news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Problematika Akad Ijarah

Salsabila RezkiF
Mahasiswa UIN Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konten dari Pengguna
5 Desember 2022 22:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila RezkiF tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sewa menyewa dari pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sewa menyewa dari pixabay.com
ADVERTISEMENT
Ijarah merupakan suatu transaksi ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas sewa menyewa. Transaksi ijarah terlaksana jika seorang menyewa jasa dari orang lain seperti dokter, pengacara, tukang dan sebagainya. Semua jenis profesi ini disebut dengan ajir, sedangkan orang yang menyewa atau mempekerjakan disebut dengan mustajir.
ADVERTISEMENT
Ada bentuk lain dari ijarah, namun tidak berkaitan dengan aktivitas sewa untuk keahlian profesional seperti contoh sebelumnya, namun tetap berhubungan dengan aktivitas pemindahan hak guna atau nilai guna benda atau barang tertentu dari seseorang kepada orang lain. Orang yang menyewakan atau pemilik disebut dengan mujir, sementara yang menyewa disebut dengan mustajir.
Dalam proses sewa menyewa terdapat beberapa unsur yang terlibat, seperti barang yang disewa, waktu jatuh tempo sewa, dan solusi yang memenuhi akad. Karena banyaknya unsur yang terlibat dalam proses sewa menyewa tersebut, maka tidak jarang permasalahan muncul di dalam prosesnya.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam penyelesaian permasalahan sewa menyewa untuk kasus dalam kondisi normal atau tanpa hadirnya sebab yang bisa merusak akad ini telah digariskan oleh para ulama dan mudah sebenarnya untuk diselesaikan. Hal yang cukup rumit ialah ketika ada akibat yang berada di luar akad yang menghasilkan sebuah alasan. Contohnya, di masa perjalanan sewa, mendadak ada bencana yang menyebabkan rusaknya barang tanpa adanya kesalahan penyewa dan yang menyewa. Apakah contoh kasus dalam hal ini penyewa atau orang yang menyewakan wajib untuk membayar ganti rugi atau sebaliknya yaitu berhak untuk menerima ganti rugi.
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang sama juga dialami oleh bank. Kasus kredit mobil melalui lembaga perkreditan syariah, yang dalam hal ini sering menerapkan akad ijarah pada produk ijarah muntahiyah bi al tamlik, yaitu jenis akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan. Di sisi lain, untuk kasus istishna, ada juga penerapan pengembangan dari ijarah muntahiyah bi al tamlik ini dengan akad syirkah musyahamah bi nihayati tamlik, yaitu jenis akad kemitraan dengan memenuhi akad berupa seratus persen kepemilikan akan dijadikan hak pengelola. Jenis akad ini sebenarnya merupakan hasil pengubahan dari akad kredit mobil pada lembaga perkreditan konvensional yang sangat menekankan akad jual beli secara kreditnya.
Apabila terdapat kasus darurat keterlambatan yang mengakibatkan kemacetan nasabah di dalam membayar cicilan, maka akad akan berubah dengan akad ijarah atau sewa menyewa. Kemudian apabila nasabah mampu melunasi cicilan sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka akad mengikuti pada ketentuan bai taqshith atau bai bi thamani ajil. Pelelangan barang merupakan solusi akhir penyelesaian kredit. Intinya bahwa, kedua praktik perkreditan konvensional dan syariat ini memiliki mekanisme yang sama apabila terdapat kemacetan barang yang dikreditkan, yaitu dilakukan pelelangan.
ADVERTISEMENT
Di sini yang menyebabkan permasalahan pada akhirnya ialah ketika terdapat sebuah kasus bencana, sementara barang belum selesai dilunasi oleh nasabah. Objek dalam transaksi tersebut telah lenyap dan hilang.
Kendala lain terdapat pada pencarian solusi akad, apakah akad ditentukan dengan jalan ijarah, atau dengan jalan jual beli. Jika ditentukan sebagai akad ijarah, maka pihak yang menyewakan bisa berlaku sebagai penanggung ganti rugi. Dan apabila ditentukan sebagai akad jual beli, maka nasabah atau debitur berperan sebagai pihak yang terbebani ganti rugi. Keraguan ini muncul seiring berlangsungnya akad ijarah muntahiyah bi al tamlik dan syirkah musyahamah, keduanya memiliki akad ganda, yaitu antara jual beli dan sewa menyewa. Jelas dalam kasus ini, dibutuhkan sebuah solusi yang adil bagi nasabah dan perbankan.
ADVERTISEMENT