Adzan dan Anjing

Salma Rizqiya Zulfa
sedang menjalani pendidikan S1 di Universitas Pendidikan Indonesia
Konten dari Pengguna
14 Maret 2022 22:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salma Rizqiya Zulfa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini, warga tanah air dihebohkan dengan pernyataan menteri agama Yagut Cholil Qoumas yang membandingkan suara adzan dan gonggongan anjing. Di dalam suatu wawancara bersama wartawan, menag mengutarakan tentang aturan volume pengeras masjid. Alasan menag mengeluarkan peraturan tersebut agar tidak mengganggu kehidupan agama non muslim. Namun, yang menjadi kontroversi adalah ungkapan menag yang mengibaratkan gema suara adzan dengan gonggongan anjing. Hal itulah yang membuat kebanyakan umat muslim merasa terluka karena perkataan beliau. Akibat peristiwa tersebut, banyak yang mendiskusikan kontroversi ini salah satunya adalah seminar yang membahas adzan, gonggongan anjing dengan unsur pidana beserta hukum.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan teori pragmatik, diskusi dalam seminar tersebut dapat di analisis menggunakan teori deiksis. Deiksis sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti menunjuk atau menunjukkan. Menurut Abidin (2019) deiksis merupakan suatu bentuk bahasa yang memiliki fungsi penunjuk berupa sebuah kata dan lainnya, yang bisa berpindah-pindah tergantung konteksnya. Selain itu, menurut Sarwiji di dalam Narayukti (2020) menyatakan bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen dan dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara, waktu, dan tempat yang diutarakan. Deiksis juga diartikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya.
Deiksis terbagi menjadi 6 jenis yaitu deiksis persona, tempat, penunjuk, waktu, wacana, dan sosial. Deiksis persona merupakan deiksis yang menunjukkan diri penutur, biasanya ciri-ciri ungkapan yang menggunakan deiksis ini terdapat kata ‘saya’, ‘kamu’, atau ‘dia’ dalam tuturannya. Deiksis tempat adalah jenis deiksis yang mengungkapkan lokasi atau peristiwa yang terjadi, kata yang digunakan dalam deiksis ini adalah kata ‘disini’ yang menandakan dekat dengan pembicara, ‘disitu’ yang menandakan jauh dari pembicara, atau ‘disana’ yang menandakan jauh dari pembicara dan pendengar. Menurut Putrayasa dalam (Narayukti, 2020) mengutarakan bahwa deiksis penunjuk adalah deiksis yang mengungkapkan sesuatu hal dalam bentuk ujaran yang tidak bisa terlepas dari maksud yang ingin disampaikan oleh penutur kepada mitra tuturnya. Deiksis waktu adalah ungkapan jarak waktu yang dipandang pada suatu ungkapan dibuat. Deiksis wacana menurut (Narayukti, 2020) berhubungan dengan penggunaan ungkapan dan pilihan kata di dalam satu ujaran dalam wacana. Deiksis sosial adalah deiksis yang menunjukkan perbedaan ciri sosial antara penutur dan petutur, contohnya yaitu panggilan ‘pak haji’ kepada seseorang yang sudah pernah menjalankan ibadah haji.
ADVERTISEMENT
Setelah menganalisis video seminar terkait isu suara adzan dan gonggongan anjing, ditemukan 5 deiksis yaitu deiksis persona, penunjuk, waktu, tempat, dan sosial. Ungkapan yang menunjukkan deiksis persona adalah ujaran Prof Aceng, “Semuanya saya anggap sudah paham betul karena isu ini sudah sangat viral.”. Dari ungkapan tersebut terdapat kata ‘saya’. Kata ini merujuk pada sudut pandang orang pertama. Selain itu, dalam ujaran yang dilontarkan Prof Aceng juga terdapat deiksis penunjuk kata ‘ini’ yang merujuk pada kasus suara adzan dan anjing menggonggong.
Ungkapan yang menunjukkan deiksis waktu terdapat dalam ujaran Prof Suteki, “Kemudian, sekarang persoalan adzan yang mestinya tidak perlu”. Dari ujaran tersebut terdapat kata ‘sekarang’ yang merujuk pada masa kini. Berikutnya adalah ungkapan yang menunjukkan adanya deiksis tempat yaitu terdapat dalam ujaran Pak Chandra, "saya mengutip pendapat dari pakar psikologi Reza Indragirid, beliau menyatakan bahwa disitu ada istilahnya yang menggunakan teori metafora”. Dari ungkapan tersebut terdapat kata ‘disitu’ yang merujuk pada pendapat Reza Indragirid mengenai istilah yang menggunakan teori metafora. Selanjutnya, ungkapan yang menunjukkan deiksis sosial yaitu terdapat dalam ujaran, “Bagaimana Prof Aceng?”. Panggilan prof ini digunakan bagi seseorang yang sudah menempuh pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
Dari analisis yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 deiksis yang ditemukan dalam seminar Adzan, Suara Anjing & Unsur Pidana. Pertama adalah deiksis persona dengan ciri adanya kata ‘saya’ yang menandakan sudut pandang orang pertama. Kedua adalah deiksis penunjuk dengan ciri adanya kata ‘ini’. Ketiga deiksis waktu dengan ciri terdapat kata ‘sekarang’ yang merujuk pada masa kini. Keempat deiksis tempat dengan ciri terdapat kata ‘disitu’, dan terakhir deiksis sosial dengan ciri adanya panggilan kata ‘prof'.
Sumber:
Abidin, Jauharul, Sariban, & Nisaul Barokati Selirowangi. (2019). Deiksis dalam Novel Merindu Baginda Nabi Karya Habiburrahman El Shirazy. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Volume 5 (1), 74-80.
Narayukti, NND. (2020). Analisis Dialog Percakapan pada Cerpen Kuda Putih dengan Judul “Surat Dari Puri”: Sebuah Kajian Pragmatik “Deiksis”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, Volume 9 (2), 86-94.
ADVERTISEMENT