Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
ASN Bermental Sehat, Seberapa Penting?
26 Juli 2022 19:58 WIB
Tulisan dari Salman Farishi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sekitar April lalu mentor kami di kelas ASN menulis, coach Fathur, memberikan tantangan kepada kami para mentee nya untuk membuat buku antologi yang hanya terdiri dari 3 penulis. Puluhan alumni kelas ASN Menulis asuhan beliau yang merupakan ASN lintas instansi ditantang membuat buku antologi dengan beragam tema bebas yang ingin diangkat terkait ASN.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya squad menulis yang merupakan bagian dari komunitas ASNation ini sudah menerbitkan beberapa buku antologi yang memang “dikeroyok” ramai-ramai oleh lebih dari 10 penulis. Dua diantaranya saya ikut masuk sebagai salah satu penulisnya yakni buku 55 Kisah Inspiratif Menjadi ASN Berprestasi dan 55 Kisah Inspiratif Perjuangan ASN .
Tulisan saya kali ini merupakan tulisan perdana yang rencananya saya jadikan pembuka bagi tulisan-tulisan selanjutnya dalam sebuah tema besar mengenai pentingnya ASN bermental sehat. Tulisan-tulisan terkait tema ini nantinya akan saya jadikan buku antologi bersama dua penulis lainnya.
Besarnya potensi masalah mental penduduk usia produktif
Pemilihan tema ini bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang bisa kita dapatkan informasinya dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) bahwa pada tahun 2018 data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan data terdapat lebih dari 19 juta penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan kesehatan mental emosional, bahkan lebih dari 12 jutanya mengalami depresi.
ADVERTISEMENT
Bukan tidak mungkin dari sekitar 19 juta penduduk yang terindikasi bermasalah mentalnya ada diantaranya yang berprofesi sebagai ASN, khususnya ASN dengan usia produktif (rentang usia 18-50 tahun).
Mengacu pada apa yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe, terdapat sekitar 20% dari populasi Indonesia saat ini berpotensi mengalami permasalahan mental. Ini merupakan jumlah yang sangat besar. Maka, kekhawatiran adanya sebagian ASN yang rentan mengalami masalah mental ini menjadi semakin beralasan.
Jika kita merujuk pada buku Statistik ASN yang dirilis oleh BKN per Desember 2021 lalu, terdapat sekitar 61% ASN berada pada rentang usia produktid. ASN pada rentang usia produktif inilah yang menjadi paling rentan terkena permasalahan mental.
ADVERTISEMENT
ASN juga berpotensi mengalami masalah mental
Mungkin kita kemudian menjadi bertanya-tanya apakah ASN bisa mengalami masalah mental? Bukankah kehidupan ASN itu “terjamin”? Bukankah untuk menjadi ASN itu melalui tahapan psikotes dan wawancara yang cukup ketat? Sebelum menjawab, ijinkan penulis menegaskan bahwa hingga saat ini belum menemukan data empiris yang valid dan resmi mengenai seberapa banyak ASN yang mengalami permasalahan mental. Oleh sebab itu, penulis perlu membuat disclaimer bahwa yang penulis sampaikan sesungguhnya masih sebatas opini.
Opini penulis didukung oleh beberapa bukti-bukti kasuistik yang diangkat oleh media sebagaimana yang diungkapkan Azmi Listya Anisah dalam artikelnya di Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 – 10 yang bertajuk “INTERVENSI LITERASI DAN LAYANAN KESEHATAN MENTAL PNS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI ERA NEW NORMAL” mengenai kasus PNS yang melakukan bunuh diri di Medan diduga karena depresi (Molana, 2020); 2 (dua) orang PNS di Mataram yang tidak dapat melaksanakan tugas secara maksimal karena terindikasi gangguan jiwa dan disarankan untuk mengajukan cuti dengan alasan khusus (Nirkomala, 2018); dan 5 (lima) orang PNS Pemerintah Kabupaten Serang yang sering tidak masuk kerja karena mengalami gangguan jiwa (Arbi, 2016).
ADVERTISEMENT
Kembali ke pertanyaan-pertanyaan di atas. Betul bahwa untuk diterima menjadi ASN melalui berbagai tahapan panjang yang diantaranya ada psikotes dan wawancara. Secara logika sederhana seharusnya ini menjadi filter bagi calon ASN dengan permasalah mental. Juga tidak salah jika dikatakan kehidupan ASN relatif lebih “terjamin” meskipun kita percaya bahwa yang menjamin kehidupan seseorang adalah Tuhan yang diikuti oleh ikhtiar maksimal. Contoh nyatanya di saat pandemi Covid-19 melanda banyak dari kalangan profesional yang kehilangan pekerjaannya kecuali mereka yang beprofesi sebagai ASN. Lalu mengapa ASN masih rentan dengan masalah mental?
Penulis melihat munculnya permasalahan mental pada ASN terutama ASN-ASN muda secara garis besarnya terjadi karena 2 faktor utama. Pertama dari sisi rekrutmen, kedua dari sisi proses kehidupan yang dijalani saat menjadi ASN. Dari sisi rekrutmen, penulis tidak hendak mengatakan bahwa alat psikotest dan wawancara yang diberlakukan selama proses penjaringan ASN itu tidak valid atau tidak efektif. Namun, harus diakui bahwa kedua alat uji tersebut sulit untuk benar-benar mengidentifikasi seseorang dengan permasalahan mental dalam spektrum tertentu. Sebut saja misalnya orang dengan skizofrenia ringan atau orang yang mengalami gangguan overthinking, masih sangat mungkin lolos pada tahapan tersebut karena biasanya pengidap kedua masalah mental tersebut masih dapat menunjukkan performa kecerdasan, kreatifitas, dan semangat kerja di atas rata-rata.
ADVERTISEMENT
Penyebab lainnya bisa jadi datang dari proses kehidupan yang dijalani selama menjadi ASN. Dinamika lingkungan kerja sedikit banyak juga berkontribusi dalam mempengaruhi mental seorang ASN. Sehat atau tidaknya interaksi komunikasi di kantor baik dari atasan atau sesama rekan kerja terutama para senior, kebijakan yang kurang adil, beban pekerjaan, dan lain sebagainya sedikit banyak berdampak pada kesehatan mental seorang ASN.
ASN bermental sehat, Indonesia berdaulat
Menjadi ASN dengan mental sehat adalah hal yang sangat penting untuk menciptakan birokrasi Indonesia yang sehat dan pada akhirnya dapat membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Sebagai contoh, seorang ASN yang berada pada garis terdepan dalam melayani kebutuhan warga, jika ia memiliki mental yang sehat ia akan mudah mengendalikan emosinya dan memisahkan permasalahan pribadi dengan kehidupan profesionalnya. Jika ia bisa bersikap profesional dalam pekerjaannya maka ia akan mampu menjaga performa terbaiknya dan melakukan pelayanan prima. Masyarakat yang mendapatkan pelayanan prima akan merasa puas dan permasalahannya teratasi dengan baik sehingga ia menjadi senang dan bahagia. Warga yang senang dan bahagia akan mudah untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan bahagia yang selanjutnya akan berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia yang kuat dan berdaulat.
ADVERTISEMENT
Contoh lain misalnya seorang ASN yang bekerja pada sebuah laboraturium uji. Jika ia bermasalah secara mental dan tidak mampu mengendalikan emosinya maka akan mempengaruhi performa kerjanya. Potensinya semakin besar jika mental kejujurannya juga sakit. Bisa jadi ia akan memberikan laporan yang tidak valid dan memanipulasi data seolah valid. Dampaknya bisa dibayangkan hingga skala yang lebih besar.
Dari kedua contoh tersebut, kita akan semakin menyadari pentingnya ASN memiliki mental yang sehat dalam menunaikan tugas-tugas mulianya melayani masyarakat yang merupakan inti dari peran fungsi ASN itu sendiri baik mereka yang berada di lini terdepan dalam layanan maupun yang bekerjanya di balik layar.
Harapannya dengan semakin sadarnya kita akan pentingnya ASN bermental sehat dalam melayani masyarakat demi Indonesia yang berdaulat, maka semua pihak yang merasa bertanggung jawab dalam sama-sama mewujudkan hal tersebut menjadi lebih serius dalam mengambil langkah-langkah kongkrit. Tidak ada lagi yang abai akan hal tersebut atau menyepelekannya. Dalam tulisan selanjutnya penulis berpikir untuk menggali lebih dalam faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat menjadi penyebab ASN pada rentang usia produktif rentan untuk mengalami permasalahan mental dan apa saja solusi yang dapat kita hadirkan untuk mencegah atau mengatasinya. Sampai bertemu di tulisan selanjutnya, insya Allah.
ADVERTISEMENT