Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tren Childfree dalam Perspektif Islam
21 Agustus 2021 5:31 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Salman Al Farisi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini jagat dunia maya sempat dihebohkan dengan istilah Childfree, bahkan di beberapa media sosial di Indonesia, di Twitter, Youtube maupun platform media online lainnya menjadi trending topik perbincangan masyarakat digital.
ADVERTISEMENT
Istilah ini digunakan bagi orang yang sudah menikah namun memilih sikap untuk enggan memiliki keturunan. Baik itu anak kandung, anak tiri maupun anak adopsi.
Ada banyak alasan yang melatarbelakangi komunitas yang mengaku diri sebagai Childfree Community, di antaranya adalah kekhawatiran genetik, faktor finansial, mental yang tidak siap menjadi seorang ibu, bahkan alasan lingkungan.
Hal tersebut juga sempat disoundingkan oleh salah satu influencer Gita Savitri, dalam salah satu acara wawancaranya yang diunggah di youtube itu dia menyampaikan bahwa salah satu reason kenapa dia memilih sikap untuk Childfree adalah karna faktor finansial dan kesiapan mental orang tua untuk memiliki dan mendidik anak.
Memang sikap tersebut menjadi hak privasi masing-masing yang semestinya tidak dicampuri orang lain akan tetapi bila sikap tersebut dapat mempengaruhi orang banyak maka hal ini bisa menjadi polemik.
ADVERTISEMENT
Apalagi di Indonesia prinsip tersebut masih dirasa aneh oleh banyak kalangan bahkan menuai kontroversi. Childfree sebenarnya bukanlah istilah yang baru lahir, sebab trend ini sudah sejak lama berkembang di negara barat seiring dengan meluasnya liberalisme.
Fitrah Manusia
Segala sesuatu yang bertentangan dengan fitrahnya manusia pasti akan menjadi masalah. Misal: manusia fitrahnya adalah membutuhkan makanan untuk bisa bertahan hidup, maka akan menjadi masalah bila tidak ada makanan yang kita masukkan dalam tubuh kita.
Begitu pula dengan sebuah pernikahan, fitrah tujuan dari sebuah pernikahan salah satunya adalah memiliki keturunan, maka akan menjadi aneh memang ketika ada sebuah pasangan menikah namun tidak mau memiliki keturunan baik itu keturunan kandung, tiri, maupun adopsi.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa menjadi persoalan dalam rumah tangganya ketika pasangan tersebut sudah beranjak tua atau berada dalam kondisi tertentu, karna seorang anak memiliki perannya sendiri di dalam sebuah keluarga.
Faktor finansial dan Kesiapan mental orang tua untuk memiliki anak atau mendidik anak tidaklah sepenuhnya salah, tidak bisa kita pungkiri memang bahwa dua hal tersebut sangat perlu dibekali oleh setiap pasangan dalam menjalani rumah tangga.
Hanya saja ketika hal tersebut dijadikan alasan seseorang untuk memilih Childfree rasanya masih belum bisa diterima dengan akal sehat. Sementara di luar sana masih banyak pasangan yang berharap bisa punya keturunan namun tak kunjung diberi.
Seekor monyet saja memiliki naluriahnya (Insting Dasar) untuk memiliki keturunan dan mendidik anaknya loh, tanpa ia harus belajar parenting dulu, apalagi belajar tentang pengelolaan finansial keluarga. Tentu kita sebagai manusia yang diberikan bekal luar biasa oleh Allah SWT ini jauh lebih bisa dalam menjalankan fitrah tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketika kita sedang mengukur kayu dengan menggunakan meteran, bila terlalu panjang maka yang dipotong adalah kayunya bukan meterannya.
Bila kita memiliki kendala dalam finansial dan kesiapan mental dalam mendidik anak maka bukan anaknya yang tidak mau kita hadirkan dalam rumah tangga akan tetapi justru kita harus belajar mengelola finansial keluarga dan belajar berbagai hal agar mental kita siap untuk menjemput kehadiran buah hati dalam rumah tangga.
Childfree dalam Pandangan Islam
Dari sudut pandang Islam, sudah tentu tidak ada istilah Childfree atau enggan memiliki keturunan. Apalagi pada pasangan yang sudah menikah. Salah satu pemahaman umum tentang kesiapan menikah adalah karena sudah Aqil baligh. Ini memang menjadi bekal yang tak kalah penting bagi seseorang yang hendak menikah.
ADVERTISEMENT
Aqil dimaknai sebagai kesiapan secara psikis sementara Baligh sering dimaknai sebagai kematangan secara fisik (reproduksi, finansial dll). Dengan kata lain, seorang muslim diperbolehkan menikah dengan syarat ia mampu memahami secara aqil baligh serta bertanggung jawab pada perintah Allah dan larangan-Nya.
“Kenapa sih kok harus Aqil baligh?” Ya karna telah ada kesanggupan secara psikis dan fisik untuk reproduksi. Kalau menikah kemudian tidak punya orientasi memiliki anak lantas buat apa harus menunggu aqil baligh?
Artinya bahwa aqil baligh ini memiliki fungsi penting dalam menyiapkan pasangan untuk menikah dan mencapai tujuan dari sebuah pernikahan.
Mengutip pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya I’lâmul Muwaqqi’in menjelaskan tujuan pernikahan adalah “menjaga keberlangsungan jenis manusia, dan melahirkan keturunan yang saleh. Alasan ini secara hakikat juga menjadi alasan disyariatkannya pernikahan. Karenanya tidak mungkin terbayang adanya anak saleh tanpa pernikahan, sehingga menikah adalah sebab yang menjadi perantaranya. Anak saleh merupakan maksud syariat dan orang berakal. Jika tidak ada pernikahan, maka tidak akan ada anak saleh”.
ADVERTISEMENT
Upaya untuk memiliki keturunan dengan menikah menjadi sebuah ibadah dari berbagai sisi. Pertama, mencari ridha Allah SWT dengan menghasilkan keturunan. Kedua, mencari cinta Nabi Muhammad SAW dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan. Ketiga, berharap berkah dari do’a anak sholeh setelah dirinya meninggal. Keempat, mengharap syafa’at sebab meninggalnya anak kecil yang mendahuluinya.
Adapun menikah tanpa ingin memiliki keturunan atau childfree dengan alasan kekhawatiran dalam kemampuan finansial, alasan ini tidak cukup kuat untuk menjadi alasan enggan memiliki keturunan. Karna perkara finansial bagi pasangan yang ingin menikah telah Allah SWT sampaikan dalam Qur’an Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
ADVERTISEMENT
Jadi menurut penulis, dilihat dari kuatnya anjuran, keutamaan, serta urgensitas keberadaan anak sholeh dari suatu pernikahan, serta pertimbangan yang tidak prinsipil untuk tidak memiliki keturunan,
Maka alasan memilih nikah tanpa memiliki keturunan atau childfree sebagaimana kasus di atas hendaknya tidak dilakukan oleh kaum muslim/muslimah, sebab hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran agama, serta menyalahi makna filosofis dari sebuah pernikahan. Wallahu a’lam.