Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Attaturk, Palestina dan Inggeris
8 Januari 2025 12:41 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Sampe Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Attaturk - Palestina dan Inggris:
Sejarah, Konflik dan Kemerdekaan
Oleh : Sampe L. Purba
ADVERTISEMENT
Latar Belakang
Pada awal abad ke-20, Kesultanan Utsmaniyah mengalami kemunduran dan kehilangan pengaruhnya di Timur Tengah. Meskipun aliansi dengan Jerman dan Austro-Hungaria pada Perang Dunia I membantu modernisasi angkatan bersenjata, infrastruktur, dan industri, kekuatan Ottoman di Terusan Suez menjadi perhatian strategis Inggris. Kondisi ini semakin memburuk setelah Perang Balkan (1912-1913), yang melemahkan kekuatan Ottoman dan memperburuk pengaruh mereka di wilayah tersebut.
Perang Dunia I dan Mandat Sekutu
Kekalahan Blok Sentral (termasuk Kesultanan Utsmaniyah) dalam Perang Dunia I mengubah peta kekuatan global. Sebagai akibatnya, Kesultanan Utsmaniyah kehilangan wilayahnya di Balkan dan Timur Tengah.
Pada tahun 1920, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) memberikan mandat kepada Inggris untuk mengelola Palestina, sementara Perancis mengelola Lebanon dan Suriah, yang menandai awal pengaruh besar negara-negara Barat di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Nasionalisme Arab dan Peran Syarif Mekkah
Syarif Hussein bin Ali, yang berdarah campuran Arab-Turki, memimpin Pemberontakan Arab melawan Kesultanan Utsmaniyah dengan dukungan Inggris. Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap dominasi Utsmaniyah dan ambisi untuk menciptakan negara merdeka bagi bangsa Arab.
Inggris menjanjikan dukungan terhadap kemerdekaan Arab melalui perjanjian seperti Sykes-Picot (1916), namun, setelah perang, Inggris juga berkomitmen pada kebijakan yang berkonflik dengan janji tersebut, seperti Deklarasi Balfour (1917), yang mendukung pembentukan "rumah nasional" bagi orang Yahudi di Palestina. Hal ini menyebabkan ketegangan antara negara-negara Arab dan komunitas Yahudi.
Pendudukan Sekutu atas Turki
Setelah Perang Dunia I, Turki mengalami pendudukan oleh Sekutu. Istanbul dan sekitarnya diduduki oleh pasukan Inggris, sementara Perancis menguasai wilayah selatan Turki. Italia dan Yunani juga mengambil alih sebagian wilayah Turki berdasarkan Perjanjian Sevres 1920. Pembagian wilayah ini terjadi pada zaman Ottoman dipimpin Sultan Mehmed VI [Sultan ke 36 Ottoman]. Gerakan Turki Muda yang antara lain dipimpin oleh Kemal Attaturk menentang perjanjian Sevres. Pendudukan ini berlanjut sampai Turki berhasil memimpin perlawanan terhadap Sekutu dalam Perang Kemerdekaan Turki.
ADVERTISEMENT
Attaturk dan Perang Kemerdekaan Turki
Mustafa Kemal Attaturk memimpin perjuangan kemerdekaan Turki setelah perang dunia pertama, melawan pendudukan Sekutu. Perang Kemerdekaan Turki (1919-1923) berakhir dengan kemenangan Turki, yang diakui melalui Perjanjian Lausanne (1923). Perjanjian ini secara resmi mengakui kemerdekaan Turki, dan Attaturk menjadi Presiden pertama Republik Turki yang baru. Ia memimpin negara tersebut hingga meninggal pada 10 November 1938. Attaturk digantikan oleh İsmet İnönü, yang melanjutkan banyak reformasi yang telah dimulai oleh Attaturk.
Sekularisme di Turki
Attaturk dan İnönü meletakkan dasar sekularisme di Turki melalui kebijakan dan reformasi yang luas. Mehmed VI adalah Sultan terakhir Ottoman. Kesultanan Ottoman dihapuskan tanggal 1 Nov. 2022 oleh Majelis Nasional Turki. Mehmed VI digantikan oleh Abdul Mecid II (1922-1924). Tetapi fungsinya tidak meliputi Pemerintahan. Hanya terbatas pada pemimpin spiritual keagamaan dan pemberi fatwa. Pemerintahan dipimpin Perdana Menteri Mustafa Kemal Attaturk.
ADVERTISEMENT
Salah satu langkah penting yang diambil adalah penghapusan sistem kalifah pada tahun 1924 dan pemisahan agama dari urusan Pemerintahan.
Sekularisme ini mencakup perubahan besar dalam hukum, pendidikan, dan budaya, dengan adopsi sistem hukum Barat dan pengembangan sistem pendidikan sekuler yang berfokus pada sains dan teknologi. Kebijakan ini bertujuan untuk memodernisasi Turki dan menjadikan negara tersebut sebagai negara yang maju dan terintegrasi dengan dunia Barat.
Konflik Palestina-Israel
Pada tahun 1947, PBB berusaha mencari solusi terhadap konflik antara Arab Palestina dan Yahudi dengan membentuk Komite Khusus PBB untuk Palestina (UNSCOP). Baik perwakilan Arab Palestina maupun perwakilan Yahudi mengusulkan pembentukan satu negara dengan penghormatan terhadap hak-hak minoritas. Namun, PBB akhirnya memutuskan untuk membagi Palestina menjadi dua wilayah: satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab, dengan Yerusalem di bawah kendali internasional melalui Resolusi PBB nr 181 tgl 29 Nov. 1947.
ADVERTISEMENT
Anggota PBB pada waktu itu ada 57 Negara. Resolusi ini didukung oleh 33 negara, ditentang/ kontra oleh 13 negara dan abstain 10 Negara, serta satu absen. Negara yang mendukung resolusi 181 antara lain adalah Amerika Serikat, Republik China (waktu itu Taiwan yg representasi China). Negara yang menentang antara lain adalah Mesir, Yunani, Turki, Kuba dan Iran. Adapun negara yang abstain antara lain adalah Inggris(UK), Yugoslavia. Negara yg absen adalah Thailand.
Israel menerima resolusi 181 dan menjadi dasar mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1948. Deklarasi ini kesesokan harinya segera diikuti oleh perang dengan negara-negara Arab.
Sekalipun menentang resolusi 181, Turki mengakui kemerdekaan Israel pada tahun 1949, menjadikannya sebagai negara pertama di dunia Islam yang melakukannya.
ADVERTISEMENT
Pengakuan Turki dan Dukungan Kemerdekaan Palestina
Keputusan Turki untuk mengakui Israel pada 1949 didorong oleh kepentingan strategis dan hubungan dengan negara-negara Barat, terutama dalam konteks Perang Dingin. Namun demikian, Turki tetap mendukung kemerdekaan Palestina melalui konsep dua negara dan terus menekankan pentingnya penyelesaian damai bagi konflik Palestina-Israel. Turki juga berperan dalam mendukung perjuangan Palestina di forum internasional dan terus mengupayakan solusi yang menguntungkan bagi rakyat Palestina.
Terima kasih
050125
Referensi:
1. Mango, Andrew. Atatürk: The Biography of the Founder of Modern Turkey. London: John Murray, 1999.
2. Gelvin, James L. The Israel-Palestine Conflict: One Hundred Years of War. Cambridge University Press, 2014.
3. Khalidi, Rashid. The Iron Cage: The Story of the Palestinian Struggle for Statehood. Beacon Press, 2006.
ADVERTISEMENT
4. Barr, James. A Line in the Sand: Britain, France and the Struggle That Shaped the Middle East. Simon & Schuster, 2011.
5. Deklarasi Balfour (1917) dan Sykes-Picot Agreement (1916).
6. Zürcher, Erik J. Turkey: A Modern History. I.B. Tauris, 2004.
7. Cleveland, William L., and Martin Bunton. A History of the Modern Middle East. Westview Press, 2016.
8. Fromkin, David. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East. Holt Paperbacks, 2009.
9.UN GA Resolution 181, 1947