Konten dari Pengguna

Catcalling: Sumber Keresahan Perempuan Masa Kini

Salvia Neysa Syakira
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29 Juli 2024 9:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salvia Neysa Syakira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik/Fenomena catcalling terhadap perempuan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik/Fenomena catcalling terhadap perempuan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, pergerakan perempuan untuk mencapai emansipasi wanita sudah bergerak dengan sangat progresif. Sudah banyak organisasi tentang keperempuanan yang terus membahas hal-hal yang berkaitan tentang keperempuanan. Masifnya arus globalisasi menjadi titik tumpu daripada misi untuk mencapai emansipasi wanita.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah sudah aman ruang perempuan dalam mencapai ketenangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari? Saya sebagai penulis bisa spontan menjawab, tidak. Tidak semua ruang bisa aman ketika perempuan ada di dalamnya. Perempuan masih butuh perhatian lebih dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari, sehingga bisa mencapai ketenangan yang bisa memudahkan perempuan untuk mencapai tujuannya.
Penulis akan menarik garis dari pengalamannya sendiri, ketika iasedang berjalan di jalan raya untuk memenuhi kebutuhannya, tiba-tiba ada pengendara motor yang lewat dan berkata, "Cewe! Cantik banget, Neng." Bagi penulis ini merupakan fenomena yang mengganggu diri penulis dan tidak etis rasanya memanggil orang yang tidak dikenal dengan teriakan. Pun ini dirasakan oleh kebanyakan perempuan yang merasa diganggu juga oleh fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Agus Suryadi dalam jurnalnya yang bertajuk "Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Tentang Pelecehan Seksual Secara Verbal" ia menulis bahwa "Catcalling adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau bergerombol orang yang dapat membentuk siulan, sapaan atau bahkan komentar yang bersifat menggoda atau menurunkan martabat dan harkat perempuan bisa juga disebut pelecehan seksual secara verbal."
Bisa ditarik kesimpulan bahwa Catcalling merupakan tindakan pelecehan seksual secara verbal, yang dimana hal seperti ini harus terus diusut tuntas sehingga bisa menciptakan ruang yang aman bagi perempuan.
Adanya fenomena ini berakibat dari budaya patriarki yang masih mendarah daging di kalangan masyarakat, dimana dalam budaya ini menempatkan laki-laki sebagai posisi teratas yang akan menyebabkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan yang akhirnya menempatkan perempuan sebagai objek. Sehingga memang rentan sekali perempuan mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Dari budaya patriarki ini juga, laki-laki ditekan secara sosial untuk mendapatkan posisi di atas perempuan. Inilah faktor yang mendorong kebanyakan laki-laki yang sudah termakan budaya patriarki untuk terus melanggengkan fenomena ini, agar ia bisa dianggap lebih bermartabat daripada perempuan.
Dari fenomena ini bisa diambil benang mereah, perlu adanya edukasi secara masif mengenai kekerasan dan pelecehan seksual. Karena banyak masyarakat khususnya bumi pertiwi ini, masih belum bisa memahami bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan kesalahan besar.
Walau Catcalling merupakan pelecehan yang ada pada tingkat ringan, tetapi tetap saja tidak dapat diwajarkan. Fenomena ini harus tetap diusut tuntas, hingga perempuan-perempuan bisa menjalankan aktivitas dan mencapai tujuannya dengan tenang tanpa adanya ketakutan eksternal yang menjadi faktor penghambat utama dalam berkehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT