Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menciptakan Karakter Toleran Pada Anak
23 Oktober 2023 19:50 WIB
Tulisan dari Salsabila Faidah Paramita Wardani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Banyak terjadinya krisis yang nyata dan menghawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, kebiasaan menyontek, penggunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain yang hingga kini belum dapat teratasi secara tuntas.
ADVERTISEMENT
Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkanya di bangku sekolah ternyata tidak berdampak terhadap perilaku manusia Indonesia. Bahkan masih banyak terlihat manusia yang tidak konsisten dengan yang dibicarakan dan yang dilakukan.
Fenomena merosotnya karakter bangsa di tanah air ini dapat disebabkan lemahnya pendidikan karakter dalam meneruskan nilai-nilai kebangsaan pada saat perubahan generasi. Disamping itu lemahnya dalam pengimplementasian nilai-nilai berkarakter di lingkungan sekitar dan arus globalisasi yang juga telah menguburkan kaidah-kaidah moral budaya bangsa yang sungguh bernilai tinggi. Sehingga mengakibatkan perilaku-perilaku yang tidak normatif semakin jauh merasuk ke dalam dan mengakibatkan rusaknya kehidupan bangsa.
Pembentukan karakter anak dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain lingkungan pergaulannya juga.
ADVERTISEMENT
Pendidikan menjadi bagian utama dalam membetuk peradaban setiap generasi. Prioritas pembangunan nasional dalam mengupayakan terbentuknya manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematahui aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, mengembangkan moral sosial, dan memiliki rasa bangga terhadap Indonesia.
Pendidikan karakter merupakan upaya dalam penanaman nilai-nilai karakter berupa pengetahuan, kemauan, dan perilaku yang sesuai dengan nilai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, dan kebangsaan.
Kesadaran akan pembentukan karakter yang baik dan benar merupakan kecenderungan global, bukan hanya di Indonesia. Banyak tempat, masyarakat membicarakan karakter yang dihubungkan dengan kemanusiaan hingga perdamaian dunia.
Pendidikan karakter tidak memandang bahwa pembangunan nilai-nilai etika sebagai proyek temporer. Melainkan keberlanjutan yang dilakukan secara terus menerus. Pendidikan karakter menempatkan tradisi religius dan budaya sebagai tolak ukur perilaku dan pembentukan sikap dan sifat. Pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang dialami anak-anak sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui pemahaman dan pengalaman nilai-nilai, keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral pancasila, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Meskipun sekolah berperan kuat dalam pendidikan karakter, peran orang tua dan masyarakat juga tidak kalah penting. Nilai-nilai kebaikan dan kejujuran sebagai bagian dari pendidikan karakter. Tidak akan bisa terealisasi menjadi karakter individu jika tidak pernah diimplementasikan di rumah dan di masyarakat.
Kasus Bullying atau perundungan yang sudah beberapa kali meramaikan berbagai media, dapat disebabkan pelaku tidak ditanamkan pemahaman tentang konsep toleransi terhadap pihak yang berbeda atau bersebrangan. Pelaku bullying juga cenderung melakukan hal yang agresif, merugikan orang lain, bahkan berani menentang hukum karena memiliki nilai yang bertolak belakang dengan norma yang berlaku.
Kebanyakan anak-anak mengadopsi nilai-nilai yang sama dengan orang tua. terkadang anak-anak menerima aliran atau perspektif yang bersebrangan dengan apa yang ditanamkan oleh orang tua.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan guru dan masyarakat di Indonesia seringkali terburu-buru melihat anak didiknya punya perilaku yang agamis. Hal ini menyebabkan lingkungan pendidikan anak di Indonesia akhirnya lebih banyak dikemas oleh aspek religiusitas, seperti cara berpakaian, sikapa santun, tetapi pemahaman agamanya sangat dangkal.
Bahkan beberapa orang memaksakan persepsinya terhadap agama yang diyakininya. Beberapa sekolah juga masih menitikberatkan pada perspektif agama. Sebagai contoh, anak diusia remaja membicarakan tentang pacaran, tapi seringkali ditanggapi dengan cepat bahwa pacaran itu dosa, tanpa diberi pemahaman dari sudut pandang yang lebih mudah untuk dicerna para remaja. Persoalan pahala dan dosa merupakan hal yang abstrak sehingga perlu diimbangi dengan pendekatan akademis dan logis agar mudah untuk megajak dan membentuk karakter anak-anak menjadi lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Ketika penjelasan yang diberikan sulit dicerna oleh anak, maka mereka menjadi malas untuk mengikuti ajakan baik yang datang. Ajakan orang tua dan guru kepada anak perihal ibadah dengan giat tentu tidak salah, namun perlu diingat bahwa anak harus merasa dilibatkan dan tidak hanya diperintah saja.
Anggapan anak yang rajin sholat, maka anak itu memiliki perilaku yang baik. Adanya anggapan seperti ini berarti cara berpikir yang tidak komprehensif dan sering dipaksakan pada anak yang masih belum paham korelasi antara ibadah dan akhlak yang baik. Anak-anak menjadi terbiasa berpikir kritis karena mereka lebih diharapkan untuk menerima apa saja yang diberikan padanya.