Hoaxbuster: Tidak Ada Siswa SD Al Madinah Meninggal karena Radiasi HP

10 Mei 2017 12:12 WIB
clock
Diperbarui 8 April 2019 16:22 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cover Hoax siswa meninggal. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Cover Hoax siswa meninggal. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Kabar soal siswa SDIT Al Madinah yang meninggal karena radiasi HP beredar di media sosial. Disebutkan dalam pesan itu siswa kelas V SD pusing-pusing karena kerusakan otak dan meninggal.
ADVERTISEMENT
Siswa tersebut dikatakan sering bermain HP sejak usia 2,5 tahun. Hal ini membuat otaknya berubah menjadi warna kemerahan dan mengecil hingga akhirnya anak itu meninggal di usia 11 tahun karena kerusakan otak akibat radiasi HP.
Berikut isi pesan berantai tersebut:
Assalammu'alaikum Ayah Bunda...innalillahi wainna illahi rajiuuun
Tadi pagi seorang siswa Al Madina...meninggal dunia...di Perumahan TATIA ASRI CILUAR tetangga ibu Hanna guru SMKN1 Bogor
Awalnya...siswa sering mengeluh pusing dan pingsan...dibawa ke rmh sakit..krn ortunya kedua2nya banker...punya rezeki lebih....si anak lngsung dibawa ke RS di Jakarta...setelah didiaknosa..otak si Anak kena radiasi dr HP...dan otaknya berubah menjadi warna kemerahan dan mengecil...alias mengerut....pihak dokter..menanyakan ke ortu...brp sering si anak menggunakan hp/android dlm sehari...ortunya menjawab mmg sering..krn nak cowok satu2nya...difasilitasi dgn andoid pribadi...dan sering main game online...dari usia 2,5 tahun sampai akhirnya usia 11 tahun...otaknya sdh rusak
ADVERTISEMENT
Dokter menyimpulkan si anak kena radiasi HP...yg menyebabkan otaknya rusak dan mengkerut..akhirnya darah tdk lancar...sering pusing berat...dan td pagi meninggal dunia kelas V SDIT Al Madina Keradenan
Demikian info nya ayah bunda..semoga manfaat..dan menjadi pelajaran berharga bg kita semua utk keluarga.⁠⁠⁠⁠
kumparan mengecek kebenaran tersebut ke sekolah SDIT Al Madinah. Mardi, salah satu staf SDIT Al Madinah, memastikan kabar tersebut tidak benar.
"Berita itu tidak benar. Kita sudah cek guru-guru di sini nggak ada siswa yang meninggal seperti yang diberitaka di pesan itu," ucap Mardi saat dikonfirmasi kumparan, Rabu (10/5).
Mardi mengatakan akibat pesan berantai itu, sekolahnya banyak menerima telepon dari berbagai daerah. Mereka menanyakan kabar kebenaran pesan tersebut.
"Banyak juga yang sudah bertanya ke sini dan kabar itu hoax. Kalaupun ada siswa yang meninggal pasti kita di sekolah akan melayat. Tapi tidak ada kejadian itu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Dokter
Di kesempatan terpisah, dokter spesialis anak Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC mengatakan efek yang dikhawatiran dari radiasi - dari mana pun sumbernya - terhadap sel tubuh adalah perubahan tabiat sel menjadi ganas atau kanker. Namun hingga tahun 2016 publikasi riset tentang dampak langsung ponsel yang bisa merusak sel otak masih belum konklusif.
"Ada 1 riset pada hewan coba tikus yang ditemukan mengalami tumor otak dan jantung setelah paparan radiasi intensif dari ponsel. Tapi ini eksperimen pada binatang yang ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dari manusia. Hipotesis ponsel memicu kanker pada manusia masih perlu bukti lebih lanjut," papar Wiyarni.
Menurutnya, seorang dokter tidak akan gegabah menyatakan pemicu kematian hanya berdasarkan tanya-jawab dengan orang tua dengan gejala sering pusing dan pingsan. Begitupun setelah diketahui adanya perubahan pada struktur otak kemerahan atau mengkerut, perlu dilakukan diagnosis bandingan lain yang layak dipertimbangkan secara medis.
ADVERTISEMENT
"Saya pribadi meragukan detail cerita broadcast tersebut. Namun penggunaan gadget pada anak memang harus diatur dengan bijak. No gadget sampai usia 18-20 bulan supaya interaksi dan komunikasi berkembang sesuai milestone, kemudian batasi screen time pada balita kurang dari 2 jam per hari, supaya kemampuan kognitif dan kendali emosinya terasah lebih optimal," jelas dokter Wiyarni.