Konten dari Pengguna

Seni dalam Bayang-Bayang Politik: Apakah Masih Bisa Bebas?

Salsabila Zamzama Saharani
Salsabila Zamzama Saharani adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya, dengan minat besar dalam isu-isu sosial dan seni.
2 Oktober 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila Zamzama Saharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
By: Bila
zoom-in-whitePerbesar
By: Bila
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebebasan seni selalu menjadi isu yang krusial dalam dunia politik. Di berbagai belahan dunia, karya seni sering kali mencerminkan aspirasi, kritik, dan suara-suara yang tidak terdengar di masyarakat. Namun, dengan semakin kompleksnya dinamika politik, pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah seni masih bisa bebas dari bayang-bayang politik? Dalam konteks komunikasi, seni menjadi alat ekspresi yang sangat kuat. Namun, ketika seni berbenturan dengan kepentingan politik, apakah seniman masih dapat merdeka dalam berkarya, atau justru terperangkap dalam bingkai yang dibentuk oleh kekuasaan?
ADVERTISEMENT
Seni dan Kebebasan Ekspresi
Secara teoritis, seni seharusnya merupakan bentuk ekspresi yang bebas, di mana seniman dapat menyampaikan apa yang mereka lihat, rasakan, dan alami. Seni memiliki kekuatan untuk menggugah kesadaran masyarakat, mengkritik keadilan, dan bahkan memicu perubahan sosial. Namun, dalam praktiknya, seni sering kali berada dalam tekanan, baik itu oleh pemerintah, kelompok sosial, maupun media.
Dalam teori komunikasi, kebebasan berekspresi adalah hak fundamental. Namun, masih banyak negara yang mengatur kebebasan seni melalui undang-undang, sensor, dan tekanan dari otoritas. Di Indonesia, misalnya, kebebasan berekspresi dalam seni seringkali dihadapkan pada tantangan dari pemerintah maupun kelompok-kelompok politik tertentu. Banyak seni yang dianggap kontroversial atau menyinggung pemerintah dengan mudah ditarik dari ruang publik atau dibatasi distribusinya.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan media sosial dan digital, kontrol terhadap karya seni semakin meluas. Di sinilah seni dan komunikasi menjadi dua hal saling terikat erat. Sebagai medium komunikasi, seni dapat menciptakan diskursus publik yang kritis.
Politik dan Pengaruhnya terhadap Seni
Di Indonesia, kita melihat bagaimana politik mempengaruhi perkembangan seni. Dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, berbagai karya seni yang mengkritik kebijakan pemerintah terkait isu-isu hak asasi manusia, lingkungan, dan sosial politik lainnya kerap dibatasi. Beberapa seniman bahkan menghadapi ancaman atau intimidasi karena karyanya dianggap terlalu kontroversial. Dalam konteks ini, seni tidak lagi sekadar menjadi medium ekspresi, tetapi juga alat perlawanan terhadap hegemoni politik yang ada.
Pemerintah dan lembaga-lembaga otoritas sering kali menggunakan alasan keamanan, moralitas, atau stabilitas sosial untuk membatasi kebebasan seni. Namun, jika ditelaah lebih dalam, sering kali motif sebenarnya adalah menjaga kekuasaan dan menghindari kritik yang dapat menggoyahkan legimitasi politik. Yang pada akhirnya, seniman harus mencari cara untuk tetap bisa berkarya di tengah tekanan ini, salah satu caranya dengan menggunakan simbolisme dengan lebih halus.
ADVERTISEMENT
Komunikasi dan Seni dalam Era Digital
Di era digital, komunikasi seni mengalami transformasi yang signifikan. Internet dan media sosial memberikan ruang bagi para seniman untuk menyebarkan karya mereka tanpa harus melalui filter media tradisional atau institusi-institusi resmi. Hal ini tentu saja memberikan kebebasan yang lebih besar bagi seniman untuk mengekspresikan diri mereka, tetapi pada saat yang sama, pemerintah dan otoritas juga memperluas kontrol mereka ke dunia digital. Di Indonesia, pengawasan terhadap karya seni di media sosial semakin ketat. Dalam hal ini, meskipun era digital menawarkan kebebasan baru, ancaman terhadap kebebasan berekspresi dalam seni masih tetap ada.
Namun, di balik tekanan tersebut, banyak seniman yang justru menemukan cara-cara kreatif untuk tetap berkarya. Di media sosial, misalnya, seniman dapat menciptakan karya yang lebih interaktif dan melibatkan audiens secara langsung, sehingga memperkuat pesan-pesan sosial dan politik yang ingin mereka sampaikan. Media digital juga memberikan ruang bagi seni untuk lebih inklusif, di mana berbagai kelompok yang sebelumnya terpinggirkan dapat lebih mudah mengekspresikan diri.
ADVERTISEMENT
Tanggung Jawab Seniman di Tengah Isu Politik
Di tengah tekanan politik, seniman memiliki peran penting dalam menjaga kebebasan berekspresi dan melawan narasi-narasi yang merugikan masyarakat. Seni bukan hanya tentang keindahan, tetapi juga tentang perlawanan terhadap ketidakadilan. Di sini, seni menjadi alat komunikasi yang sangat kuat, yang mampu menyampaikan pesan-pesan kritis dengan vara yang tidak bisa dilakukan oleh media konvensional.
Namun, kebebasan seni juga datang dengan tanggung jawab. Seniman perlu menyadari bahwa karya mereka memiliki dampak sosial yang besar. Dalam konteks politik, seni yang provokatif bisa memicu perubahan, tetapi juga bisa menimbulkan konflik. Oleh karena itu, seniman perlu mempertimbangkan bagaimana pesan-pesan yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi audiens dan masyarakat luas.
Dalam kaitannya dengan komunikasi, seni berperan sebagai jembatan antara ide dan audiens. Pesan yang ingin disampaikan melalui karya seni harus mampu dipahami oleh audiens, tetapi pada saat yang sama, seni juga harus tetap setia pada esensinya sebagai medium ekspresi yang bebas. Ini adalah tantangan besar bagi seniman di era kebebasan seni semakin dibatasi oleh kekuatan politik.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Seni dan politik memiliki hubungan yang kompleks. Di satu sisi, seni menawarkan kebebasan berekspresi yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat demokratis. Di sisi lain, politik sering kali memanfaatkan seni untuk memperkuat atau mempertahankan kekuasaan.
Komunikasi memainkan peran penting dalam menjaga kebebasan seni. Melalui media, baik itu media konvensional maupun digital. Namun, di tengah era di mana kontrol terhadap seni semakin ketat, seniman harus mencari cara-cara baru untuk tetap bebas berkarya. Pada akhirnya, kebebasan seni bukan hanya tentang hak individu, tetapi juga tentang kebebasan masyarakat untuk mengakses karya-karya yang mampu menggugah kesadaran dan menginspirasi perubahan.
Apakah seni masih bisa bebas dari bayang-bayang politik? Jawabannya tergantung pada bagaimana seniman dan masyarakat berjuang mempertahankan kebebasan tersebut. Tanpa perjuangan bersama, seni mungkin akan terus berada di bawah bayang-bayang kekuasaan.
ADVERTISEMENT