Konten dari Pengguna

Toxic Relationship Luka dari Daddy Issues: Langkah Awal Mengatasinya

Salsabil Ananda
Mahasiswi Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Desember 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabil Ananda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi korban Toxic Relationship. (Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com/photo/wood-love-woman-relationship-6670304/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban Toxic Relationship. (Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com/photo/wood-love-woman-relationship-6670304/)
ADVERTISEMENT
Toxic Relationship atau bisa kita ketahui sebagai hubungan yang tidak sehat tentu memiliki dampak yang sangat merugikan bagi para korbannya. Perasaan akan takut kesendirian, takut ditinggalkan, dan takut tidak akan mendapatkan kasih sayang lagi, menjadi alasan yang membuat mereka bertahan di dalam hubungan yang tidak sehat tersebut.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini biasanya marak terjadi pada remaja perempuan yang mengalami Daddy Issues. Lalu, apa saja kaitan Toxic Relationship dan juga Daddy Issues? Simak di sini untuk lebih lanjut!

Apa itu Daddy Issues?

Ilustrasi peran ayah dalam mendidik anaknya. (Photo by Lgh_9: https://www.pexels.com/photo/a-girl-riding-a-bike-with-the-help-of-her-father-1005803/) Hal ini berkaitan erat dengan ketidak ikut sertaan peran seorang ayah selama perkembangan dan pertumbuhan anak perempuannya.
Daddy Issues, adalah istilah masa kini dari 'Father Complex' yang dikemukakan oleh seorang ahli psikologi, Sigmund Freud. Kondisi ini menyimpulkan bahwa anak membutuhkan orang dewasa, dalam hal ini orang tua, untuk menjadi pembimbing hidup dalam membentuk rasa aman (Putri, 2021).
Menurut Conolly & McIsaac (2009) remaja membentuk model hubungan romantis dengan pasangan berdasarkan pengalaman masa sekarang dan masa lalu dengan figur lekatnya yaitu: orang tua, keluarga, dan teman sebaya. Sedangkan fenomena Daddy Issues, erat kaitannya dengan ketidak ikut sertaan seorang ayah dalam peran membimbing dan mendidik anaknya.
ADVERTISEMENT
Daddy Issues tidak hanya terjadi pada anak-anak yang terpisah secara fisik dengan ayahnya, melainkan bisa juga disebabkan oleh seorang ayah yang menganggap bahwa mendidik anak hanyalah tugas seorang ibu semata. Padahal kebutuhan emosional, sokongan kognitif, dan juga perkembangan sosial harus dipenuhi oleh peran ayah.
Menurut Sigmund Freud, Father Complex dibagi menjadi dua aspek yaitu, aspek positif dan aspek negatif. Pada aspek positif inilah seseorang akan mencari figur seperti ayah di dalam diri orang lain.

Bagaimana kaitannya dengan Toxic Relationship?

Ilustrasi pasangan yang mengalami Toxic Relationship (Photo by Timur Weber: https://www.pexels.com/photo/a-couple-talking-while-arguing-8560383/)
Ketika tidak mendapat seorang ayah sebagai figur yang bertanggung jawab, bijaksana, dan juga rela mengorbankan apa pun untuk anak-anaknya sebagai rasa kasih sayangnya, anak akan kehilangan arah. Pada masa remajanya, mereka akan mencoba mencari-cari seseorang laki-laki yang dianggap bisa untuk menggantikan kekosongan rasa sayangnya dari figur seorang ayah.
ADVERTISEMENT
Pada saat mereka telah mendapatkan apa yang mereka anggap dengan "rasa sayang dan cinta" dari laki-laki tersebut, mereka akan berpikiran bahwa yang hanya dapat memberi kasih sayang dengan sepenuhnya adalah si laki-laki tersebut yang menjadi pasangannya.
Lambat laun mereka akan merasa terikat dengan "rasa sayang" yang diberikan oleh pasangannya, bahkan ketika pasangan mereka telah melakukan hal yang sangat buruk dan dapat sangat menyakiti mental maupun fisik mereka.
Ini lah yang menjadi akar permasalahan dari kebanyakan orang yang mengalami Daddy Issues tetap mempertahankan hubungannya walaupun sudah tidak sehat.

Langkah-langkah awal untuk keluar dari Toxic Relationship

Ilustrasi tentang kebebasan. (Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/low-section-of-man-against-sky-247851/)
Berdasarkan jurnal The 4th International Conference on Innovations in Social Sciences Education and Engineering yang berjudul, "The Phenomenon of Adolescent Girl with Daddy Issues Problem in Understanding about Romance Relationship," ternyata ada loh langka-langkah awal untuk mengatasi permasalahan Daddy Issues yang dapat berdampak menjebak seseorang di dalam hubungan yang tidak sehat. Yuk, kita simak!
ADVERTISEMENT
1. Pahami Masalahnya
Cobalah untuk mengerti asal-usul masalah "daddy issues," misalnya karena kurangnya hubungan yang baik dengan ayah. Dengan menyadarinya, kamu bisa lebih mudah mengenali kebiasaan atau pola yang tidak sehat dalam hubungan.
2. Bangun Relasi yang Positif
Carilah teman, pasangan, atau orang-orang yang bisa mendukung dan membuat kamu merasa nyaman. Hubungan yang sehat bisa membantu mengisi kebutuhan emosional yang mungkin kurang terpenuhi sebelumnya.
3. Belajar Membangun Hubungan dengan Orang Lain
Pahamilah kebutuhan utama dalam hubungan, seperti merasa diterima, bisa mengontrol situasi, dan mendapat kasih sayang. Ini bisa membantumu menciptakan hubungan yang lebih seimbang dan bahagia.
4. Hadapi Trauma dan Rasa Ketakutan
Hadapilah pengalaman buruk atau trauma yang pernah dialami. Jika kamu merasa sering terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, mulailah belajar untuk mengenali tanda-tandanya dan mencari hubungan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
5. Cari Bantuan Ahli
Jika merasa kesulitan, berbicara dengan psikolog atau konselor akan sangat membantu. Mereka bisa membimbingmu untuk memproses perasaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan membangun pola pikir yang lebih positif tentang hubungan.
6. Pahami Cinta yang Sehat
Belajar memahami bahwa cinta yang sehat itu terdiri dari tiga hal: keintiman (kedekatan emosional), gairah (ketertarikan fisik), dan komitmen (keinginan untuk bersama dalam jangka panjang). Dengan memahami ini, kamu bisa membangun hubungan yang lebih dewasa dan sehat.
Dengan memulai langkah-langkah tersebut, kita bisa mengerti dan membedakan kondisi ketika suatu hubungan dalam keadaan yang sehat maupun yang sudah tidak sehat dan juga harus dilepaskan. Jadi, mulailah mencintai dirimu sendiri dengan menjaga kesehatan mentalmu terlebih dahulu, ya!
ADVERTISEMENT