Dwifungsi ABRI Pada Masa Orde Baru

Salma Nur Amanda
Mahasiswa Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
21 Maret 2022 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salma Nur Amanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Penulis
ADVERTISEMENT
Pada era orde baru, kita pasti mengenal tentang sistem Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Keterlibatan ABRI dalam peran politik di Indonesia menjadi sorotan pada masa itu. Sebenarnya, sistem Dwifungsi ABRI sudah ada sejak masa awal kemerdekaan namun perannya tidak begitu dominan. Dimulai sejak tahun 1966 sampai tahun 1998 atau semenjak era orde baru, sistem Dwifungsi ABRI mulai lebih dikuatkan dan mempunyai peran yang luas dalam berbagai bidang.
ADVERTISEMENT
Sejak awal kemerdekaan, peran militer adalah menjaga sebuah negara dari ancaman yang datang, baik dari dalam maupun luar negeri. Maka dari itu, ABRI memutuskan untuk terlibat dalam melihat ancaman tersebut dari dalam.
Konsep sistem Dwifungsi ABRI sendiri awalnya diperkenalkan oleh Jenderal A.H Nasution dalam pidatonya pada acara HUT Akademi Militer Nasional di Magelang pada 12 November 1958, pidatonya tersebut disebut dengan pidato “middle way”. Dalam pidatonya tersebut, Nasution memberikan gagasannya tentang keinginannya yang menginginkan bahwa ABRI dapat memiliki peran untuk menguasai politik dan juga tidak ingin ABRI digunakan sebagai alat penguasa yang dimanfaatkan oleh politisi sipil. Melalui hal inilah, dimulailah rumusan konsep Dwifungsi ABRI.
Dalam berkiprahnya Soeharto menjadi Presiden selama hampir 32 tahun, ABRI mempunyai peran penting dalam kekuasaannya tersebut. Pada masa pemerintahan Soeharto, kebijakan Dwifungsi ABRI mulai diperkuat. Dengan dilaksanakannya kebijakan Dwifungsi ABRI, ABRI tidak hanya digunakan sebagai sistem pertahanan dan keamanan negara namun juga mempunyai peran dalam bidang non-militer seperti bidang politik, sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Terlebih dalam bidang politik, ABRI memiliki peran yang dominan didalamnya dan menjadi kekuatan besar dalam pemerintahan. Pengaruh ABRI dalam bidang politik cukup besar dan sangat jelas, seperti pada anggota parlemen dan menteri-menteri di kabinet yang sebagian besar berasal dari militer. Para anggota ABRI juga diberikan peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik tanpa meninggalkan perannya sebagai anggota militer.
Pada dasarnya, Dwifungsi ABRI diharapkan agar militer tidak lagi dimanfaatkan oleh politisi sipil untuk berpolitik. Dengan adanya hal ini juga, terutama dalam bidang politik dapat mencegah adanya politik yang bertentangan dengan ideologi negara.
Pada tahun 1990-an, pada masa pemerintahan Soeharto telah banyak terjadi penyelewengan kekuasaan dari kebijakan Dwifungsi ABRI. Soeharto yang bersikap otoriter dan menjadikan ABRI untuk mengamankan orang-orang yang dianggap sebagai pengganggu dari kepemimpinannya ini. Puncaknya pada Mei 1998, terjadi reformasi yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat menganggap Soeharto dalam kepemimpinannya terlalu keras dan menginginkan Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.
ADVERTISEMENT