Konten dari Pengguna

Tren Dockless Bike Share Dalam Mendukung Kebijakan Micro Mobility Ibukota

3 Desember 2021 16:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila N Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dockless Bike Share. Sumber: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Dockless Bike Share. Sumber: unsplash.com
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian menemui jejeran sepeda sewaan seperti pada gambar tersebut di sekitar halte, stasiun, ruang terbuka hijau, maupun area perkantoran?
ADVERTISEMENT
Ya, ini disebut sebagai dockless bike share. Dalam rilis kajian Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, dockless bike share merupakan layanan peminjaman sepeda umum berbayar melalui aplikasi tertentu pada smartphone dengan keleluasaan dalam penempatan sepeda setelah pemakaian (ITDP, 2017).
Umumnya operator menempatkan sepeda-sepeda sewaan di ruang publik yang memiliki akses jalur khusus untuk bersepeda dan mudah dijangkau oleh penggunanya. Layanan ini terhubung dengan aplikasi khusus yang harus diunduh sebelum pengguna ingin meminjam sepeda. Aplikasi tersebut dilengkapi oleh beberapa fitur pendukung mulai dari informasi harga sewa, titik lokasi ketersediaan sepeda, arah navigasi, hingga destinasi terdekat yang menyediakan fasilitas dockless bike share. Setelah melakukan registrasi, pengguna dapat melakukan pembayaran melalui e-wallet untuk mendapatkan kode QR sehingga dapat membuka smart lock pada sepeda. Melalui aplikasi ini, rekam jejak pengguna selama menggunakan sepeda akan terpantau oleh sistem GPS yang terhubung pada aplikasi sehingga dapat menyimpan catatan perjalanan.
ADVERTISEMENT
Pengguna pemula yang belum terbiasa menggunakan aplikasi sewa sepeda tidak perlu khawatir karena terdapat fitur help guide yang akan memandu penggunaan fasilitas publik ini. Setelah mengakhiri perjalanan, pengguna bebas mengembalikan sepeda di lokasi parkir sepeda mana pun dengan mengunci kembali sepeda di aplikasi agar bisa dapat digunakan kepada pengguna selanjutnya.
Sistem dockless bike share yang mulai banyak dikembangkan kota-kota besar pada dasarnya merupakan bagian dari perencanaan tata kelola transportasi kota berkelanjutan yang mampu membantu memenuhi kebutuhan aktivitas fisik harian diluar berjalan kaki dalam mengurangi kemacetan kota sekaligus mempromosikan gerakan transportasi tidak bermotor.
Midgley (dalam Albar et al, 2011) mengemukakan tujuan dari perancangan sistem bike share di antaranya, yaitu: a) Mengisi celah dan memperbaiki kinerja sistem transportasi kota dengan mengedepankan transportasi yang berkelanjutan; b) Menciptakan alternatif moda transportasi individual; c) Memperbaiki kualitas hidup lebih sehat; dan d) Membiasakan kembali sepeda menjadi salah satu pilihan moda transportasi (Albar et al., 2019).
ADVERTISEMENT
Di kota-kota besar luar negeri yang memiliki lalu lintas sibuk seperti Guangzhou, Washington DC, dan New Delhi, penerapan bike share menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi hambatan berkendara di tengah-tengah ruas jalan yang didominasi oleh kendaraan pribadi serta mampu mengurangi emisi. Termasuk di Indonesia, kini layanan dockless bike share sudah banyak dijumpai pada beberapa titik ruang publik khususnya di wilayah Ibukota DKI Jakarta diberdayakan sebagai sarana mobilitas jarak pendek yang diharapkan dapat mengurai kepadatan lalu lintas.
Kehadiran dockless bike share diyakini menjadi salah satu layanan penunjang dalam merealisasikan model micro mobility atau shared micro mobility di lingkungan perkotaan. Menurut ITDP Indonesia, micro mobility adalah opsi transportasi efisien dan rendah emisi yang telah menjadi alternatif menarik dibandingkan kendaraan pribadi untuk perjalanan singkat (Yanocha & Allan, 2021). Identik dengan kelompok moda yang dapat membawa satu atau dua orang penumpang berbentuk kendaraan kecil untuk memfasilitasi perjalanan jarak pendek.
ADVERTISEMENT
Adapun karakteristik kelompok moda micro mobility yaitu bertenaga manusia atau listrik, beroda dua atau tiga, milik pribadi atau dapat dipakai secara umum, dan dapat berkecepatan rendah (maksimal 25 km/jam) atau berkecepatan sedang (maksimal 45 km/jam). Sepeda, skuter, becak, skateboard, dan sepeda kargo merupakan jenis-jenis kendaraan yang termasuk ke dalam karakteristik micro mobility (Yanocha & Allan, 2021). Moda micro mobility bertenaga listrik tampaknya sedang mendapatkan banyak perhatian di beberapa kota-kota maju di dunia karena mampu menjangkau tujuan perjalanan jarak sedang hingga jauh dengan lebih ramah lingkungan (Yanocha & Allan, 2021).

Integrasi Micro Mobility dengan Angkutan Umum

Keberhasilan implementasi micro mobility di perkotaan besar khususnya Ibukota tidak cukup dibuktikan dengan mensosialisasikan penggunaan dockless bike share secara gencar saja. Lebih daripada itu, dibutuhkan integrasi moda yang memungkinkan terciptanya keterhubungan antara transportasi berbasis micro mobility dengan angkutan umum seperti Bus Transjakarta, MRT, LRT, atau KRL Commuter Line. Penguatan esensi antara kendaraan berbasis micro mobility dan angkutan umum ditempuh agar manfaat dari konsep micro mobility lebih terasa, mengingat bike share tidak termasuk kedalam penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sehingga dengan menghubungkan kedua fasilitas tersebut dapat membuka preferensi pilihan perjalanan yang lebih beragam serta meningkatkan efisiensi perjalanan.
ADVERTISEMENT
Terdapat empat strategi yang dapat dimaksimalkan terhadap perwujudan keterhubungan fasilitas micro mobility dengan layanan transportasi publik yang lebih massal (Yanocha & Allan, 2021). Pertama, integrasi fisik. Integrasi fisik mencakup parkiran kendaraan micro mobility seperti parkir sepeda di sekitar stasiun atau halte, jalur yang terproteksi menuju titik-titik transit, dan ketersediaan sarana dan prasarana yang menjawab kebutuhan pesepeda seperti adanya loker sepeda dan parkiran sepeda yang memiliki atap. Pemenuhan infrastruktur secara fisik ini dapat menciptakan perjalanan multimoda yang lebih bersaing dibandingkan membawa kendaraan pribadi. Kedua, integrasi pembayaran dan tarif. Integrasi pembayaran memungkinkan transaksi perjalanan multimoda yang lebih mudah (memungkinkan kartu pembayaran elektronik) dan meletakkan dasar untuk integrasi tarif (pengguna tidak perlu membayar dua atau lebih tarif untuk perjalanan multimoda).
ADVERTISEMENT
Di Ibukota sendiri, integrasi pembayaran dan tarif telah diwujudkan melalui Kartu JakLingko, kartu ini merupakan alat transaksi pembayaran yang dapat digunakan untuk seluruh layanan antar moda angkutan umum di wilayah DKI Jakarta (ITDP, 2021). Bentuk integrasi ini membuat perjalanan multimoda lebih terjangkau dan menarik. Ketiga, integrasi informasi. Berfokus pada penyediaan akses informasi yang memadai dan mudah dimengerti bagi pengguna perjalanan antar moda, meliputi wayfinding signage, aplikasi perencanaan perjalanan, dan peta multimoda di titik-titik transit. Keempat, integrasi institusional. Mengacu pada peningkatan kerja sama antar berbagai lembaga, tingkat pemerintahan, atau mitra eksternal untuk meningkatkan efisiensi dan kapasitas kelembagaan dalam mendukung kohesivitas dan integrasi transportasi multimoda.
Momentum pandemi Covid-19 memang memaksa dunia global untuk mengambil kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat, apabila kita cermati kondisi ini sebetulnya dapat dimaknai sebagai peluang sekaligus tantangan bagi penyelenggara pelayanan publik bidang transportasi untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur sepeda sebagai respons pemenuhan opsi transportasi yang lebih fleksibel, ramah lingkungan, dapat diandalkan dan berkelanjutan (Yanocha & Allan, 2021).
ADVERTISEMENT
Peluang ini dapat dipertimbangkan semenjak pandemi Covid-19 menciptakan tren bersepeda semakin populer berdalih gaya hidup sehat. Ke depannya, penataan jaringan transportasi perkotaan yang mengintegrasikan fasilitas kendaraan berbasis micro mobility dengan layanan transportasi publik masih tetap prospektif ditempuh mengacu pada keempat perumusan strategi di atas. Tekad ini semata-mata sebagai langkah konkret atas perbaikan kualitas sistem transportasi publik perkotaan di masa depan.
REFERENSI
​​Albar, A. M., Estiono, A., & Kurniawan, A. (2019). Rancang Bangun Sepeda Sharing Generasi ke Empat berbasis Elektrik untuk kawasan pantai Kuta Bali. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 8(1), 1–6. https://doi.org/10.12962/j23373520.v8i1.41603
ITDP. (2017). Panduan Kebijakan Penyelenggaraan DBS Untuk Kota Jakarta. ITDP Indonesia, 1–16. https://drive.google.com/file/d/12sdLM8V6p1_qrrWufqVuiijjXzQvzxmx/view
ITDP. (2021). Rekomendasi Sistem Bike Share Jakarta. ITDP Indonesia, 1. https://itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2021/03/ITDP-Rekomendasi-Bike-Share-1-1.pdf
ADVERTISEMENT
Yanocha, D., & Allan, M. (2021). Memaksimalkan Micromobility: MEMBUKA PELUANG UNTUK INTEGRASI ANTAR MICROMOBILITY DAN TRANSPORTASI UMUM. ITDP Indonesia. https://itdp-indonesia.org/publication/memaksimalkan-micromobility/