Bukan Gempa, Melainkan Bangunan yang Melukai Manusia

SALSABILA AGUSTRIANA
Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Padjadjaran.
Konten dari Pengguna
5 Desember 2022 22:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SALSABILA AGUSTRIANA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bangunan Runtuh (sumber: foto pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bangunan Runtuh (sumber: foto pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan fenomena gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/22). Gempa bumi tersebut memakan ratusan korban jiwa dan menyebabkan kerusakan parah pada rumah warga sekitar. Selain rumah warga yang ambruk, fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah juga turut mengalami kerusakan yang parah. Menurut data terbaru hingga 2 Desember 2022 ini, pemerintah setempat menyatakan korban yang meninggal akibat gempa sudah mencapai 331 jiwa dan sebanyak 58.049 rumah mengalami kerusakan ringan hingga berat.
ADVERTISEMENT
Gempa Cianjur tersebut terjadi pada siang hari, sekitar pukul 13.21 WIB. Dimana pada jam tersebut banyak warga dan anak-anak yang sedang beraktivitas seperti sekolah maupun tidur siang. Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, banyaknya korban yang meninggal disebabkan oleh bangunan yang tidak tahan gempa. Banyak sekali korban yang tertimpa bangunan dan tidak berhasil menyelamatkan diri untuk lari ketempat yang aman.
Gempa Cianjur bisa terbilang memakan korban jiwa dan kerusakan yang sangat besar. Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa pada gempa tersebut. Faktor tersebut antara lain gempa yang tergolong tektonik (shallow crustal earthquake), struktur bangunan yang tidak tahan akan gempa, dan mitigasi bencana yang kurang pada warga yang tidak memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi gempa bumi yang terjadi secara mendadak.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini memang belum ada metode yang bisa memprediksi kapan gempa bumi akan terjadi di suatu daerah atau kawasan. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami (BKMG) Daryono menjelaskan, belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan gempa terjadi.
Kita sedang berbicara fakta, kebanyakan korban yang meninggal akibat gempa bumi dikarenakan tertimpa bangunan yang tidak kuat atau mampu menahan guncangan dari gempa tersebut. Gempa memang tidak dapat diprediksi akan terjadi kapan, dimana dan seberapa besarnya. Namun, sudah seharusnya ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah, bisa dimulai dengan mewajibkan semua rumah atau bangunan harus bisa tahan akan guncangan gempa.
Berbicara terkait bangunan tahan gempa, Jepang sejak tahun 1980-an telah mewajibkan para pengembang properti untuk mendirikan bangunan yang tahan gempa bumi. Jika ingin mendirikan bangunan terlebih dahulu dilihat spesifikasi, dan standar memenuhi bangunan yang tahan akan guncangan gempa. Jika tidak memenuhi hal tersebut, maka izin untuk membangun bangunan tidak akan diberikan.
ADVERTISEMENT
Upaya mitigasi bencana yang dilakukan Jepang tersebut membuahkan hasil, jumlah korban jiwa akibat gempa bumi yang terjadi di Jepang sangat minim. Sebagai contoh perbandingan gempa yang terjadi di Yogyakarta pada 2006 dan Suruga pada 2010, kedua gempa tersebut sama-sama diakibatkan oleh sesar yang aktif. Gempa di Yogyakarta memakan korban jiwa hingga 5.800 sedangkan gempa Suruga hanya memakan satu korban jiwa.
Mungkin sudah saatnya Indonesia harus maju dan bangkit untuk bisa belajar dari peristiwa gempa Cianjur ini maupun gempa di Indonesia yang sudah pernah terjadi sebelum-sebelumnya. Yang dirugikan dari peristiwa gempa bumi tidak hanya para masyarakat yang menjadi korban, melainkan bangunan infrastuktur yang sudah dibangun susah payah oleh pemerintah juga turut dirugikan.
ADVERTISEMENT
Selain dengan membuat bangunan yang tahan akan gempa bumi, dibutuhkan juga edukasi dan sosialiasi pada masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesadarannya agar tanggap pada bencana alam yang kemungkinan dapat terjadi secara tiba-tiba.