Konten dari Pengguna

Boikot Israel: Dilema Kebutuhan dan Kemanusiaan

Salsabiil Firdaus
Presiden & Founder El-Firdausy Foundation
6 Desember 2023 15:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabiil Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi demo boikot Israel. Foto: Donny Hery/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi demo boikot Israel. Foto: Donny Hery/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Fenomena yang sedang ramai diberitakan di berbagai media lokal maupun internasional, yakni konflik Israel dan Palestina telah menimbulkan kubu pro dan kontra, tak terkecuali Indonesia. Ada kubu yang secara terang-terangan membela dan mendukung Palestina dan yang membela aksi genosida Israel sebagai dalih membela diri. Dalam menyikapi fenomena ini, kita harus melihat dari tiga perspektif.
ADVERTISEMENT
Pertama perspektif kita sebagai orang muslim. Jelas sekali di dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10 dijelaskan bahwasanya setiap mu’min itu bersaudara satu sama lain. Bahkan di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwasanya setiap umat mu’min itu diibaratkan satu tubuh, jikalau satu anggota tubuh itu sakit maka semua anggota tubuh lainnya pun akan merasa sakit. Jika di dalam fenomena ini kita tidak merasakan sakit dan pedihnya rakyat Palestina di sana, maka keimanan kita ikut dipertanyakan.
Yang kedua adalah perspektif kita sebagai bangsa Indonesia. Jelas terdapat dalam pembukaan konstitusi kita yang menyatakan bahwasanya kemerdekaan itu hak semua bangsa, sehingga segala bentuk penjajahan harus dihapuskan karena melanggar prinsip kemanusiaan dan keadilan.
ADVERTISEMENT
Bahkan presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pun berbicara dalam Sidang Umum PBB tahun 1960 menyatakan bahwa Indonesia berdiri tegak bersama bangsa Palestina dalam menggapai kemerdekaannya. Dan kembali dipertegas dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI No. 3 Tahun 2019 yang menyatakan bahwasanya Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik apa pun dengan Israel.
Dan yang ketiga adalah perspektif kita sebagai manusia. Kita sebagai manusia memandang bahwasanya konflik ini bukanlah sekadar konflik antar agama atau konflik perebutan wilayah, tetapi lebih dari itu. Konflik ini menyangkut ribuan bahkan jutaan nyawa masyarakat sipil Palestina yang sebagian besar terdiri dari anak-anak dan perempuan. Oleh karena itu konflik ini jelas bukanlah suatu peperangan, tetapi konflik ini adalah bentuk genosida dan aksi penjajahan Israel atas rakyat Palestina.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Palestina dan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) yang dikutip oleh Al Jazeera pada Kamis 23 November 2023, data jumlah korban masyarakat sipil Palestina sejak 7 Oktober 2023 – 23 November 2023 tercatat sebanyak 14.758 syuhada dan 37.750 orang luka-luka yang sebagian besar menjadi korban atas penyerangan ini adalah anak-anak dan wanita. Dan fenomena ini terus terjadi berulang-ulang selama berpuluh-puluh tahun tanpa adanya sanksi dan sikap tegas dari PBB selaku penjaga perdamaian dunia, seolah-olah mereka tidak mengetahui apa pun fenomena ini.
Maka dari itu timbulah beberapa sikap dari sebagian orang di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Mulai dari aksi solidaritas mendukung Palestina, memberikan donasi dan bantuan kemanusiaan, menyuarakan dukungan lewat media sosial, hingga melakukan aksi boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
ADVERTISEMENT
Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwanya yaitu Fatwa No. 83 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang isinya menyatakan bahwasanya wajib hukumnya untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dan mengimbau kepada umat muslim Indonesia untuk memboikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan menggantinya dengan produk-produk lokal Indonesia.
Bahkan kini masyarakat Indonesia pun sudah tidak asing lagi dan sudah dapat memilah dengan baik yang mana produk-produk terafiliasi dengan Israel dan yang mana tidak terafiliasi dengan Israel. Meskipun beberapa konsumen ada yang masih menggunakan produk yang terafiliasi pro Israel karena keterdesakan dan kebutuhan juga tidak adanya produk yang serupa dengan hal tersebut.
Dengan adanya aksi pemboikotan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel, berdampak juga pada masyarakat Indonesia, khususnya yang paling berdampak adalah pada pedagang itu sendiri seperti pelaku UMKM. Sebab akan ada perubahan yang terjadi seperti penurunan pendapatan, pergantian barang, atau berkurangannya customer itu sendiri. Bahkan tak sedikit juga, karyawan-karyawan Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang diboikot pun terkena PHK massal. Lalu bagaimana solusi dari dampak aksi pemboikotan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel ini?
ADVERTISEMENT
Di sinilah peran pemerintah hadir dalam memberikan penyelesaian dari segala permasalahan ini. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan pendekatan kepada para pengusaha dan perusahaan yang ada di Indonesia untuk memperhatikan para pekerja yang terkena PHK.
Pemerintah juga diharapkan untuk mengambil alih peran dalam menyelesaikan permasalahan ini dengan memberikan bantuan bagi para pengusaha UMKM lokal yang terdampak aksi boikot dan menciptakan lapangan kerja dengan membuka investasi dan mengembangkan teknologi baru. Setelah kita melihat persoalan dari fenomena ini, apakah kita masih mau mementingkan kebutuhan kita ketimbang kemanusiaan?