Konten dari Pengguna

Awan (Tak Lagi) Kelabu

Salmah Muslimah
Redaktur di kumparan
4 September 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salmah Muslimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi awan mendung. Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi awan mendung. Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang
ADVERTISEMENT
Pernah nggak sih kalian merasa situasi hidup itu kayak dikelilingi awan kelabu. Gelap, suram dan tak semangat. Rasanya semuanya serba lelah. Mau ngapa-ngapain udah males.
ADVERTISEMENT
Saya pikir semua orang pernah mengalami masa-masa ini. Tapi bagaimana cara menghadapinya yang berbeda-beda.
Ada yang berduka berhari-hari. Rasanya hidup kok berat banget.
Tapi ada juga yang 'hanya' sedih sebentar. Lalu dia kembali menatap optimstis jalan hidupnya.
Atau ada yang putar haluan, pilih jalan lain agar tidak bertemu dengan 'awan kelabu' yang menggelayut di hati.
Pilihan itu ada di pribadi masing-masing, mau bersikap gimana sama si 'awan kelabu'.
Saya berpikir, perasaan terbebani, tersakiti, itu rasanya kok malah mengerogoti 'jiwa' sendiri ya. Misalnya gini, anggap aja, kita benci sama seseorang, rasa benci itu seperti batu besar yang menindih di dada.
Tapi orang yang kita benci, apakah merasakan 'sesak' yang sama? Bisa jadi nggak. Mungkin justru orang itu tidak peduli.
ADVERTISEMENT
Jadilah sia-sia segala pendirian kita menahan sesak karena rasa benci pada orang itu.
Terus, harus gimana?
Cara terbaik menurut saya adalah melepaskan, memaafkan. Bukan untuk mereka yang kita benci, tapi untuk diri kita sendiri agar terbebas dari rasa sakit yang obatnya tak berwujud itu.