah berlalu. Namun, Sandra masih belum bisa menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ingin rasanya dia lari meninggalkan kenyataan. Setiap kali hari di mana kelas pelajaran mengarang datang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan yang besar, karena dia tidak bisa bercerita apa adanya tentang keadaan nya. Ketika dia memikirkan “Keluarga Kami yang Berbahagia”, yang di dapat oleh Sandra hanyalah gambaran tentang rumah yang berantakan, botol-botol dan kaleng kosong berserakan di meja, lantai, dan bahkan di tempat tidur. Pintu tidak menutup dan banyak orang terus mendengkur ketika Sandra pulang dari sekolah.
ADVERTISEMENT
Sekilas, begitulah gambaran mengenai cerita “Pelajaran Mengarang”. Alasan saya ingin membahas cerpen yang satu ini karena jalan ceritanya yang begitu menarik minat saya Ketika membacanya untuk pertama kali. Saya dibuat penasaran mengenai cerita tersebut dan sangat terkejut ketika melihat akhir dari cerita tersebut yang sangat tidak diduga-duga.
Pertama, saya akan membahas tentang tokoh atau penokohan yang ada di dalam cerpen ini. Tokoh utama yang ada dalam cerpen ini bernama Sandra, seorang anak SD kelas 5 yang berumur 10 tahun. Sandra diceritakan sebagai seorang anak yatim yang tinggal berdua bersama dengan Ibunya bernama Marti. Sandra memiliki sifat penurut kepada Ibunya.
Tokoh kedua yang diceritakan dalam cerpen adalah Marti. Marti adalah Ibu kandung dari Sandra. Marti merupakan seorang tunasusila, dan memiliki sifat yang kasar terhadap anaknya, Sandra. Marti diceritakan sering membentak Sandra ketika Sandra bertanya mengenai suatu hal.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, karena hal ini lah Sandra menjadi kesulitan dalam menulis karangan yang ditugaskan oleh Ibu Guru Tuti. Karena Sandra tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh Ibunya, dan dia malah dimarahi ketika sedang bertanya siapa Ayahnya kepada Marti.
Cerpen ini memang agak membingungkan ketika saya membacanya. Alur ceritanya mundur maju. Tetapi lebih banyak menceritakan tentang kejadian pada masa lalu yaitu cerita seperti saat Sandra bertanya kepada Ibunya tentang apakah dia memiliki Ayah atau tidak. Sudut pandang yang digunakan oleh Seno Gumira adalah sudut pandang orang ketiga. Di mana, Pengarang sebagai orang ketiga yang serba tahu apa yang dialami oleh para tokoh yang ada di dalam cerita ini.
Cerpen “Pelajaran Mengarang” memiliki tema yang menarik, yaitu mengenai diskriminasi perlakuan sosial. Sandra hanyalah anak kecil yang baru berusia 10 tahun, tetapi dia sudah mengalami bagaimana rasanya dimarahi menggunakan kata-kata yang kasar oleh Ibunya.
ADVERTISEMENT
Latar tempat cerpen ini ada di kelas, rumah Sandra, dan klub malam tempat mama Sandra bekerja. Latar suasana yang saya tangkap dari cerpen ini adalah suasana tegang dan sedih. Suasana tegang dapat dirasakan saat Sandra bertanya mengenai Ayahnya kepada Marti, lalu sedih ketika Sandra ternyata tidak memiliki kenangan yang indah tentang Keluarganya.
Amanat yang bisa saya ambil dari cerpen “Pelajaran Mengarang” adalah, kita harus menjadi manusia yang senantiasa memiliki sifat sabar dalam menghadapi situasi apa pun, entah itu situasi yang baik maupun yang kurang baik. Lalu, mau bagaimanapun keadaan atau kondisi orang tua, tetapi mereka itu tetaplah orang tua kita. Orang tua sebaiknya jangan berkata kasar bila sedang berbicara dengan anak, karena hal itu mampu memberikan contoh yang tidak baik kepada sang anak tersebut. Dan sebagai seorang guru, guru seharusnya tidak membatasi siswanya dalam menulis sebuah karangan, karena itu bisa menghambat kreativitas anak, dan juga guru tersebut sudah membatasi hak anak untuk menulis tentang hal apa yang sebenarnya ingin dia tulis. Dan juga, sebagai seorang guru, seharusnya bisa mengayomi murid-muridnya, bukan hanya sekadar mengajar saja.
ADVERTISEMENT
Unsur ekstrinsik yang saya temukan pada cerpen ini adalah mengenai keadaan sosial pada masa lalu yang ternyata masih terjadi hingga masa sekarang. Cerpen ini mengangkat tema yang sesuai dengan keadaan masa kini di mana banyak anak yang harus mengalami hal yang tak seharusnya dia rasakan, yaitu memiliki Ibu yang merupakan seorang tunasusila.
Temuan pada kelebihan dan kekurangan pada cerpen ini adalah, walaupun pada saat membaca saya merasakan kebingungan dengan pertanyaan mengapa Sandra kesulitan mengarang ditambah dengan alurnya yang mundur maju, tetapi semuanya bisa terjawab dengan baik pada akhir cerita.