Konten dari Pengguna

Stunting: Lebih dari Sekadar Tinggi Badan

Salsabilah Ahmad
Saya adalah seorang mahasiswa jurusan ilmu keperawatan dari fakultas ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13 Oktober 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabilah Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengukur tinggi badan anak. Sumber : istockphoto.com.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengukur tinggi badan anak. Sumber : istockphoto.com.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Stunting adalah keadaan ketika balita memiliki panjang atau tinggi badan yang lebih rendah daripada umurnya. Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan merupakan salah satu masalah gizi yang dihadapi di seluruh dunia, terutama di negara-negara miskin dan berkembang. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan bahwa angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 21,6%. Meskipun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu 24,4% pada tahun 2021, masih diperlukan upaya besar untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%. Stunting berpotensi menghambat pertumbuhan fisik anak, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, dan mengganggu perkembangan kognitif, yang berdampak pada kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
ADVERTISEMENT
Stunting disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik faktor langsung maupun tidak langsung. Berikut adalah beberapa faktor penyebab stunting :

A. Faktor Langsung

1. Gizi buruk

Kurangnya asupan energi, protein dan mikronutrien lain seperti zat besi, yodium dan vitamin selama masa kehamilan dan 2 tahun pertama kehidupan. Kesehatan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh gizi ibu, karena janin bergantung sepenuhnya pada ibu. Kurangnya asupan gizi ibu selama hamil, menyebabkan anak lahir dengan panjang badan yang lebih pendek dan risiko stunting yang lebih tinggi. Pemberian ASI eksklusif dan MPASI setelah 6 bulan berpengaruh terhadap gizi anak setelah lahir. Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko mengalami kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Hal ini dikarenakan ASI memberi bayi nutrisi dan membantu pertumbuhan mereka.
ADVERTISEMENT

2. Infeksi berulang

Sistem kekebalan tubuh akan bekerja lebih keras untuk melawan infeksi, yang membutuhkan banyak energi dan nutrisi. Akibatnya, nutrisi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh malah digunakan untuk melawan infeksi. Selain itu, beberapa infeksi juga mengganggu proses penyerapan nutrisi dari makanan seperti diare. Akibatnya tubuh dapat kekurangan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan.

B. Faktor Tidak Langsung

1. Faktor sosial ekonomi

Faktor gizi buruk yang paling umum di Indonesia dan di seluruh dunia adalah kemiskinan. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi setiap keluarga sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Orang tua yang memiliki pendapatan keluarga yang cukup akan dapat memenuhi kebutuhan primer dan sekunder keluarga mereka serta memiliki akses yang lebih baik ke layanan kesehatan.
ADVERTISEMENT

2. Faktor pendidikan

Individu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengetahui pola hidup sehat. Pendidikan ibu berdampak pada pengetahuan mereka tentang cara memilih makanan yang sehat. Melalui pendidikan, seseorang akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan wawasan yang lebih baik, termasuk pengetahuan tentang cara mengatasi stunting, yang saat ini menjadi masalah yang sering diperdebatkan.

3. Faktor lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk sangat berisiko menyebabkan berbagai penyakit saluran pencernaan seperti diare dan cacingan. Pada anak-anak yang sering menderita penyakit saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu, yang menyebabkan kekurangan zat gizi. Seseorang dengan kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan mereka akan terhambat.

4. Faktor genetik

Studi menunjukkan bahwa tinggi badan ayah dapat memengaruhi kemungkinan anak mewarisi gen yang mempengaruhi pertumbuhan tulang selama kehamilan, sedangkan tinggi badan ibu dapat memengaruhi kemungkinan anak mewarisi gen yang mempengaruhi pertumbuhan tulang di kemudian hari selama kehamilan.
ADVERTISEMENT

5. Faktor usia ibu

Jika seseorang ingin memiliki anak, usia 25 hingga 29 tahun adalah waktu yang tepat bagi pasangan untuk melakukannya jika mereka tidak ingin memiliki anak yang terhambat pertumbuhannya. Karena rahim dan panggul wanita belum berkembang sempurna pada usia 20 tahun ke bawah, mereka berisiko lebih besar mengalami preeklampsia berat, pertumbuhan janin yang buruk, dan gawat janin selama kehamilan. Wanita berusia di atas 35 tahun juga berisiko lebih besar mengalami hipertensi, melahirkan prematur, dan preeklampsia berat selama kehamilan. Hal ini menunjukkan bahwa usia ibu saat hamil dapat menyebabkan hasil kelahiran yang tidak sehat, yang dapat menghambat perkembangan anak.
Berikut adalah beberapa dampak stunting, tidak hanya berdampak pada fisik anak tetapi juga pada perkembangan yang lainnya.
ADVERTISEMENT

1. Kognitif

Terhambatnya perkembangan kognitif dikarenakan makanan memainkan peran penting dalam pertumbuhan anak. Makanan yang kurang gizi akan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama dalam perkembangan kognitif. Hal ini juga berlaku jika makanan ini dikonsumsi selama periode emas, dan dapat menyebabkan efek negatif seperti terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki saat mereka dewasa, seperti munculnya gangguan kognitif yang akan mempengaruhi efektifitas anak pada saat sekolah bahkan hingga bekerja nanti.

2. Motorik

Lamanya maturasi sel-sel saraf, gerak motorik kasar dan halus, dan respons terhadap lingkungan adalah beberapa tanda gangguan perkembangan yang berkaitan dengan kemampuan motorik. Anak-anak yang menderita stunting memiliki pertumbuhan rangka yang lambat dan pendek. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan otak, seperti keterlambatan kematangan sel saraf, yang menghalangi otak mereka untuk menghasilkan impuls positif untuk motorik kasar dan halus.
ADVERTISEMENT

3. Komunikasi

Proses tumbuh kembang anak dapat diukur melalui penilaian bicara dan bahasa anak. Kemampuan berbicara anak menunjukkan kemampuan mereka untuk memahami dan memahami bahasa, mengidentifikasi kelainan bawaan pada hidung, mulut, dan pendengaran, respons terhadap stimulasi, perasaan mereka, dan faktor lainnya.
Upaya pencegahan stunting harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pemberian ASI eksklusif, MPASI yang bergizi, serta pemberian suplementasi

Gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak antara usia 6 dan 24 bulan, sehingga anak tidak akan mengalami masalah dengan status gizi mereka. Pemberian ASI lanjutan pada anak sampai usia 2 tahun, frekuensi pemberian makanan anak sesuai usia anak, memperhatikan keragaman makanan (minimal 4 jenis makanan yang berbeda yang terdiri dari karbohidrat, lauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan), dan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu pemberian suplementasi kepada ibu hamil bila diperlukan, seperti pemberian tablet tambah darah agar tidak terjadi anemia yang dapat menyebabkan stunting.
ADVERTISEMENT

2. Imunisasi lengkap

Pada anak-anak, imunisasi dapat memiliki efek imunogenik yang sangat bermanfaat. Salah satu strategi utama untuk mencegah kekurangan gizi pada anak yang multisektoral adalah imunisasi. Salah satu cara untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan adalah dengan menanyakan status imunisasi anak. Diharapkan bahwa upaya untuk menghubungkan anak dan keluarga dengan layanan kesehatan dapat membantu memperbaiki masalah gizi buruk. Diharapkan juga bahwa imunisasi akan menguntungkan kesehatan dalam jangka panjang.

3. Peningkatan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan anak

Pengetahuan ibu tentang kehamilannya memengaruhi perspektif dan perilakunya selama kehamilan. Ibu yang tidak tahu tentang gizi akan sangat berpengaruh terhadap status gizinya, karena pengetahuan tentang gizi membantu Ibu memilih makanan yang seimbang. Keadaan kesehatan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh gizi ibu hamil. Petugas kesehatan dapat membantu ibu hamil memahami nutrisi yang baik dan cara memberikan edukasi kesehatan tentang gizi.
ADVERTISEMENT

4. Peningkatan pelayanan kesehatan

Pemenuhan kebutuhan zat gizi ibu hamil dapat mencegah stunting dan memutus mata rantainya sejak janin dalam kandungan. Ini berarti bahwa setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup, mendapatkan suplementasi zat gizi, seperti tablet tambah darah (Fe), dan menjaga kesehatannya. Selama kehamilan, setidaknya 90 tablet tambah darah harus diberikan kepada setiap ibu hamil. Agar ibu tidak sakit, kesehatan mereka harus dijaga.
Stunting adalah masalah kesehatan yang serius yang berdampak jangka panjang pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Ada banyak faktor yang menyebabkan stunting, baik yang langsung seperti gizi buruk dan infeksi berulang, maupun yang tidak langsung seperti kondisi sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan, genetik, dan usia ibu saat hamil. Tidak hanya perkembangan fisik, seperti tinggi badan, yang dipengaruhi oleh stunting, tetapi juga perkembangan kognitif, motorik, dan kemampuan komunikasi anak. Anak yang menderita stunting juga cenderung memiliki kecerdasan yang lebih rendah, mengalami kesulitan belajar, dan lebih rentan terhadap penyakit.
ADVERTISEMENT
Mengatasi stunting memerlukan upaya komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Secara keseluruhan, untuk menghindari stunting, diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang mencakup perbaikan gizi, kesehatan, dan lingkungan. Kita dapat mengurangi angka stunting di Indonesia dan memberikan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak kita jika kita bekerja sama. Penting untuk diingat bahwa stunting adalah masalah yang disebabkan oleh banyak faktor dan membutuhkan solusi jangka panjang. Pencegahan dan penanganan stunting harus dimulai sejak dini dan melibatkan seluruh masyarakat.

Referensi

Ekayanthi, N. D. W., & Suryani, P. (2019). Edukasi Gizi pada Ibu Hamil Mencegah Stunting pada Kelas Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan. 10 (3), 312-319. https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1644250&val=14714&title=Edukasi%20Gizi%20pada%20Ibu%20Hamil%20Mencegah%20Stunting%20pada%20Kelas%20Ibu%20Hamil. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 17.10 WIB.
ADVERTISEMENT
Kemenkes RI. (2024). Panduan Hari Gizi Nasional ke 64 Tahun 2014. https://ayosehat.kemkes.go.id/panduan-hari-gizi-nasional-ke-64-tahun-2024. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 08.05 WIB.
Laily, L. A., & Indarjo, S. (2023). Literature Review: Dampak Stunting terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Heiga Journal of Public Health Research and Development. 7 (3), 354-364. https://journal.unnes.ac.id/sju/higeia/article/view/63544/24966. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 18.20 WIB.
Nursyamsiyah, Sobrie, Y., & Sakti, B. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 4 (3), 611-619. https://repo.poltekkesbandung.ac.id/6911/1/FAKTOR-FAKTOR%20YANG%20BERHUBUNGAN%20DENGAN%20KEJADIAN%20STUNTING.pdf. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 07.40 WIB.
Sari, K., & Sartika, R. D. A. (2021). The Effect of the Physical Factors of Parents and Children on Stunting at Birth Among Newborns in Indonesia. Journal of Preventive Medicine & Public Health. 54 (5), 309-316. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8517371/. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 14. 50 WIB.
ADVERTISEMENT
Supriani, dkk. (2022). Pemeriksaan Kesehatan Serta Sosialisasi Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak untuk Mencegah Stunting. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Indonesia. 1 (6), 43-53. https://jurnal.ugp.ac.id/index.php/jppmi/article/view/397/315. Diakses pada Sabtu, 12 Oktober 2024 pukul 14. 25 WIB.