Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Zionisme di Israel: Peran Inggris Dalam Menciptakan Konflik Abadi
25 November 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Salma Putroh Faziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Deklarasi Balfour menjadi salah satu tonggak utama dalam pendirian negara Israel di tanah Palestina. Dikeluarkan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1917, deklarasi ini mencerminkan dukungan resmi Inggris terhadap gerakan Zionisme, yang bertujuan membangun tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina. Nama deklarasi tersebut diambil dari Arthur James Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris saat itu. Namun, mengapa Inggris begitu terlibat dalam isu Zionisme dan wilayah Palestina? Jawabannya terletak pada kombinasi faktor politik, kepentingan perang, dan aliansi strategis.
ADVERTISEMENT
Sebelum Deklarasi Balfour, Palestina berada di bawah kendali Kekhalifahan Ottoman. Namun, setelah kekalahan Ottoman dalam Perang Dunia I, wilayah tersebut jatuh ke tangan Inggris melalui mandat Liga Bangsa-Bangsa. Arthur Balfour, dengan dukungan para tokoh Zionis seperti Chaim Weizmann dan Lionel Walter Rothschild, mendorong pemerintah Inggris untuk mendukung pembangunan negara Yahudi. Rothschild, pemimpin Federasi Zionis Inggris, memiliki pengaruh besar, baik melalui kekayaannya maupun jaringan politiknya.
Gerakan Zionisme yang dipelopori oleh Theodor Herzl dan diteruskan oleh Chaim Weizmann sudah muncul pada akhir abad ke-19. Salah satu alasan utama gerakan ini adalah keinginan mendirikan negara Yahudi di Palestina, yang kala itu dianggap sebagai tanah suci bagi kaum Yahudi. Namun, ambisi ini terkendala oleh kekuasaan Kekhalifahan Ottoman. Setelah Perang Dunia I, melemahnya Ottoman memberi peluang bagi Inggris dan Zionis untuk mempercepat upaya pendirian negara Yahudi di Palestina.
ADVERTISEMENT
Deklarasi Balfour dan Politik Inggris
Isi Deklarasi Balfour secara eksplisit menyatakan dukungan Inggris terhadap pendirian "tanah air bagi bangsa Yahudi" di Palestina. Namun, Inggris berjanji untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan hak-hak penduduk asli Palestina, baik secara sipil maupun keagamaan. Ironisnya, dalam praktiknya, janji tersebut tidak dipenuhi. Inggris secara aktif membantu imigrasi Yahudi ke Palestina dan mendukung pembentukan permukiman Yahudi, yang akhirnya mengubah demografi wilayah tersebut.
Pertanyaan pentingnya adalah mengapa Inggris mau mendukung orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara di tanah milik Palestina? Tentu saja hal itu tidak lepas dari kepentingan Perang Dunia I. Motivasi Inggris mendukung gerakan Zionisme tidak sepenuhnya altruistik. Selama Perang Dunia I, Inggris berharap dukungan komunitas Yahudi internasional dapat memperkuat posisi mereka, baik dalam perang maupun dalam penguasaan ekonomi global. Selain itu, dukungan ini juga bertujuan untuk memastikan pengaruh Inggris di Timur Tengah, terutama di wilayah strategis seperti Palestina.
ADVERTISEMENT
Kejatuhan Palestina dan Pendudukan Zionis
Setelah Inggris memutuskan untuk meninggalkan Palestina pada tahun 1948, Zionis sudah mempersiapkan langkah strategis untuk mendirikan negara Israel. Mereka melancarkan serangkaian operasi militer yang menyebabkan pengusiran lebih dari 700.000 penduduk Palestina, pembantaian massal, dan penghancuran ratusan desa Arab. Peristiwa ini, yang dikenal sebagai Al-Nakba atau "Malapetaka," meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Palestina hingga kini.
Pada 14 Mei 1948, Zionis secara resmi mendeklarasikan berdirinya negara Israel. Secara sistematis, nama "Palestina" dihapus dari peta, dan jejak-jejak sejarah Palestina dihilangkan. Pendirian Israel tidak hanya melibatkan kekuatan militer tetapi juga dukungan finansial dan politik dari tokoh-tokoh seperti keluarga Rothschild, yang membeli tanah-tanah di Palestina secara besar-besaran untuk mendukung pemukiman Yahudi.
ADVERTISEMENT
Deklarasi Balfour mencerminkan pengkhianatan Inggris terhadap rakyat Palestina. Janji Inggris kepada Sharif Hussein bin Ali mengenai pembentukan negara Arab merdeka serta janji internasionalisasi Palestina melalui perjanjian Sykes-Picot semuanya diingkari. Sebaliknya, hanya janji kepada gerakan Zionis yang dilaksanakan. Pihak yang paling diuntungkan tentu saja Israel, mereka datang ke wilayah yang sudah berkepemilikan lalu dengan mulusnya mereka menempati wilayah tersebut atas dasar menurut “keyakinan” mereka.
Pendirian Israel di atas tanah Palestina menciptakan konflik yang berlarut-larut hingga hari ini. Keberpihakan Inggris kepada Zionis tidak hanya didasari oleh alasan politik, tetapi juga oleh pengaruh keluarga Rothschild, yang menjadikan Zionisme sebagai ideologi mereka. Bagi rakyat Palestina, Deklarasi Balfour adalah simbol pengkhianatan dan awal dari penderitaan panjang akibat kehilangan tanah air mereka.
ADVERTISEMENT