Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
6 'Badai' yang Menerpa RS Mitra Keluarga akibat Kasus Debora
12 September 2017 13:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, menjadi sorotan karena kasus kematian bayi Debora di ruang IGD. Bayi Debora yang kritis hanya dirawat di IGD dan tidak dizinkan ke ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) karena tidak punya biaya.
ADVERTISEMENT
Orang tua Debora diwajibkan membayar uang muka sebesar Rp 19.800.000 bila ingin anak mereka dirawat intensif di ruang PICU. Mereka yang kala itu hanya memengang uang Rp 5 juta dan kartu BPJS tidak bisa berbuat apa-apa dan berusaha mencari rujukan rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS. RS Mitra Keluarga saat itu mengatakan tidak bekerja sama dengan BPJS.
Di tengah perjuangan mencari rujukan, bayi Debora yang kondisinya kritis itu akhirnya meninggal di ruang IGD RS Mitra Keluarga.
Setelah kasus itu mencuat ke media, RS Mitra Keluarga langsung diperiksa oleh Dinas Kesehatan DKI. Bukan hanya Dinkes, RS Mitra Keluarga juga mendapat sorotan dari Mendagri, DPR hingga MPR. Berikut 6 'badai' yang menerpa RS Mitra Keluarga setelah kasus bayi Debora.
ADVERTISEMENT
1. Terbukti Lalai
Dinas Kesehatan DKI Jakarta menilai dalam kasus kematian bayi Debora ada kelalaian dari pihak RS Mitra Keluarga. Kadinkes DKI Koesmedi Priharto mengatakan akan memeriksa rumah sakit tersebut secara mendalam.
"Ada kelalaian dari rumah sakit, walaupun dia mencari rujukan ke RS lain, tapi dia juga menyuruh keluarga untuk mencari tahu RS lain yang harusnya dilaksanakan rumah sakit," kata Koesmedi di kantor Dinkes DKI Jakarta di Gambir, Jakarta Pusat, Senin (11/9).
Dia mengatakan akan membentuk tim untuk mengaudit RS Mitra Keluarga. Dinkes akan mendatangi rumah orang tua bayi Debora untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam audit tersebut.
"Oleh karena itu kita akan membentuk tim untuk audit lebih dalam, kemudian kita akan datang ke rumah pasien untuk mencari data, termasuk data medis," jelasnya.
ADVERTISEMENT
2. Diusulkan Ditutup
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengaku tersinggung dan marah atas kejadian bayi Debora yang meninggal di RS Mitra Keluarga lantaran telat mendapat perawatan di ruang PICU karena masalah uang.
"Saya tersinggung dan marah betul ada rumah sakit tidak menerima pasien karena enggak bawa uang sampai bayi Debora itu meninggal," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9).
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pihak rumah sakit sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila yang dijunjung tinggi di Indonesia. Seharusnya pihak rumah sakit pada saat itu mau menolong, memberikan perawatan terlebih dahulu kepada Debora. Sehingga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Ia meminta otoritas yang berwenang bisa memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit tersebut. Sanksi dengan menutup rumah sakit itu menurut Zulkifli sangat layak, pasalnya telah menyebabkan bayi yang tak berdosa itu meninggal.
ADVERTISEMENT
"Loh ada, orang sakit karena enggak bisa bayar dulu terus enggak ditolong sampai meninggal. Saya kira ini rumah sakit mesti dikasih sanksi yang keras dari otoritas yang memiliki, bila perlu tutup," tegasnya.
3. Disebut Sebagai RS Tak Manusiawi
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ikut geram dengan peristiwa tewasnya bayi Debora setelah tak mendapat penanganan lebih lanjut dari RS Mitra Keluarga. Tjahjo berharap ada sanksi sosial terhadap rumah sakit.
"Rumah sakit hanya berpikir uang-uang, harus diberi sanksi sosial oleh masyarakat dan pers," ujar Tjahjo dalam pesan singkat, Minggu (10/9).
Tjahjo menuturkan, undang-undang memang lemah dalam mengontrol rumah sakit yang menurutnya tidak manusiawi tersebut. Pihak rumah sakit tahu bayi Debora sakit parah harus ada emergency, malah dirujuk ke RS lain.
ADVERTISEMENT
"Harusnya ditangani dulu, kalau sudah stabil bisa dirujuk," tutunya.
"Sanksi sosial rumah sakit tersebut paling tepat, jangan berobat ke rumah sakit yang tidak manusiawi," ujarnya.
"Mari kita cegah jangan sampai muncul kembali Debora Debora lain. Bayi yang dalam keadaan gawat darurat tapi rumah sakit tidak mau memproses/memberikan pengobatan," imbuh Tjahjo.
4. DPR Sebut RS Mitra Keluarga Melanggar UU Kesehatan
Komisi IX DPR usai rapat kerja dengan Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek, Senin (11/9) kemarin, menilai RS Mitra Keluarga Kalideres diduga secara sengaja telah lalai mematuhi ketentuan UU Kesehatan Nomor 36/2009.
Bahkan, Komisi IX mendesak agar dugaan pelanggaran tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 2 x 24 jam. Jika tidak diselesaikan, Komisi IX tidak akan membahas anggaran Kementerian Kesehatan 2018.
ADVERTISEMENT
"Komisi IX menilai bahwa Rumah Sakit Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 32 UU Nomor 36/2009 Ayat 1 dan 2," ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (12/9).
Secara lengkap, ketentuan pasal tersebut berbunyi:
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
5. Terancam Sanksi Pidana 10 Tahun hingga Pencabutan Izin
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan pihaknya masih melakukan investigasi 2x24 jam (Senin-Selasa) terhadap RS Mitra Keluarga. Bila terbukti bersalah maka RS tersebut akan dikenakan sanksi sesuai UU.
ADVERTISEMENT
Sanksi yang mungkin diberikan, kata dia, bertahap. Dimulai dari pemberian teguran secara lisan lalu teguran keras hingga pencabutan izin operasi rumah sakit. Investigasi, kata dia, akan membuktikan apakah benar RS Mitra Keluarga Kalideres lebih mendahulukan meminta uang daripada menyelamatkan nyawa Debora.
"Jika ada pidana, itu akan terkena. Kalau menyebabkan kecacatan misalnya sampai pidana dua tahun, kalau tidak salah, dan denda dana. Kalau sampai kematian saya ingat 10 tahun dan dendanya sampai Rp 1 miliar," ujarnya.
Investigasi yang akan dilakukan yaitu pemeriksaan mendalam terhadap pelayanan medis, prosedur administrasi dan komunikasi. Selain investigasi kepada rumah sakit, Kemenkes akan menggali informasi dari pihak keluarga.
"Jadi bisa saja layanan medis sudah benar, tidak ditelantarkan, tentu sanksi administratif. Jika keadaan emergency, punya BPJS atau tidak, punya KIS atau tidak ya tetap harus ditolong rumah sakit, baik swasta atau pemerintah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Kita harus tetap menolong tanpa harus melihat pembiayaan atau dana. Itu mutlak," lanjutnya.
6. Saham Turun
Kasus bayi Debora ternyata berpengaruh pada saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Saham MIKA 'goyang' karena kasus ini.
Dikutip dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia, Senin (11/9), saham MIKA dibuka di harga Rp 2.080 atau anjlok 30 poin dari posisi penutupan pekan lalu sebesar Rp 2.110.
Harga saham MIKA terus turun dan sempat menyentuh ke level terendah di Rp 1.950. Hingga pukul 10.53 waktu JATS, harga saham MIKA diperdagangkan di Rp 2.020 atau turun 90 poin (4,27%).
Frekuensi saham MIKA ditransaksikan sebanyak 1.191 kali dengan total volume perdagangan sebanyak 54.679 saham senilai Rp 10,98 miliar.
ADVERTISEMENT
Pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga sudah memberikan klarifikasi atas kasus ini. Mereka mengatakan sudah memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa bayi Debora di ruang IGD. Mereka juga sudah berkomunikasi dengan RS lain soal rujukan.
Saat dokter RS Mitra Keluarga tengah berkomunikasi dengan dokter di RS lain, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk.
Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien. Bayi Debora meninggal di ruang IGD RS Mitra Keluarga.
Pihak RS menyampaikan ucapan bela sungkawa kepada kedua orang tua bayi Debora dan mengutarakan permintaan maaf atas pelayanan rumah sakit yang dirasa tak maksimal kepada pasien berusia 4 bulan itu.
ADVERTISEMENT
"Kami ingin ucapkan turut berduka cita atas nama rumah sakit, atas berpulangnya Debora. Turut berduka cita yang mendalam kepada Bapak Rudianto Simanjorang dan Ibu Henny Silalahi," ujar Humas Mitra Keluarga Group, Nendya Libriyani, dalam konferensi pers di Dinkes DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (11/9).
Nendya mengatakan, sudah ada perwakilan dari pihak RS Mitra Keluarga yang bertandang ke kediaman orang tua bayi Debora. "Pihak perwakilan RS Mitra Keluarga telah mengunjungi keluarga bapak Debora di rumahnya, dan menyampaikan keprihatinan serta duka cita mendalam," kata Nendya.
Setelah kejadian ini, RS Mitra Keluarga berjanji akan melayani pasien darurat tanpa meminta uang muka.