Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
OPEC Plus Plus : Jurus Lima Pendekar Flamboyan
13 Maret 2020 14:49 WIB
Tulisan dari Sampe Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Sampe L. Purba
Pengantar
Dunia saat ini sedang dihantui oleh cekaman virus corona (CV19), yang ditandai dengan pembatasan dan penurunan lalu lintas pergerakan barang, jasa dan orang. Dewasa ini setiap Negara tergantung kepada interaksi global. Kebutuhan suatu negara baik ekspor, impor, komponen teknologi dan pembiayaan adalah dari dan dengan negara lainnya. Dunia sesungguhnya telah menjadi satu komunitas yang terintegrasi. Dalam tahun 2018 WTO mencatat 46% nilai perdagangan internasional barang dan jasa berasal dari perdagangan internasional dengan toal 39,6 triliun dolar. Adanya virus corona (yang belum diketahui kapan akan dapat tuntas diatasi) telah memorakporandakan seluruh angka-angka dan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara negara di dunia. Italia dan Norwegia misalnya. Negara ini baru baru ini menutup perbatasannya terhadap interaksi dengan Negara luar. Hongkong, Singapura dan Dubai yang mengandalkan ekonominya sebagai hub/ transit mulai terkapar. Ketakutan yang ditimbulkan virus corona telah menjadi semacam virus tersendiri. Apabila tidak dapat diatasi dengan tepat, keadaan ini dapat menjurus ke stagflasi, resesi hingga depresi.
ADVERTISEMENT
Di bulan Pebruari 2020 harga minyak telah terkoreksi ke bawah hingga 24%. Minyak Brent jatuh dari $65 ke $55/ barel hanya dalam bilangan hari. Permintaan minyak mentah turun sekitar 450.000 barel per hari. Sebelum CV19 merebak, masalah over supply minyak sekitar 1 juta barel per hari telah membayangi sehubungan dengan rencana penambahan ekspansi produksi minyak di Amerika, Brazil, Kanada dan Norwegia.
Palagan perang harga minyak memperebutkan pangsa pasar
Di tengah suasana yang demikian, OPEC plus Rusia bertemu di Vienna, Austria pada 5 - 6 Maret 2020. Harapannya adalah agar negara negara produsen bersedia memangkas produksi sekitar 1,5 juta barel per hari hingga akhir tahun untuk menjaga kestabilan harga. Perlu dicatat di sini, niat sekongkol Negara negara Kartel ini adalah untuk mempertahankan harga minyak, bukan untuk menurunkan harga minyak demi membantu China dan negara lainnya yang terseok seok ditimpa kesulitan.
ADVERTISEMENT
Rusia menolak. Alih alih mau menurunkan produksi, Negara yang dikomandoi Putin - mantan Agen rahasia tersebut gencar mengincar pasar pasar tradisional Arab Saudi di belahan Asia. Sebelumnya Saudi Arabia beserta para kartel aliansi OPECnya telah terpukul dengan ditemukan dan diproduksikannya minyak dan gas yang melimpah di Amerika Serikat (shale oil dan shale gas). Amerika Serikat adalah negara eksportir minyak baru di dunia, meningkatkan ekspornya 45% hanya dalam satu tahun. Saat ini ekspornya tercatat sekitar 3 juta barel minyak per hari. Jauh di atas produksi minyak Libya atau Kwait misalnya. Tujuan Ekspornya adalah Negara negara yang selama ini menjadi pangsa pasar incaran Arab Saudi.
Shale oil dan shale gas adalah minyak dan gas yang langsung diproduksi/ dicrack dari sumber (source rock kitchen)nya tanpa harus menunggu migrasi alami sebagai cadangan yang terakumulasi di reservoir (kandungan perut bumi). Melalui proses pyrolysis, hydrogeration atau thermal dissolution dengan prinsip pemanasan, minyak tersebut dapat diproduksi. Tidak konvensional. Seperti membuat bayi tabung. Produksi komersial shale oil Amerika Serikat telah berhasil merubah peta permainan (game changer). Berkat teknologi canggihnya, pada pertengahan 2019 ekspor minyak Amerika telah melebihi impornya. Amerika telah menjadi negara net eksportir minyak.
ADVERTISEMENT
Arab Saudi, di bawah komando Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) yang flamboyan menggunakan jurus lama yang asymetrik eksentrik – untuk melawan dua pangeran flamboyan lainnya, yaitu Presiden Putin dari Rusia dan Presiden Trump dari Amerika Serikat yang menggerogoti pasarnya.
Pangeran MbS yang murka, akhir pekan itu juga memangkas harga, sekaligus mengumumkan menaikkan produksinya. Tujuannya seperti pedang bermata dua. Di satu sisi memproteksi pasar tradisionalnya dari incaran Rusia, dan pada saat yang sama mencoba menenggelamkan proyek shale crude Amerika yang biaya produksinya diperkirakan pada kisaran $50 per barel. Logika MbS sederhana. Proteksi pasar, manjakan pelanggan sekaligus hempang pesaingmu. Tokh biaya produksi minyak di Arab Saudi adalah di bawah $20 per barel.
ADVERTISEMENT
Akibatnya segera terlihat. Harga minyak jatuh hingga di $ 30 an. Dapat diduga efek berantainya. Ketika bursa dibuka di hari Senin, 9 Maret 2020 saham saham perusahaan minyak di bursa London dan New York langsung tumbang terkapar, hingga 30%.
Grafik Pergerakan harga minyak Basket OPEC April 2019 – Maret 2020
Sumber : Oil Price.com
Efeknya menyebar meluas ke mana-mana. Proyeksi pertumbuhan ekonomi maupun corporate plan harus disesuaikan. Para produsen hulu migas, perlu berhitung kembali apakah akan ekspansi eksplorasi atau cukup mengoptimasi produksi sambil menunggu perbaikan harga. Hal yang sama juga menimpa perusahaan produsen LNG, terutama yang keekonomian proyeknya di atas asumsi $60/ barel. Lembaga Keuangan pun menghitung ulang arus kas dari project finance. Hal ini dapat berujung pada semakin sulitnya mendapatkan pinjaman perbankan ditambah semakin mahalnya cost of fund.
ADVERTISEMENT
Apakah manuver Pangeran MbS akan berhasil, atau apakah dia akan menyeret negara produser OPEC lainnya yang ikut ikutan menaikkan produksi ke bunuh diri massal ?.
Kami berpendapat, bahwa tindakan Pangeran MbS ini – jika tujuannya adalah untuk menghempang raksasa Rusia dan Amerika Serikat tidak akan berhasil untuk jangka panjang. Paling hanya sekedar menimbulkan sensasi turbulensi, yang mudah diatasi para pendekar super sakti Putin atau Trump. Hal ini didasari setidaknya dengan tiga argumen.
Pertama, Negara Negara OPEC bukan lagi penentu utama di pasar minyak. Memang betul Negara negara OPEC masih mengontrol 75% cadangan minyak dan memproduksi 42% minyak. Tetapi di sisi lain, Amerika Serikat dan Rusia memproduksi 26 juta barel per hari. Itu setara dengan 32% produksi dunia. Jadi kalau Negara Negara OPEC hendak membanjiri atau mengurangi sepihak produksi, kedua Negara tersebut dapat bertindak sebaliknya. Tetapi ini bukan lagi medan tahun 1973 an, di mana negara negara OPEC sangat menentukan.
ADVERTISEMENT
Grafik : Sepuluh Negara terbesar produsen minyak dunia
Sumber : US Energy Information Administration, 2019
Kedua, Rusia dan Amerika Serikat selain negara produsen juga adalah importir dan konsumen terbesar energi termasuk minyak. Di sisi lain Negara negara OPEC hanyalah negara eksportir minyak dengan konsumsi domestik yang sangat minimal. Sesuai hukum ekonomi dasar – harga tercipta sebagai interaksi supply and demand. Negara negara OPEC hanya dapat berkiprah di sisi supply.
Grafik : 10 Negara importir minyak dunia terbesar
Sumber : US Energy Information Agency, 2019
Ketiga, Amerika Serikat adalah Negara besar dengan kemajuan teknologi yang tidak terduga. Pada satu dekade yang lalu, biaya produksi per barelnya masih di sekitar $90, namun saat ini diperkirakan telah ada di sekitar $25/ barel.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal penting lainnya yang mungkin luput dari perhitungan MbS adalah bahwa keberlangsungan perusahaan minyak Saudi Aramco juga banyak tergantung kepada Negara negara maju. Perusahaan tersebut mencari utangan (obligasi) dan tambahan modal juga di pasar dunia. Teknologi dan pasarnya pun tidak independen. Sangat erat dengan dunia. Amerika Serikat hanya akan mengizinkan manuver eksternal Pangeran MbS sejauh tidak membahayakan kepentingan strategis Amerika Serikat.
Lalu siapa yang diuntungkan dengan manuver pangeran MbS yang oleh sebagian kalangan dianggap blunder tersebut ?
Para importir minyak besar, seperti China, India, Jepang dan Korea Selatanlah yang mendapatkan windblow blessing seperti tiupan angin sepoi sepoi yang menyejukkan di kegerahan panas musim corona virus.
ADVERTISEMENT
Dalam tahun 2018 tercatat 34% pertumbuhan energi primer global merupakan kontribusi China. Presiden Xi Jin Ping adalah bagaikan pendekar gurun pasir yang mampu memanfaatkan kekalutan lawan menjadi kekuatan pendikte. Sebagai raksasa ekonomi, konsumsi minyak China naik dari 4.6 juta barel per hari tahun 2010 menjadi 13,9 juta barel per hari di tahun 2018. Sementara kemampuan produksi domestiknya hanya berada di kisaran 4,8 juta barel per hari. China dengan cerdik memainkan kartu posisi sentralnya sebagai salah satu pembeli utama minyak dunia, yang dapat memilih apakah akan berbelanja ke Arab Saudi, Rusia atau Negara negara Atlantik. Presiden Xi Jin Ping – yang baru baru ini berhasil mengkonsolidasikan dirinya untuk dimungkinkan sebagai Presiden seumur hidup - sejajar dengan Ketua Mao, di tengah tengah kesibukannya mengatasi dampak coronavirus tetap tidak kehilangan arah.
ADVERTISEMENT
Grafik : Kontribusi pertumbuhan energi primer tahun 2018
Sumber: BP Statistical Review, 2019
Jurus seruling silat yang mirip juga dipertontonkan Perdana Menteri Narendra Modi dari India.
Dengan adanya kepentingan geostrategis bersama untuk mengimbangi China di Samudera Hindia yang ekspansi dagang hingga ke Afrika, India meningkatkan hubungan dagang dan keamanannya dengan Amerika Serikat.
Sebesar 83% kebutuhan minyak India dipasok dari impor. Secara tradisional dan dengan mengingat jarak yang lebih dekat, Arab Saudi, Irak dan Iran adalah pemasok minyaknya. Adanya sanksi Amerika ke Iran mengakibatkan posisi kosong tersebut diisi oleh Nigeria. Tentu saja hal ini tidak disukai Amerika Serikat.
Bulan Pebruari yang lalu, Perdana Menteri Modi menyediakan panggung stadion kriket penuh berkapasitas 125.000 orang menyambut Trump dalam kunjungan kenegaraannya. Sambutan kenegaraan terbesar sepanjang sejarah India. Diperlakukan bak artis konser, hati Trump berbunga bunga, didampingi Ivanka isterinya yang cantik itu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017 pertama kalinya Amerika Serikat menembus ekspor minyak ke pasar Asia, ke India. Tercatat pada tahun itu 1,4 juta ton, yang meningkat terus hingga 4 kali lipat menjadi 6,4 juta ton di tahun berikutnya. India, memanfaatkan romantika historis sebagai negara pertama yang menyediakan pintu pijakan bagi raksasa Amerika mengobok obok pasar minyak Asia.
Grafik Perkembangan Produksi Minyak Amerika Serikat
Sumber : EIA, Maret 2020
Sumber : US Energy Information Agency
Bagaimana sebaiknya Indonesia bersikap ?
Dari penjelasan di atas, nyatalah bahwa perubahan harga minyak terutama tidak disebabkan oleh faktor fundamental (penemuan cadangan, produksi, harga pokok produksi). Yang lebih dominan adalah yang non fundamental, seperti hasil sidang OPEC dan kebijakan politik dan ekonomi negara negara produsen seperti membuka atau menutup keran produksi, dinamika politik keamanan regional serta perang urat syaraf kata-kata.
ADVERTISEMENT
Kondisi objektif perminyakan Indonesia saat ini, antara lain :
Produksi minyak mentah Indonesia menunjukkan trend penurunan. Konsumsi minyak Indonesia yang menunjukkan trend peningkatan program peningkatan cadangan migas di bumi Indonesia yang belum dapat dipastikan tingkat keberhasilan dan jumlahnya, momentum perang harga/ banting harga yang dilakukan para gajah pendekar tersebut, hendaknya dapat dimanfaatkan.
Produksi minyak Indonesia saat ini adalah sekitar 760.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan minyak dan produk minyak sekitar ekuivalen 1.400.000 barel per hari hari. Adapun kemampuan kilang minyak dalam negeri ada pada kisaran 1.000.000 barel/ hari. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5% per tahun, sementara trend produksi minyak cenderung menurun rata rata 7% per tahun, artinya ada gap yang sangat besar dan akan semakin membesar dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terverifikasi dan terkonfirmasi dari grafik berikut :
Grafik : Volume Impor Migas Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik
Grafik : Rasio Ketergantungan Impor
Sumber : Dewan Energi Nasional
Asumsi makro dalam APBN 2020 menetapkan liftings minyak 755.000 barel per hari, dengan harga USD 63/ barel, nilai tukar Rp. 14.400/ dolar, dan subsidi BBM Rp. 19,9 triliun.
Dengan fakta fakta di atas, selain untuk mengusahakan eksplorasi minyak dalam rangka peningkatan cadangan untuk mendukung pencapaian produksi 1 juta barel per hari, sebagaimana disampaikan skkmigas ke publik, salah satu cara lain yang dapat dipertimbangkan pemerintah adalah dengan membangun strategic petroleum reserve.
Strategic petroleum reserve (SPR), atau cadangan minyak strategis adalah sejumlah minyak yang distock di bunker bunker/ storage yang sesewaktu dapat digunakan apabila terjadi krisis pasokan minyak, atau gejolak harga. Sesuai saran Badan Energi Internasional, negara negara sebaiknya menyediakan SPR setara dengan 90 hari impor minyak.
ADVERTISEMENT
Undang-undang Energi no. 30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah no. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mewajibkan Pemerintah menyediakan cadangan penyangga energi. Indonesia sendiri saat ini masih belum memiliki SPR., sementara yang tersedia baru pada level cadangan BBM operasional oleh Pertamina, untuk jangka waktu di bawah 30 hari.
Kondisi ini terjadi mengingat tidak tersedianya kapasitas penyimpanan (storage) yang merata, besarnya dana membeli persediaan minyak, serta produksi minyak domestik yang defisit.
Menurut pendapat kami, sambil menunggu kesiapan pembangunan SPR, salah satu cara inovatif yang Pemerintah dapat tempuh untuk meningkatkan ketahanan energi adalah dengan cara membeli kontrak hak opsi (option) di bursa Future derivative
Harga minyak mentah yang murah ini harus dimanfaatkan dengan baik. Indonesia dapat membeli di Future market dengan harga option. Option adalah hak, dan bukan kewajiban untuk membeli atau menjual komoditas tertentu (underlying asset) pada harga yang telah ditentukan sebelumnya, sesewaktu.
ADVERTISEMENT
Dengan membeli di Future market, Indonesia tidak perlu harus membeli fisik dan menyimpan minyak mentah. Saat ini pasar Future market tersedia di berbagai bursa minyak seperti NYMEX dan lain lain.
Transaksi di Future market dijelaskan secara sederhana sebagai berikut. Misalnya, apa bila Indonesia ingin memastikan mendapatkan minyak pada harga tertentu 6 bulan ke depan, maka dapat ditentukan hari ini. Dalam index bursa NYMEX misalnya tercatat harga minyak 6 bulan ke depan, pada hari ini $34/ barel, dengan call premium $1/ barel. Jadi kalau Indonesia hendak membeli 500.000 barel, mulai saat ini hingga 6 bulan ke depan pada harga $34/ barel, cukup dengan membayar $500,000. Apabila 6 bulan lagi harga minyak $40/ barel, sudah ada kepastian mendapatkan pada harga $34/ barel. Dengan demikian akan ada penghematan, atau untung sebesar $40 – $ 34 - $1 = $ 5/ barel atau $ 2.500.000. Call price adalah proxy kombinasi dari tingkat suku bunga pinjaman dan ekspektasi pergerakan harga pasar minyak spot/ tunai di masa depan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kalau ternyata, harga minyak 6 bulan lagi adalah lebih rendah, misalnya $ 30/ barel ?. Dalam hal ini, hak opsi tidak perlu direalisir. Pemegang hak opsi langsung beli di pasar minyak pada harga pasar. Lalu bagaimana dengan $500.000, apakah merupakan kerugian ?
Sesungguhnya itu bukan kerugian, melainkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi ketidak pastian. Itu adalah mekanisme lindung nilai (hedging). Mirip seperti membeli asuransi kerugian kebakaran, tetapi rumah atau kendaraan yang diasuransikan tidak terbakar selama masa periode pertanggungan.
Tentu saja untuk dapat melaksanakan tugas tersebut secara professional dan akuntabel, diperlukan naluri bisnis yang tajam, integritas yang tinggi serta tata kelola yang baik. Termasuk kemampuan untuk mengkombinasikan portofolio terbaik, sesuai dengan proyeksi dan kebutuhan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif. Harus ada regulasi yang memberi kepastian dan jaminan perlindungan kepada para professional, korporasi atau institusi yang ditugasi untuk melaksanakan perdagangan minyak tersebut. Suatu tugas yang dalam pelaksanaan mandat dalam lingkup kewenangan dan keahlian, serta tidak memberi keuntungan kepada dirinya sendiri, semata mata adalah berdasarkan pertimbangan bisnis terbaik (business judgment rules), apapun hasilnya, tidak boleh dipidana. Tidak boleh ada kriminalisasi pengambil kebijakan dan pengeksekusinya berdasarkan post factum analysis.
Auditor dan aparat penegak hukum harus sepemahaman, bahwa Negara yang direpresentasikan oleh Pemerintah adalah subjek hukum yang sempurna. Dalam hal menjalankan kewenangan yang sah, Pejabat dan petugas jawatan atau korporasi yang diberi mandat kewenangan tidak boleh dikriminalisasi. Itulah asas asas umum pemerintahan yang baik. Itu juga adalah doktrin business judgement rules yang universal.
ADVERTISEMENT
Epilog
Saat ini harga minyak sedang rendah rendahnya, pada kisaran $30 an, sedangkan APBN tahun 2020 telah menghitungnya pada asumsi harga $63. Indonesia memerlukan minyak impor setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara Indonesia masih sedang mempersiapkan Strategic Petroleum Reserves, model perdagangan berjangka di pasar Future derivative adalah salah satu pilihan. Harga minyak yang murah dapat dibeli sekarang tanpa harus perlu memiliki fasilitas bunker, menyediakan dana besar untuk volume yang dikehendaki dan lain-lain.
Jakarta, Maret 2020
Penulis adalah Mahasiswa Tingkat Doktoral Universitas Pertahanan, aktif di komunitas energi global.