Konten dari Pengguna

Apakah Bisa Menjalin Hubungan Emosional dengan Karakter Fiksi?

Salsabila Adhe Ramadhani
Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Pembangunan Jaya
17 Desember 2022 16:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila Adhe Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (Sumber: Karya Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Sumber: Karya Pribadi)
ADVERTISEMENT

Perasaan ini semu atau nyata, sih?

Siapa, sih, yang nggak pernah merasa kagum, sedih, kecewa, hingga senang terhadap seorang karakter dari film ataupun buku?
ADVERTISEMENT
Untuk seorang penikmat karya sastra ataupun sinema, menonton dan membaca itu merupakan hal yang menyenangkan, terlebih lagi saat dipertemukan dengan karakter menarik yang membuat kita merasakan hal-hal yang biasa kita rasakan pada manusia nyata. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan atau koneksi emosional yang terjalin dengan karakter tersebut. Walaupun hanya karakter fiksi, koneksi tersebut menghasilkan emosi yang nyata. Penasaran, kan, mengapa bisa timbul rasa demikian? Mari kita cari tahu!
Hubungan Emosional Ini Namanya Apa, Sih?
Saat membaca buku, sering kali kita terhanyut dalam cerita, bahkan tidak jarang juga kita menempatkan diri sendiri sebagai beberapa karakter fiksi, sehingga kita dapat merasakan secara jelas perjuangan dan emosi dari si karakter yang secara tidak sadar juga menguras emosi kita. Terdengar melelahkan, namun untuk pecinta karya sastra, hal ini termasuk aspek kesuksesan seorang penulis menyampaikan ceritanya. Dalam perfilman pun juga seperti itu, semakin banyak yang menangis, marah, tertawa, malah semakin bagus dan menandakan bahwa film tersebut sukses menarik emosi penonton.
ADVERTISEMENT
Setelah diperhatikan, emosi merupakan faktor terbesar kesuksesan sebuah karya, mau itu dari penciptanya maupun penikmatnya. Emosi tersebut dapat membuat seolah-olah karakter fiksi tersebut menjadi nyata dan berhasil menyatu dengan sang penikmat. Pada akhirnya dari emosi tersebut terbentuklah hubungan emosional. Beberapa mengatakan bahwa hubungan dengan karakter fiksi adalah hubungan parasosial. Hubungan parasosial dirasakan sebagai hubungan interpersonal antara dua pihak. Namun kebanyakan hal ini hanya dirasakan satu sisi karena tidak ada timbal balik yang terjadi (Pulung S. Perbawani dan Almara J. Nuralin, 2021). Paparan tersebut membuktikan bahwa hubungan parasosial dapat dijalankan dengan karakter fiksi, sebab tidak ada timbal balik dari karakter tersebut.
Masuk ke dunia psikologi, kondisi ini dapat disebut sebagai Fictophilia dimana terjadi fenomena yang berbeda dari respon langsung manusia seperti, ajakan motorik, keterlibatan yang terwujudkan, dan proses simulasi pra-reflektif dalam mengkonsumsi fiksi (Power, 2008; Kuzmièová, 2012; Kukkonen and Caracciolo, 2014). Simpelnya, kondisi ini adalah dimana penikmat merasakan keinginan, ketertarikan, bahkan jatuh cinta terhadap karakter fiksi yang tidak dapat dimiliki.
ADVERTISEMENT
Mengapa Bisa Terbentuk Hubungan Ini?
“Kenapa Percy Jackson keren sekali, ya?”, “Kenapa karakter ini sangat mirip denganku, ya?”. Merupakan beberapa monolog yang awalnya sering dipertanyakan oleh pecinta karakter fiksi sebelum sungguh-sungguh terlanjur cinta dengan karakter tersebut.
Untuk pecinta karakter fiksi, waktu yang dihabiskan dengan karakter fiksi juga pun sama dengan menghabiskan waktu dengan manusia nyata. Seiring menghabiskan waktu bersama karakter itu juga, perasaan yang tadinya hanya kagum dan relate dengan si karakter akan perlahan-lahan berubah menjadi perasaan yang lebih, juga seakan-akan sangat mengetahui dan mengenal karakter tersebut. Hal ini tentunya dikarenakan penikmat ‘melekat’ pada sebuah karakter fiksi dalam waktu yang lama, sedangkan menurut Jennifer Barnes (2015) pada video Youtube Tedx Talks yang berjudul Imaginary friends and real-world consequences: parasocial relationships, otak kita tidak bisa membedakan hubungan dengan manusia nyata dan hubungan dengan karakter fiksi. Maka dari itu, otak kita dapat memiliki ide-ide alam bawah sadar dan mengatakan bahwa karakter fiksi itu nyata.
ADVERTISEMENT
Jika diaplikasikan ke dalam hubungan parasosial, tentu saja akan tersugesti bahwa hubungan itu hanya satu arah, lantas semakin sering kita melihat atau membaca tentang karakter itu, secara tidak langsung kita akan beranggapan bahwa kita mengenal karakter tersebut.
Apa Efek dari Hubungan Ini?
Terkadang pasti juga timbul pertanyaan seperti, “kenapa menghabiskan banyak waktu dan emosi untuk sesuatu yang pada faktanya tidak nyata?” dari seseorang yang tidak mengkonsumsi hal-hal yang berbau fiksi.
Secara logika pecinta karakter fiksi juga tahu bahwa hubungan tersebut hanya satu arah dan berbentuk imajinasi. Namun, ada efek dari hubungan emosional atau parasosial dengan karakter fiksi terhadap manusia menurut Jennifer Barnes (2015) yang harus kamu tahu, yaitu hubungan parasosial dapat menghambat hilangnya kepercayaan diri dan penolakan sosial dari diri kita.
ADVERTISEMENT
Dengan menyukai karakter fiksi, hal-hal tersebut terhambat sedemikian rupa, dikarenakan kita mendapatkan dukungan sosial dan emosi tidak hanya dari teman dan orang terdekat saja, tetapi juga melalui karakter fiksi. Menurut Gardner dan Knowles (2018), paparan gambaran dari karakter kesukaan kita dapat meningkatkan kinerja tugas-tugas kognitif. Hal ini disebut juga fenomena teori fasilitas sosial dimana kehadiran orang lain atau karakter fiksi mengembangkan performa sebuah individu. Maka dari itu, dengan adanya dukungan dari karakter fiksi, banyak sekali hal-hal positif yang secara tidak sadar dapat berkembang dalam diri kita. Nyatanya, beberapa benefit berhubungan dengan manusia asli nyatanya lumayan sesuai hingga mirip dengan efek berhubungan dengan karakter fiksi.
Jadi bagaimana? Apakah masih penasaran kenapa kita dapat merasakan berbagai emosi dari sebuah karakter fiksi? Atau apakah kamu malah jadi semakin menyukai karakter fiksi kesayanganmu? Tentu saja dari hubungan ini pastinya ada hal baik yang dapat diambil. Maka dari itu, yuk, kita sama-sama mengenali emosi yang timbul dari dalam diri kita saat berhadapan dengan sebuah karakter fiksi.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Karhulati, Veli-Matti dan Valisalo, Tanja. 2021. Fictosexuality, Fictoromance, and Fictophilia: A Qualitative Study of Love and Desire for Fictional Characters. Diakses pada 16 Desember, dari https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2020.575427/full.
Luciana, Anisa. 2017. "Nonton Film Sampai Terbawa Emosi Justru Bagus". Diakses pada 16 Desember, dari https://cantik.tempo.co/amp/859179/nonton-film-sampai-terbawa-emosi-justru-bagus.
Perbawani, Pulung S. dan Nuralin, Almara J. 2021. "Hubungan Parasosial dan Perilaku Loyalitas Fans dalam Fandom KPop di Indonesia" dalam Jurnal Lontar Volume 9 Nomor 1 (hal. 43). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Barnes, Jennifer. Imaginary friends and real-world consequences: parasocial relationships. Youtube. Diunggah oleh TedxTalks, 3 Maret 2015. https://www.youtube.com/watch?v=22yoaiLYb7M&t=189s&ab_channel=TEDxTalks.