Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
3 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memutuskan untuk Mencintai Seseorang
2 Mei 2023 7:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari salman alfarisiy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jika manusia punya musim kawin, mungkin Syawal adalah waktunya. Di bulan inilah segala model undangan pernikahan dari berbagai penjuru berdatangan masuk ke rumah-rumah juga laman sosial media.
ADVERTISEMENT
Tak terkecuali, saya pun turut menerima undangan demi undangan itu, mulai dari kawan SMP, SMA, Guru, atau kawan jauh tidak lupa mengajak saya untuk menghadiri pesta pernikahan mereka. Beribu maaf saya haturkan, sebab saya tidak mampu memenuhi semua undangan, pun jika menghadiri, 'seserahan' yang saya beri masih kurang pantas.
Maka dari itu, izinkanlah saya memberikan sepucuk tulisan yang tidak seberapa ini sebagai hadiah yang semoga saja dapat menggantikan ketidakhadiran serta kurangnya seserahan yang saya berikan.
Meski perlu dibaca oleh kawan-kawan kawin saya lainnya, tulisan ini secara khusus saya berikan kepada kawan yang saya temui waktu SM*. Ia-setahu saya-terbilang lumayan lugu dalam hal perempuan, pun juga soalan cinta.
Cukup kaget saya ketika melihat namanya terpampang dalam halaman utama undangan pernikahan. Kesambet apa dia sehingga secara singkat, dalam umur yang 23 tahun ini sudah memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang yang baik dan juga sombong, saya tidak keberatan untuk memberikan beberapa wejangan soal pernikahan, utamanya terhadap hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencinta.
Dikutip dari buku 'Pencerahan Cinta'', hal pertama yang perlu diketahui adalah seorang pecinta harus mampu membedakan antara cinta dan hasrat.
Max Scheler, seorang filsuf Jerman menjelaskan bahwa hasrat adalah keinginan agar suatu objek memenuhi apa yang ia butuhkan dan inginkan. Ini berbeda dengan cinta, yang berarti keinginan untuk mendatangi serta membersamai menuju kesempurnaan sebuah objek.
Sebagai contoh, jika seorang berhasrat dengan mawar maka ia akan mencabut akarnya, menaruhnya sebagai penghias ruangan, dan selesai dengannya apabila ia layu. Berbeda dengan orang yang mencintai mawar, ia akan membiarkannya di tempatnya berada, memberinya pupuk, mengagumi setiap mekar dan layunya.
ADVERTISEMENT
Cinta dan nafsu hampir mirip, bahkan perilaku yang nampak terlihat sama. Jika seseorang sudah memutuskan untuk menjadi pecinta, maka ia harus sering mengoreksi hatinya, bernafsu atau bercintakah ia pada saat itu.
Kedua, perlu ditegaskan bahwa cinta bukanlah kebahagiaan. Kebahagiaan memanglah dampak dari mencintai, tapi ia bukan cinta itu sendiri. Jika cinta adalah kebahagiaan, bagaimana kita menjelaskan seorang yang memilih menderita karena cinta?
Bagaimana soal orang yang berani mati demi negara yang dicintainya? Bagaimana dengan orang yang berlaku kasar, marah, bahkan melukai justru karena cinta?
Dari sini kita mulai mengerti bahwa cinta bukan hanya soal kenikmatan, ia juga penderitaan, rasa sedih, amarah, serta beragam perasaan lainnya.
Yang harus dilakukan seorang pecinta adalah ia harus pandai-pandai mengelola perasaannya; apa yang harus ia lakukan saat menjalani penderitaan? Bisakah ia menakar kadar amarah yang perlu dikeluarkan? Bagaimana cara mengelola rasa kesal jika mendapati konflik? Sebagai seorang pecinta, mengontrol perasaan adalah kunci, jangan sampai malah kita yang tenggelam oleh perasaan kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Ketiga, adalah hal yang alamiah jika kita ingin memajukan orang yang kita cintai, namun kesalahan mengelola keinginan akan membuat kita menjadi posesif.
Sebuah perasaan yang berusaha mendandani dan membentuk objeknya tidak lain merupakan bentuk dominasi. Atas nama menolong dan membimbing, ego kita akhirnya maju paling depan untuk mengontrol yang kita cinta sesuai dengan kemauan kita. Alih-alih mengarahkan menjadi pribadi yang lebih baik, keposesifan justru membuat yang kita cintai menjadi tidak berdaya.
Posesif memang berbahaya, namun sebaiknya jangan sampai kita mengabaikan kesalahan orang yang kita cintai. Mencintai seseorang apa adanya harus dibarengi dengan upaya untuk menutupi kelemahan dan saling bergantung satu sama lain.
Seperti halnya kita yang butuh perhatian, orang yang mencintai kita pun juga tidak ingin diabaikan. Di sinilah seni seorang pecinta, ia harus pandai-pandai mengelola perilakunya agar tidak posesif, pun tidak juga sampai mengabaikan pasangannya.
ADVERTISEMENT
Akhir kata saya ingin menutup pesan ini dengan kutipan Erich Fromm dalam ‘The Art of Loving’.
Terima kasih atas waktunya kawan-kawanku, selamat menempuh hidup baru.