Konten dari Pengguna

Teknologi TikTok: Kecanggihan Media Sosial dan Dampaknya Pada Budaya Digital

salva aurellya kusuma
mahasiswa ilmu komunikasi, Universitas Muhammadiyah Tangerang
8 Oktober 2024 12:50 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari salva aurellya kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi media sosial secara global telah mengubah cara manusia berkomunikasi dan berbagi informasi. Platform seperti Tiktok, Instagram, dan Twitter memanfaatkan inovasi teknologi seperti algoritma dan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih personal. TikTok, yang diluncurkan pada 2018, menjadi salah satu platform yang paling sukses berkat kemampuannya dalam menggunakan teknologi canggih untuk menawarkan konten video pendek yang menarik.
ADVERTISEMENT
TikTok berhasil memadukan hiburan, kreativitas, dan teknologi melalui algoritma berbasis AI yang menyesuaikan konten untuk setiap pengguna, menjadikannya lebih menarik dan relevan. Lebih dari 1 miliar pengguna aktif, TikTok telah menciptakan tren budaya digital global, yang menjadikannya platform yang sangat berpengaruh dalam dunia media sosial.
TikTok memfasilitasi interaksi sosial melalui tren viral dan tantangan yang memungkinkan kolaborasi kreatif. Fitur editing yang mudah juga memungkinkan siapa saja menjadi kreator konten, menjadikan TikTok ruang dinamis untuk membentuk dan menyebarkan budaya digital secara global. Apa saja dampak teknologi tiktok dan dampaknya terhadap budaya digital? Mari simak ulasannya!
Algoritma Tiktok
Algoritma canggih TikTok memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mempersonalisasi konten secara mendalam sesuai dengan preferensi dan perilaku pengguna. Algoritma ini menganalisis berbagai data, termasuk interaksi pengguna seperti suka, komentar, dan berbagi, serta durasi menonton setiap video. Dengan informasi ini, TikTok dapat menilai jenis konten yang paling menarik bagi masing-masing pengguna, menyajikan video yang relevan dalam waktu nyata. Selain itu, algoritma TikTok juga mempertimbangkan interaksi dari pengguna lain dan tren yang sedang populer di platform, sehingga tidak hanya memperhitungkan preferensi individu, tetapi juga respons komunitas yang lebih luas.Di banyak platform, pengguna mungkin perlu mengikuti akun tertentu untuk mendapatkan konten yang relevan, tetapi di TikTok, algoritma secara otomatis menyajikan video dari berbagai kreator, memungkinkan pengguna menemukan konten baru dengan cara yang lebih menarik. Hal ini meningkatkan keterlibatan, karena pengguna merasa lebih terhubung dengan konten yang muncul di beranda mereka. Dengan pendekatan yang inovatif ini, TikTok berhasil menciptakan siklus keterlibatan yang berkelanjutan, di mana pengguna terus kembali untuk menemukan video baru yang sesuai dengan minat mereka. Akibatnya, TikTok mencatat tingkat retensi pengguna dan engagement yang sangat tinggi, menjadikannya salah satu aplikasi media sosial paling populer dan berpengaruh di dunia saat ini.
ADVERTISEMENT
Teori Filter Bubble
Teori filter Bubble (Eli Praiser) adalah keadaan isolasi intelektual yang dapat dihasilkan dari pencarian yang dipersonalisasi, sistem rekomendasi, dan kurasi algoritmik. Hasil pencarian didasarkan pada informasi tentang pengguna, seperti lokasi mereka, perilaku klik sebelumnya, dan riwayat pencarian. Artinya, pengguna terjebak dalam gelembung pemikiran yang menghambat akses mereka terhadap beragam ide dan sudut pandang dikarenakan pengguna cenderung terpapar pada informasi yang memperkuat pandangan dan pengalaman mereka sendiri, sementara perspektif dan konten yang berbeda mungkin diabaikan. Dalam konteks TikTok, meskipun algoritma dapat meningkatkan keterlibatan dengan menyajikan konten yang menarik, risiko muncul ketika pengguna tidak terpapar pada informasi yang lebih luas, yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
ADVERTISEMENT
Peran AI dan Big Data dalam Pengelolaan Konten TikTok
AI dan Big Data telah menjadi tulang punggung dalam pengelolaan konten TikTok. AI digunakan untuk berbagai fungsi, mulai dari personalisasi konten yang disajikan kepada setiap pengguna berdasarkan preferensi mereka, deteksi konten yang melanggar pedoman komunitas, hingga rekomendasi video yang relevan. Big Data, di sisi lain, memungkinkan TikTok mengumpulkan dan menganalisis sejumlah besar data pengguna, seperti riwayat tontonan, interaksi, dan metadata video. Data ini kemudian digunakan untuk menyempurnakan algoritma AI, sehingga konten yang disajikan semakin relevan dan menarik bagi pengguna. Kombinasi AI dan Big Data ini telah berhasil membuat TikTok menjadi platform yang sangat adiktif dan populer di seluruh dunia.
Teori Determinisme Teknologi Marshall McLuhan
ADVERTISEMENT
Peran sentral AI dan Big Data dalam TikTok sejalan dengan teori determinisme teknologi yang dikemukakan oleh Marshall McLuhan. McLuhan berargumen bahwa media (dalam hal ini, teknologi seperti AI dan Big Data) tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk cara kita berpikir, berperilaku, dan memahami dunia. Dalam konteks TikTok, algoritma AI yang didorong oleh Big Data secara tidak langsung membentuk preferensi dan perilaku pengguna dan memengaruhi apa yang kita pikirkan dan bicarakan. Dengan kata lain, teknologi telah menjadi "perpanjangan" dari diri kita, membentuk cara kita berinteraksi dengan dunia sosial.
TikTok telah merevolusi budaya populer dan komunitas digital. Platform ini telah menjadi tempat lahirnya banyak tren, tantangan, dan gaya yang cepat menyebar ke seluruh dunia. Dengan fitur interaktifnya, TikTok memudahkan pengguna untuk membuat, membagikan, dan menikmati konten kreatif. Ini membuat produksi budaya lebih terbuka untuk semua orang, di mana siapa pun yang memiliki smartphone bisa menjadi kreator dan menjangkau audiens global.
ADVERTISEMENT
Teori Cultural Production Bourdieu
Teori cultural production Bourdieu memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami fenomena ini. Bourdieu berargumen bahwa produksi budaya bukanlah proses yang pasif, melainkan melibatkan perebutan kekuasaan dan simbol-simbol tertentu. Di TikTok, pengguna tidak hanya menikmati konten, tetapi juga aktif membuat dan membagikannya. Karena itu, platform ini menjadi arena persaingan berbagai jenis modal (ekonomi, sosial, budaya) untuk mendapatkan pengaruh dan pengakuan. Pengguna dengan modal budaya lebih tinggi, seperti pengetahuan tentang tren terbaru dan keterampilan mengedit video, cenderung lebih sukses membuat konten viral. Meskipun begitu, TikTok juga memberi kesempatan bagi mereka yang tidak memiliki modal budaya tinggi untuk diakui dan membangun komunitas online.
TikTok memanfaatkan teknologi canggih untuk monetisasi melalui berbagai mekanisme seperti iklan, kolaborasi konten bermerek, dan fitur belanja langsung (live shopping). Algoritma cerdas TikTok memungkinkan iklan yang ditampilkan lebih relevan dan sesuai dengan preferensi pengguna, memberikan pengalaman yang lebih personal. Selain itu, TikTok mendorong kolaborasi konten bermerek di mana kreator konten bekerja sama dengan brand untuk menghasilkan konten yang menarik dan otentik, yang secara langsung terhubung dengan audiens mereka. Salah satu inovasi terbesarnya adalah fitur live shopping, yang memungkinkan pengguna membeli produk secara langsung saat menonton live stream, memadukan hiburan dengan belanja digital.
ADVERTISEMENT
Teknologi monetisasi ini memberikan peluang ekonomi besar bagi kreator konten dan brand. Kreator konten dapat memperoleh penghasilan melalui kemitraan dengan brand, program hadiah dari platform, atau penjualan produk selama sesi live shopping. Di sisi lain, brand dapat memperluas jangkauan pasar dan menarik pelanggan secara lebih efektif dengan konten kreatif yang otentik. Dampaknya terhadap ekonomi digital global sangat signifikan, karena platform seperti TikTok mempercepat adopsi belanja digital dan membuka peluang ekonomi baru di berbagai industri, dari mode hingga kecantikan, serta meningkatkan partisipasi kreator dalam ekonomi digital di seluruh dunia.
Teori Metcalfe’s Law
TikTok merupakan contoh sukses penerapan Metcalfe's Law, yang menyatakan bahwa nilai suatu jaringan meningkat seiring bertambahnya pengguna. Dengan basis pengguna yang besar, TikTok memanfaatkan teknologi monetisasi seperti iklan, kolaborasi konten bermerek, dan live shopping, yang semakin efektif berkat tingginya interaksi antar pengguna. Semakin banyak pengguna, semakin besar jangkauan iklan dan kolaborasi, menciptakan peluang ekonomi yang signifikan bagi kreator konten dan merek. Hal ini juga memperkuat ekonomi digital global, di mana TikTok menjadi pusat aktivitas ekonomi baru yang terus berkembang sesuai dengan peningkatan nilai jaringannya.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Perkembangan teknologi media sosial, khususnya TikTok, menunjukkan bahwa inovasi teknologi seperti algoritma dan kecerdasan buatan telah merubah cara manusia berinteraksi dan berbagi informasi. TikTok berhasil menciptakan pengalaman pengguna yang unik melalui personalisasi konten yang mendalam, menjadikannya salah satu platform paling berpengaruh di era digital saat ini. Dengan memanfaatkan algoritma yang canggih, TikTok tidak hanya mendorong kreativitas dan kolaborasi di antara penggunanya, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang signifikan bagi kreator konten dan merek melalui mekanisme monetisasi seperti iklan, kolaborasi konten bermerek, dan fitur live shopping. Dalam konteks teori Metcalfe’s Law, pertumbuhan basis pengguna TikTok yang besar meningkatkan nilai jaringan dan memperkuat ekonomi digital global, menjadikan platform ini sebagai pusat kegiatan ekonomi baru yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT