Konten dari Pengguna

Kehadiran Influencer dalam Politik Indonesia: Antara Pendidikan & Komersialisme

Salman Robbani
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2 Oktober 2024 21:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salman Robbani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber Dari : https://www.istockphoto.com/id/vektor/influencer-atau-spanduk-pemasaran-sosial-pria-majikan-di-laptop-berteriak-di-gm1333272307-415845940
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Dari : https://www.istockphoto.com/id/vektor/influencer-atau-spanduk-pemasaran-sosial-pria-majikan-di-laptop-berteriak-di-gm1333272307-415845940
Lanskap politik Indonesia telah mengalami transformasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dengan hadirnya para influencer media sosial sebagai aktor baru dalam diskursus politik nasional. Fenomena ini telah membawa dimensi yang berbeda dalam cara politik dikomunikasikan dan dipahami oleh publik, terutama oleh generasi muda yang merupakan pengguna aktif berbagai platform media sosial. Namun, di balik potensi positifnya, fenomena ini juga memunculkan pertanyaan kritis tentang batas antara pendidikan politik yang cenderung substansial dan komersialisme.
ADVERTISEMENT
Para influencer media sosial, dengan basis pengikut yang mencapai jutaan di berbagai platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, menjadi saluran komunikasi politik yang sangat efektif di era digital. Mereka memiliki kemampuan untuk menyederhanakan isu-isu politik yang kompleks menjadi konten yang lebih mudah dicerna dan dipahami bagi audiens muda.
Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (2024), lebih dari 55% ( 113,6 Juta) jumlah pemilih muda terdiri dari Gen Z dan milenial dengan rentang usia 17-35 tahun dari total jumlah pemilih sekitar 204,8 juta jiwa di seluruh Indonesia. Ini menandakan bahwa begitu besarnya pasar pemilih muda yang bisa ditargetkan oleh para influencer untuk bisa digaet suaranya, Para pemilih muda ini cenderung lebih adaptif untuk mendapatkan informasi politik dari konten yang dibuat oleh para influencer di media sosial. Hal ini menandakan potensi besar yang dimiliki oleh para konten kreator dalam menggaet suara dari generasi muda dan masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring dengan meningkatnya peran influencer dalam komunikasi politik, muncul pula kekhawatiran tentang komersialisme dan objektivitas konten yang dihasilkan oleh para konten kreator. Secara kasat mata pada kontestasi pemilu 2024 kemarin bisa diamati terdapat lonjakan signifikan dalam partisipasi kampanye di media sosial selama periode Pemilu 2024 dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Banyak influencer yang diketahui melakukan kampanye atau endorsement politik untuk mempromosikan kandidat politik tertentu tanpa diketahui apakah ada kesepakatan dealing komisi kepada para influencer tersebut, hal ini menjadikan audiens kesulitan membedakan antara opini pribadi yang murni dengan konten berbayar yang memiliki agenda politik tertentu.
Diantara beberapa contoh deretan influencer yang melakukan endorsment atau dukungan politik pada kontestasi pilpres kemarin yakni ,seperti Raffi Ahmad, Desta, Ahmad Dhani,dll mereka adalah deretan selebritis yang mendukung pasangan 02, kemudian juga dari pihak 01 juga banyak terdapat kalangan selebriti khususnya para stand up comedyan yang melakukan aksi endorsment kepada pasangan tersebut, seperti David Nurbianto, Abdur Arsyad, Mo Sidik dll. Kemudian Pasangan 03 yang juga didukung beberapa influencer, seperti Grup Band Slank, Krisdayanti, Young Lex, dll.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum telah berupaya merespons fenomena maraknya influencer politik tersebut dengan mengeluarkan berbagai regulasi terkait kampanye di media sosial, seperti pada pasal 292 UU No. 17/2017 tentang pemilihan umum yang juga menyebutkan bahwa Media dilarang menjual blocking segment dan atau blocking time untuk Kampanye Pemilihan Umum Namun, implementasi regulasi tersebut menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesulitan dalam pengawasan konten yang sangat masif hingga batasan untuk platform media sosial yang bersifat internasional.
Kehadiran influencer dalam politik Indonesia membawa dampak yang beragam terhadap partisipasi politik masyarakat. Di satu sisi, fenomena ini berkontribusi pada peningkatan kesadaran politik di kalangan pemilih muda dan demokratisasi diskursus politik. Namun di sisi lain, terdapat kecenderungan kurangnya objektifitas terhadap isu-isu serius dan personalisasi yang berlebihan terhadap tokoh politik yang dilakukan oleh para influencer tersebut, sehingga dapat mengalihkan perhatian dari substansi kebijakan yang seharusnya menjadi fokus utama dalam diskusi politik.
ADVERTISEMENT
Beberapa pihak memiliki pandangan yang beragam tentang fenomena maraknya influencer politik ini. Seperti contohnya pada partai politik umumnya mereka melihat influencer sebagai strategi atau cara yang efektif untuk menjangkau pemilih muda dan tidak ragu mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk menggunakan jasa influencer marketing. Sementara itu, para aktivis politik dan akademisi cenderung lebih kritis, mengkhawatirkan kualitas diskursus politik yang bisa terancam tidak berkualitas dan mendorong untuk pembuatan regulasi yang lebih ketat serta menghimbau tentang pingnya literasi digital bagi masyarakat umum agar tidak gampang terpengaruh dengan apa yang disampaikan oleh influencer yang kurang bertanggung jawab.
Memang dengan munculnya para influencer politik ini tidak hanya memiliki efek negatif saja melainkan banyak efek positif yang mereka timbulkan seperti semakin meleknya anak muda dalam hal politik, kemudian juga semakin bertambahnya minat atau kepekaan masyarakat dalam hal politik dan keberlangsungan negara. Namun hal yang juga perlu diperhatikan guna mengoptimalkan peran positif influencer dalam politik Indonesia tersebut, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Penguatan regulasi perlu diimbangi dengan edukasi yang berkelanjutan, baik untuk para influencer maupun untuk masyarakat umum sebagai konsumen konten. Kolaborasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), platform media sosial, dan komunitas influencer juga diperlukan untuk mengembangkan panduan bersama mengenai konten politik yang bertanggung jawab sehingga tidak menyesatkan masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, menurut pandangan kami kehadiran influencer dalam politik Indonesia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari di era digital ini. Namun Tantangan utamanya adalah memastikan bahwa fenomena tersebut lebih mengarah pada pendidikan politik yang berkualitas daripada sekadar komersialisme yang dangkal. Diperlukan keseimbangan yang tepat antara inovasi dalam komunikasi politik dan menjaga integritas proses demokratis. Dengan pendekatan yang tepat, fenomena influencer politik dapat diarahkan menjadi kekuatan positif yang berkontribusi pada penguatan demokrasi Indonesia di era digital. Masyarakat umum juga diharapkan untuk tidak mudah terpengaruh dengan opini atau endorsment politik yang dilakukan oleh para influencer, namun masyarakat harus bisa cerdas untuk melakukan literasi dan riset mandiri secara mendalam untuk menentukan pilihannya dalam pemilihan umum.
ADVERTISEMENT