Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Antropologi Budaya: Perkembangan Kebudayaan Islam di Majapahit
21 Maret 2022 11:30 WIB
Tulisan dari Salsa Anggie Nur Afni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Majapahit merupakan sebuah kerajaan besar di nusantara pada waktu itu. Bahkan wilayahnya hampir meliputi wilayah Indonesia saat ini. Melihat hal ini jelas banyak kerajaan lain singgah di Majapahit untuk menjalankan misi diplomat. Selain itu jelaslah dari mereka datang membawa keyakinan atau kepercayaan mereka di dalam bumi Majapahit. Salah satunya adalah Syekh Jumadil Kubro dalam misi penyebaran agama Islam.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari banyaknya peninggalan Majapahit yang keseluruhannya berada di Jawa Timur khususnya di Trowulan Mojokerto, maka diduga kuat bahwa kerajaan Majapahit merupakan sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur. Terdapat banyak bukti konkret adanya suatu kerajaan di Trowulan Mojokerto.
Dikarenakan pada abad ke-12 M sampai ke-13 M pulau Jawa pada saat itu dikuasai oleh kerajaan yang bercorak Hindu Buddha maka Syekh Jumadil Kubro yang berasal dari Timur Tengah ini berdagang ke Jawa sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam.
Penyebaran ajaran Islam oleh Syekh Jumadil Kubro pun tidak mudah, banyak hambatan serta tantangan yang dihadapi oleh Syekh Jumadil Kubro. Hal ini dikarenakan pengaruh Hindu Buddha yang cukup kuat pada tradisi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebelum datangnya Syekh Jumadil Kubro di Majapahit, masyarakat masih menganut kepercayaan yang berlandaskan pengaruh Hindu maupun Buddha. Selanjutnya dengan cepat pengaruh Islam masuk ke wilayah Kerajaan Majapahit melalui kota-kota pelabuhan. Hal ini disebabkan karena adanya pertentangan antar anggota keluarga kerajaan sepeninggal Raja Hayam Wuruk.
Proses Dakwah Syekh Jumadil Kubro dalam Perkembangan Islam di Majapahit
Syekh Jumadil Kubro lahir di sebuah desa di daerah Samarkand dekat Bukhara pada 1349 M. Beliau merupakan seorang ulama yang kemudian menjadi seorang pendakwah Islam di tanah Jawa yang biasa disebut dengan walisongo. Nama asli beliau adalah Syeikh Jamaluddin al-Husain al-Akbar yang kemudian di Jawa lebih dikenal dengan Syekh Jumadil Kubro atau Sayyid Jumadil Kubro.
Saat masih anak-anak Syekh Jumadil Kubro tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan didikan sang ayah. Ayahnya yang merupakan seorang ulama membuat Syekh Jumadil Kubro mendapat berbagai ajaran ilmu agama. Ayahnya bernama Syekh Zainul Khusen. Menginjak usia dewasa Syekh Jumadil Kubro berangkat ke India tempat sang kakek berada. Di India Syekh Jumadil Kubro belajar tasawuf, syari’ah, dan ilmu lainnya dengan beberapa ulama terkenal.
ADVERTISEMENT
Tidak banyak bukti yang menyertai perjalanan Syekh Jumadil Kubro di tanah Jawa. Akan tetapi, terdapat beberapa pendapat yang menyebutkan bagaimana awal mula Syekh Jumadil Kubro tiba di pulau Jawa untuk mensyiarkan ajaran agama Islam. Menurut Husnu Mufid, setelah sempat tinggal di Jeumpa Aceh selama beberapa saat, Syekh Jumadil Kubro menuju ke tanah Jawa melalui Semarang dan singgah terlebih dahulu di Demak sebelum melanjutkan perjalanannya ke kerajaan Majapahit.
Sedangkan penuturan dari juru kunci makam Syekh Jumadil Kubro, beliau pertama kali singgah di pelabuhan Tuban dengan anaknya yang bernama Ibrahim Asmaraqandi. Dan pada saat itu pelabuhan Tuban merupakan pelabuhan besar di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian Syekh Jumadil Kubro melanjutkan perjalanan ke Trowulan sedangkan putranya yaitu Ibrahim Asmaraqandi tetap berada di Tuban untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
ADVERTISEMENT
Penyebaran ajaran agama Islam oleh Syekh Jumadil Kubro terjadi dalam dua periode. Periode pertama yaitu ketika beliau datang ke tanah Jawa pada 1399 M melalui jalur perdagangan dan periode kedua pada tahun 1404 M.
Kemudian dibentuk dewan dakwah walisongo oleh Sultan Muhammad 1 serta pembagian wilayah untuk kepentingan dakwah Islam, maka kemudian Syekh Jumadil Kubro mendapat tugas untuk menyebarkan ajaran Islam di ibu kota Majapahit.
Syekh Jumadil Kubro dibantu Tumenggung Satim yang lebih dahulu masuk Islam dalam mendakwahkan agama Islam ibu kota Majapahit. Pengajarannya dimulai dengan mengajarkan masalah ketauhidan dan juga perbuatan baik yang mencerminkan pribadi seorang muslim.
Oleh karena cara dakwah Syekh Jumadil Kubro yang pelan tapi pasti membuat beliau sangat disegani oleh masyarakat maupun keluarga kerajaan. Kemudian ajaran Islam yang lebih mendalam sepertinya diajarkan oleh anggota-anggota walisanga pada periode berikutnya.
ADVERTISEMENT
Perkembangan Kebudayaan Majapahit Setelah Kedatangan Islam
Sebelum masuknya Islam, kebudayaan yang berkembang mendapat pengaruh besar dari Hindu maupun Buddha. Selanjutnya Islam berkembang dengan pesat di Majapahit, hal ini disebabkan karena terdapat pertentangan antar anggota keluarga kerajaan sepeninggal Raja Hayam Wuruk.
Islam dapat diterima dengan baik karena sifatnya yang demokratis dan mudahnya untuk masuk ke dalam masyarakat Islam tanpa adanya upacara-upacara tertentu.
Salah satu faktor lain yang mempercepat masuknya pengaruh Islam di Majapahit adalah pernikahan antara Raja Wikramawardhana atau Hyang Wisesa dengan putri Cina. Kemudian dari pernikahan ini lahirlah Arya Damar atau Swan Liong.
Selain pernikahan dari Wikramawardhana, Raja Kertabhumi juga menikah dengan putri Cina yang bergelar Dwarawati, kemudian lahir Raden Patah atau Jin Bun. Raden Patah inilah yang kemudian merobohkan kekuasaan Majapahit, yang sebelumnya telah memiliki kedudukan di Bintara (Demak). Hingga Majapahit runtuh pada 1478 M dengan candra sengkala sirna ilang kertaning bumi.
ADVERTISEMENT
Adat istiadat dan kebudayaan Majapahit setelah masuknya Islam mengalami akulturasi, antara lain:
• Upacara yang berhubungan dengan jumlahnya hari-hari tertentu setelah kematian (selametan tiga hari, tujuh hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, pendak satu, pendak dua, dan sebagainya). Setelah masuknya Islam upacara ini tetap dilaksanakan namun digantikan dengan tahlil.
• Bangunan masjid, terjadi akulturasi pada bagian atap yang bersusun seperti kuil-kuil Hindu Asia Selatan. Kemudian untuk letak masjid yang berada di tepi barat istana. Hal ada dasarnya adalah kelanjutan dari fungsi candi pada zaman Hindu.
• Makam, setelah masuknya Islam di Majapahit tradisi pemakaman pun tidak meninggalkan tradisi lama. Seperti usaha mengabadikan makam dengan wujud jirat dan nisan. Namun dengan diberikan lafal Islam pada nisan. Contohnya dapat kita lihat pada komplek pemakaman Islam Troloyo.
ADVERTISEMENT
• Dalam seni wayang dilakukan dengan dibuatkan cerita-cerita yang mengambil tema-tema Islam seperti pandawa lima, dan, kalimasada, dengan gambar manusianya disamarkan, tidak seperti manusia utuh supaya tidak menyalahi peraturan Islam.
• Dalam sistem pendidikan setelah masuknya Islam adalah dengan didirikannya sistem pendidikan model pesantren sebagai pusat pengembangan ajaran agama Islam.