Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Ujian Berat Bagi Masyarakat Kelas Menengah Akibat Kenaikan PPN 12%
28 Desember 2024 18:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Salsabilla Fadia Khoirunisya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan pemerintah mulai 1 Januari 2025 bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan nasional dan stabilitas fiskal. Langkah ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Meskipun diproyeksikan dapat menambah pemasukan negara secara signifikan, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran besar, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah.
ADVERTISEMENT
Kelompok masyarakat menengah menjadi salah satu yang paling vokal dalam menyuarakan keberatan terhadap kebijakan ini. Mereka merasa bahwa kenaikan PPN akan semakin memperbesar beban pengeluaran, terutama pada kebutuhan sehari-hari yang sudah dikenai pajak. Sebagai kelompok yang berada di antara masyarakat kalangan atas dan bawah, kelas menengah sering kali tidak mendapatkan perlindungan langsung dari program subsidi pemerintah.
Protes dari kelompok ini juga mencerminkan keresahan akan dampak kenaikan PPN terhadap daya beli mereka. Dengan pengeluaran yang sudah ketat untuk kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan, penambahan 1% tarif PPN dirasakan memberatkan. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini akan mempersulit masyarakat kelas menengah dalam mempertahankan kualitas hidup atau merencanakan masa depan keuangan.
Kenaikan PPN menjadi 12% menjadikan banyak masyarakat kelas menengah yang merasa khawatir akan dampak jangka panjang terhadap kemampuan mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketidakpastian ini menimbulkan protes dari berbagai pihak yang meminta agar pemerintah memberikan penjelasan lebih rinci terkait manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dari kebijakan tersebut.
Beberapa keresahan dan dampak yang ditakutkan oleh masyarakat kelas menengah terhadap naiknya PPN menjadi 12% antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Peningkatan Beban Biaya Hidup
Masyarakat kelas menengah, yang sering kali menjadi tulang punggung ekonomi melalui konsumsi domestik, diperkirakan akan mengalami peningkatan beban pengeluaran. Barang dan jasa yang dikenakan PPN mencakup kebutuhan sehari-hari seperti produk kebersihan, pakaian, dan hiburan. Dengan kenaikan tarif dari 11% menjadi 12%, biaya hidup mereka dipastikan meningkat. Sebagai ilustrasi, jika sebuah keluarga menghabiskan Rp5 juta per bulan untuk barang yang dikenai PPN, maka kenaikan 1% tarif ini akan menambah pengeluaran mereka sekitar Rp50 ribu setiap bulan. Meskipun angka ini terlihat kecil, dampaknya akan signifikan jika diakumulasikan dalam setahun, terutama ketika digabungkan dengan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.
2. Tergerusnya Daya Beli
Kelompok menengah sering kali berada di persimpangan antara memenuhi kebutuhan hidup dan mencoba meningkatkan kualitas hidup, seperti berinvestasi dalam pendidikan atau membeli rumah. Dengan kenaikan PPN, daya beli mereka berpotensi tergerus, terutama bagi mereka yang pengeluarannya mendekati pendapatan bulanannya. Dengan pengeluaran yang bertambah, daya beli masyarakat menengah dikhawatirkan menurun. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi domestik menyumbang sekitar 55-60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti setiap penurunan konsumsi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Kondisi ini dapat memperlambat pertumbuhan konsumsi domestik, yang merupakan kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
ADVERTISEMENT
3. Kesulitan Menabung atau Berinvestasi
Kenaikan pengeluaran yang diakibatkan oleh tarif PPN 12% akan mengurangi alokasi anggaran yang sebelumnya bisa digunakan masyarakat menengah untuk menabung atau berinvestasi. Sebagai contoh, dana yang biasanya disisihkan untuk membeli reksadana, deposito, atau bahkan investasi pendidikan anak, kini harus dialihkan untuk menutupi kenaikan biaya kebutuhan harian. Tanpa tabungan yang memadai, masyarakat akan lebih rentan terhadap situasi darurat seperti biaya kesehatan tak terduga atau kehilangan pekerjaan. Selain itu, kurangnya investasi dapat menghambat pertumbuhan aset jangka panjang yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga di masa depan.
4. Potensi Kesenjangan Ekonomi yang Memburuk
Kebijakan ini juga berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi. Kelompok masyarakat atas, yang memiliki penghasilan lebih besar, cenderung tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan PPN. Sebaliknya, kelompok menengah ke bawah harus merelakan sebagian alokasi anggaran untuk kebutuhan pokok yang semakin mahal. Akibatnya, mereka mungkin harus mengurangi pengeluaran di sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, atau tabungan masa depan. Sebagai contoh, barang mewah seperti mobil kelas premium memang dikenai PPN, tetapi pembeli di segmen ini memiliki daya beli yang tidak mudah terganggu. Sementara itu, keluarga menengah mungkin terpaksa mengurangi pengeluaran untuk hiburan atau bahkan kebutuhan esensial lainnya demi mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini dapat memperlebar kesenjangan ekonomi, menciptakan ketidakadilan yang dirasakan semakin dalam.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan mitigasi yang lebih inklusif untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN terhadap masyarakat menengah. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) kepada kelompok ini atau memperluas program bantuan sosial agar juga mencakup masyarakat menengah bawah. Selain itu, pemerintah harus transparan dalam penggunaan dana hasil kenaikan PPN. Jika masyarakat melihat hasil nyata dari pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, dan layanan kesehatan yang lebih baik, mereka akan lebih menerima kebijakan ini meski terasa memberatkan dalam jangka pendek.
Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini tidak hanya diukur dari angka penerimaan pajak yang meningkat, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat dapat menerima dan menyesuaikan diri tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa reformasi pajak ini menjadi langkah maju, bukan sekadar tambahan beban bagi masyarakat kelas menengah.
ADVERTISEMENT